Self Health & Wellness

Healing Sebagai Proses Penemuan Kembali Diri Sendiri

Dyah Ayu K. Gunawan, M.Psi.

@goeyayu

Psikolog dan Praktisi Hipnoterapi

Sebagai seorang psikolog klinis, saya sering berinteraksi dengan pasien serta klien untuk membantu mereka agar memiliki kualitas kesehatan mental yang lebih baik. Secara spesifik saya berspesialisasi di bidang hipnoterapi, salah satu teknik terapi psikologi yang dilakukan dalam kondisi hipnosis. Suatu kondisi di mana pikiran manusia sedang berada dalam kondisi yang sangat reseptif sehingga sangat mudah untuk dilakukan perubahan atau modifikasi dengan tepat dan efektif.

Belakangan ini sepertinya publik sudah sangat familiar dengan istilah ‘healing’. Tidak hanya banyak diperbincangkan melalui media sosial, pembahasan akan topik ini juga sudah terjadi di dalam konteks organisasi bahkan politik. Saya juga bersyukur karena ini artinya kesadaran masyarakat akan topik kesehatan mental sudah semakin baik dan hal ini tentu perlu diapresiasi. Meski perlu diakui bahwa pemahaman akan konsep healing sendiri kini sudah semakin berubah dari konsep awalnya.

Kalau kita tarik mundur, secara bahasa ‘healing’ berasal dari kelompok budaya Anglo-Saxon yang bermakna wholeness atau utuh. Lalu kemudian datang pembahasan baru, mengapa seseorang bisa merasa tidak utuh?

Dari berbagai masalah psikologi yang dialami manusia, salah satu masalah fundamental yang sering ditemui adalah hilangnya koneksi ke esensi diri kita. Artinya, kondisi ketika seseorang putus hubungan dengan dirinya sendiri. Proses healing selalu dimulai dari kesadaran bahwa seorang individu merasa tidak utuh, baik dari segi emosional, cara berpikir, dan fungsi dasar yang dimiliki manusia. Baru setelahnya kita mencoba untuk membangun kembali koneksi dengan diri sendiri, proses reconnection inilah yang kemudian dimaknai sebagai healing.

Dari berbagai masalah psikologi yang dialami manusia, salah satu masalah fundamental yang sering ditemui adalah hilangnya koneksi ke esensi diri kita. Artinya, kondisi ketika seseorang putus hubungan dengan dirinya sendiri. Proses healing selalu dimulai dari kesadaran bahwa seorang individu merasa tidak utuh, baik dari segi emosional, cara berpikir, dan fungsi dasar yang dimiliki manusia.

Saat ini, healing tak jarang diasosiasikan dengan kegiatan berlibur ke tempat-tempat wisata. Padahal, sejatinya healing tidak terikat pada tempat di mana kita berada, proses healing justru terjadi di dalam diri individu. Maka setiap orang akan memiliki cara yang berbeda untuk kembali utuh sesuai dengan kesediaan dan kesiapan masing-masing.

Sejatinya healing tidak terikat pada tempat di mana kita berada, proses healing justru terjadi di dalam diri individu. Maka setiap orang akan memiliki cara yang berbeda untuk kembali utuh sesuai dengan kesediaan dan kesiapan masing-masing.

Kalau begitu, kapan sebenarnya seseorang butuh healing?

Jawabannya adalah ketika seseorang merasakan ketidakseimbangan dalam cara berpikir, berperilaku, maupun berfungsi. Cara yang bisa dilakukan untuk membantu proses kita kembali berhubungan dengan diri sendiri juga beragam. Kalau masih di tahap awal, Anda juga bisa melakukannya sendiri, inilah yang disebut dengan self-healing. Bisa dengan cara berbincang dengan teman, olahraga, meditasi, menggambar, journaling, melakukan perjalanan spiritual, dan lain sebagainya. Karena pada akhirnya perjalanan yang dilalui setiap individu untuk kembali utuh akan selalu berbeda-beda.

Sayangnya tak jarang banyak yang berekspektasi bahwa proses ini bisa berjalan dengan instan dan linear. Padahal, hidup kita memang tidak pernah menjanjikan proses yang linear dan mulus-mulus saja. Sebagian orang mungkin cukup beruntung untuk bisa mengalami proses healing yang lebih cepat dan mudah tetapi ini belum tentu terjadi pada semua orang.

Terkadang saat seseorang sudah berproses begitu lama, ia kemudian tidak lagi sadar di mana posisi dia sekarang. Ada banyak cara untuk bisa melihat progress healing kita, paling sederhana dengan melihat kembali diri kita beberapa waktu lalu, apakah sudah ada perkembangan baik yang terjadi? Atau bisa juga cari bantuan dari orang terdekat untuk melihat apa saja perubahan yang sudah terjadi pada diri Anda.

Salah satu indikasi bahwa seseorang sudah melalui proses healing dengan baik adalah peningkatan keterampilan dalam bidang emotional competence. Hidup kita sangat dinamis dan penuh dengan momentum, entah itu baik maupun buruk. Punya kompetensi secara emosional bukan berarti Anda tidak lagi bisa marah atau sedih, itu adalah emosi dasar manusia, justru kalau tidak bisa marah mungkin ada yang salah. Orang yang sudah utuh artinya ia dapat menerima dan memahami emosi dalam diri kemudian mengolahnya dengan cara yang baik.

Punya kompetensi secara emosional bukan berarti Anda tidak lagi bisa marah atau sedih, itu adalah emosi dasar manusia, justru kalau tidak bisa marah mungkin ada yang salah. Orang yang sudah utuh artinya ia dapat menerima dan memahami emosi dalam diri kemudian mengolahnya dengan cara yang baik.

Banyak yang mengira bahwa untuk punya kecerdasan emosi artinya kita harus mengontrol emosi yang kita punya, padahal jauh lebih penting untuk mengontrol reaksi terhadap emosi yang dirasakan. Saat Anda marah, mungkin respon yang dulu hadir adalah berteriak atau memaki. Akan tetapi dengan kestabilan emosi, Anda dapat menyadari dan memaknai emosinya terlebih dulu, baru memutuskan dengan bijak apa respon yang akan dimunculkan dari emosi tersebut.

Agar bisa melalui proses healing dengan baik, pertama-tama kita harus sadar bahwa tubuh dan jiwa kita saling terkoneksi dan merupakan satu kesatuan yang padu. Maka, sebelum sibuk mencari teknik untuk healing, coba periksa kembali apakah kebutuhan dasar Anda sebagai manusia sudah terpenuhi? Meliputi nutrisi, olah tubuh, dan pola istirahat yang seimbang. Setelah kebutuhan dasar biologis ini terpenuhi baru kita dalami kembali cara untuk mengolah emosi serta pola pikir kita.

Saya sangat sering menyarankan klien untuk melakukan relaksasi, sebuah metode yang sangat sederhana dan gratis, namun sering kali terlupakan atau bahkan disepelekan. Secara biologis tubuh kita berfungsi dengan bantuan dua jenis jalur syaraf yaitu simpatis dan parasimpatis. Kedua jalur ini tidak bisa aktif bersamaan. Anda tidak bisa tenang sekaligus cemas, begitupun sebaliknya. Kita perlu untuk melatih dan membiasakan tubuh kita untuk relaks dan tenang, untuk menjaga bahkan mengembangkan kesehatan mental dan fisik kita.

Relaksasi bisa membantu proses ini. Untuk bisa optimal, relaksasi juga harus dilakukan secara konsisten. Analoginya seperti olahraga, dari pada berolahraga sekali seminggu selama 5 jam, akan lebih baik jika dilakukan setiap hari selama 15 menit untuk menjadikannya bagian dari gaya hidup.

Poin terakhir yang ingin saya sampaikan adalah terkait istilah “time will heal”. Apakah waktu bisa menyembuhkan luka batin? Menurut saya, jawabannya: Tergantung. Konsep waktu sebenarnya tidak berlaku di alam bawah sadar kita. Saat seseorang mengingat trauma masa kecil akibat bullying, rasa sakit itu ia rasakan saat ini. Begitu juga ketika seseorang mencemaskan kondisi finansialnya di masa mendatang, rasa cemas tersebut juga ia rasakan di masa sekarang.

Bukan waktu yang menyembuhkan luka batin dalam diri kita, melainkan usaha yang kita lakukan di dalam kurun waktu tersebut untuk bisa memproses dan berusaha mengatasi trauma yang kita miliki selama ini.

Related Articles

Card image
Self
Alam, Seni, dan Kejernihan Pikiran

Menghabiskan waktu di ruang terbuka bisa menjadi salah satu cara yang bisa dipilih. Beberapa studi menemukan bahwa menghabiskan waktu di alam dan ruang terbuka hijau ternyata dapat membantu memelihara kesehatan mental kita. Termasuk membuat kita lebih tenang dan bahagia, dua hal ini tentu menjadi aspek penting saat ingin mencoba berpikir dengan lebih jernih.

By Greatmind x Art Jakarta Gardens
13 April 2024
Card image
Self
Belajar Menanti Cinta dan Keberkahan Hidup

Aku adalah salah satu orang yang dulu memiliki impian untuk menikah muda, tanpa alasan jelas sebetulnya. Pokoknya tujuannya menikah, namun ternyata aku perlu melalui momen penantian terlebih dahulu. Cinta biasanya dikaitkan dengan hal-hal indah, sedangkan momen menanti identik dengan hal-hal yang membosankan, bahkan menguji kesabaran.

By Siti Makkiah
06 April 2024
Card image
Self
Pendewasaan dalam Hubungan

Pendewasaan diri tidak hadir begitu saja seiring usia, melainkan hasil dari pengalaman dan kesediaan untuk belajar menjadi lebih baik. Hal yang sama juga berlaku saat membangun hubungan bersama pasangan.

By Melisa Putri
06 April 2024