Dalam menjalani hidup seringkali kita manusia hanya melihat keluar. Secara tidak sadar kita selalu menyalahkan orang lain. Secara tidak sadar kita hanya fokus pada permasalahan bukan pada solusi. Kita hanya melihat apa yang ada di sekitar saja tanpa melihat apa yang ada di dalam diri kita sebenarnya. Sehingga seringkali kita melakukan segala sesuatu hanya demi sebuah kesan yang baik pada orang lain. Hal ini tentu saja terjadi sebelum kita menginjakkan kaki pada dunia pekerjaan. Saat usia bersekolah kita sudah mulai membangun tingkat kesadaran untuk meningkatkan kesan diri yang baik di hadapan teman dan guru dengan prestasi yang dimiliki. Kemudian sampai di rumah pun kita mengejar kesan tersebut pada orangtua. Sampai-sampai kita lupa untuk menikmati apa yang dilakukan sekadar untuk mendapatkan impresi dari orang lain. Pada akhirnya kita tidak menemukan harmonisasi atas apa yang kita pikir, ucapkan, rasakan, dan lakukan.
Sebelum mengenal meditasi saya adalah orang yang amat logis. Tidak percaya akan kekuatan spiritual yang salah satunya berasal dari meditasi. Dulu banyak yang menganjurkan saya untuk bermeditasi demi meningkatkan fokus dan kondisi kesehatan. Namun skeptisme saya sangatlah tinggi. Satu dan lain hal dikarenakan oleh ilmu pasti yang terlalu banyak mempengaruhi cara berpikir. Menjadi seorang lulusan Ilmu Komputer membuat saya menjadi orang yang amat perfeksionis dan penuh dengan logika. Saya percaya dunia ini hanya ada hitam dan putih. Tidak ada "di antara" apalagi "kira-kira". Mungkin karena ilmu yang saya pelajari dalam membuat sebuah program. Kurang satu huruf atau tanda baca saja dapat membuat program gagal diakses.
Dua bulan pertama saya mencoba meditasi pun tidak merasakan apa-apa. Tapi kemudian lewat berbagai meditasi saya membuka pintu-pintu masa lalu yang membuat saya sadar atas ketidakseimbangan hidup. Sedari kecil saya dan anak laki-laki Asia pada umumnya dilarang untuk mengungkapkan perasaan. Sedari kecil kami diberikan stigma bahwa kalau menangis berarti kami bukan anak laki-laki. Padahal itu adalah cara kami mengungkapkan perasaan tanpa mengurangi sisi kelaki-lakian. Secara tidak sadar program genderisasi tersebut sudah terbentuk di masyarakat dan membuat kita memiliki batas-batas tertentu saat ingin mengungkapkan perasaan yang sebenarnya.
Genderisasi yang sudah terbentuk di masyarakat membuat kita memiliki batas-batas tertentu saat ingin mengungkapkan perasaan yang sebenarnya.
Namun bukan berarti ketika saya mengenal dunia meditasi atau spiritual kemudian saya meninggalkan sisi logis. Tidak berarti saya harus meninggalkan keluarga, pekerjaan dan segalanya lalu hanya bertapa di atas gunung untuk bermeditasi. Berangkat dari hidup yang penuh logika justru bisa memposisikan saya berada di tengah-tengah kedua dunia tersebut. Sehingga saya bertransformasi dari seseorang yang lebih banyak mengedepankan logika menjadi seseorang yang menyelaraskan logika dengan spiritual. Membangun harmonisasi dan keseimbangan antara akal dan hati. Mengapa? Karena dua dunia ini sebenarnya sangatlah berhubungan meski masih banyak orang yang belum percaya hal-hal spiritual yang dianggap di luar akal sehat.
Ingat tidak film Lucy yang memberikan informasi mengenai cara kerja otak manusia? Terdapat fakta bahwa manusia hanya menggunakan 10% saja dari seluruh memori otak kita. Banyak sekali bagian dalam diri yang belum kita eksplorasi dan benar-benar pahami. Perihal yang berhubungan dengan spiritual seringkali dianggap tidak masuk akal atau bahkan magis karena belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Sejatinya, para ilmuwan dunia belum 100% meneliti gen di dalam tubuh manusia. Masih banyak bagian tubuh kita serta alam semesta yang masih menjadi pertanyaan besar karena belum lolos tes uji.
Sehingga banyak kasus yang diselesaikan oleh Golden Space, ruang meditasi, holistik, dan penyembuhan alternatif di mana saya bekerja saat ini, menjadi sebuah pertanyaan besar bagi sebagian orang. Dirasa penyembuhan tanpa tindakan medis adalah sebuah fenomena magis. Padahal pendekatan penyembuhan spiritual hanya belum dapat dibuktikan secara ilmiah saja, pemahaman spiritual dan ilmiah belum harmonis karena penemuan yang belum 100% lengkap. Jika ditelaah lebih dalam, banyak penemuan spiritual yang sebenarnya amat logis jika diobservasi secara ilmiah. Contohnya dengan pengukuran frekuensi otak dan jantung yang dapat diatur dengan menjalankan meditasi sehingga korelasi antara penyakit-penyakit tertentu dalam tubuh dapat disembuhkan oleh bagian tubuh kita yang lain tanpa adanya tindakan medis. Namun bukan berarti semuanya hanya membutuhkan meditasi. Tetap, harmonisasi dan keseimbangan antara pemikiran spiritual dan logis harus berjalan beriringan.
Harmonisasi dan keseimbangan antara pemikiran spiritual dan logis harus berjalan beriringan.