Bicara mengenai decency atau kelayakan dan kepantasan di tempat kerja, kali ini saya tidak akan membahas hal-hal yang sudah jelas. Maksudnya, saya tidak akan membahas mengenai hal-hal yang sudah tercatat dalam peraturan hukum positif atau sudah tercatat di peraturan perusahaan. Saya akan membahas khusus mengenai kepantasan terutama terhadap perusahaan, rekan kerja, dan lebih spesifik terhadap tanggung jawab yang kita emban.
Menjadi layak di tempat kerja, tentunya tidak lepas dari pembahasan menjadi layak dengan sesama teman-teman, rekan kerja, kolega, atasan, maupun bawahan. Ketika kita membahas tentang kepantasan, poin yang sekali lagi harus kita ingat adalah kita berhadapan dengan manusia, empati tetap menjadi satu bahan pokok yang tidak bisa lepas dari kehidupan bekerja sehari-hari. Terlebih di masa sekarang, saat mungkin masih ada yang work from home atau mungkin work from office yang sebenarnya bisa kita sebut sebagai work saja sebetulnya. Bergantian di antara keduanya atau mungkin juga sudah sepenuhnya bekerja dari kantor.
Menjadi layak di tempat kerja, tentunya tidak lepas dari pembahasan menjadi layak dengan sesama teman-teman, rekan kerja, kolega, atasan, maupun bawahan. Ketika kita membahas tentang kepantasan, poin yang sekali lagi harus kita ingat adalah kita berhadapan dengan manusia, empati tetap menjadi satu bahan pokok yang tidak bisa lepas dari kehidupan bekerja sehari-hari.
Menjadi pantas atau decent berarti kita memikirkan akibat dari tindakan kita terhadap rekan kerja, kantor tempat kita bekerja, dan juga terhadap atasan atau bawahan kita mengenai pekerjaan yang kita lakukan. Sesederhana dari ketepatan waktu, apakah kita sudah berhasil memenuhi ketepatan waktu terhadap perjanjian yang sudah dibuat. Apakah kita sudah menepati janji meeting yang sudah dibuat, komitmen-komitmen yang sudah terlebih dahulu dibuat mengenai kapan tugas kita harus dibuat, dikirim, dan lain sebagainya. Mungkin yang sering tidak kita sadari, keterlambatan kita dapat menimbulkan efek domino. Keterlambatan kita untuk masuk dalam sebuah meeting dapat menyebabkan meeting tersebut terlambat selesai, meeting berikutnya semakin terlambat, dan seterusnya.
Ketika kita bicara mengenai ketepatan waktu, setiap orang memiliki lini masanya masing-masing. Ada sebuah jadwal yang sudah mereka buat terhadap waktu mereka di hari tersebut. Menjadi pantas salah satunya adalah dengan menghargai lini masa yang sudah dibuat oleh orang lain dengan berbagai pertimbangan yang ada, terutama jika sudah disepakati bersama sebagai sebuah komitmen.
Kepantasan di tempat kerja tentu juga tidak terlepas dari workload atau beban kerja. Tentunya sebagai atasan atau sebagai bawahan workload menjadi sebuah hal yang sering dijadikan alasan akan keributan, perdebatan, argumen, atau mungkin hanya alasan untuk membicarakan di belakang. Sebetulnya beban pekerjaan adalah sesuatu yang datang dari tanggung jawab dan sebagai konsekuensi dari jabatan atau posisi di tempat kerja. Tentu saja pada saat terjadi perpindahan workload, tanggung jawab tetap harus dijalankan. Dalam artian sebagai bawahan, ketika menerima workload yang berlebihan sehingga tidak mampu dikerjakan juga menjadi sebuah hal yang wajar, atau seharusnya diwajarkan untuk bisa berbicara dengan atasannya bahwa mungkin ini adalah sesuatu yang tidak bisa dikerjakan dengan maksimal.
Sebetulnya beban pekerjaan adalah sesuatu yang datang dari tanggung jawab dan sebagai konsekuensi dari jabatan atau posisi di tempat kerja.
Tugas pertama dari seorang atasan adalah untuk bisa mengenali betul anggota timnya, sehingga mengetahui kapasitas masing-masing dan apakah mereka masih memiliki kemampuan untuk diberikan pekerjaan selanjutnya. Kalaupun silap dan sudah terlanjur memberikan beban kerja yang berlebihan, seorang atasan harus bisa menerima masukan dari anggota timnya bahwa ada kemungkinan hasilnya tidak maksimal karena sudah over capacity. Kemungkinan efeknya adalah harus siap melakukan pendampingan atau penyertaan. Ini adalah sebuah kepantasan yang membuat kamu berpikir, “Bukankah seharusnya memang begitu?” Tapi sayangnya saya lihat ini sering kali terjadi. Bisa dikatakan itu mungkin menjadi faktor terbesar bagi sebuah tempat kerja menjadi tempat kerja yang tidak menyenangkan.
Berbicara tentang relasi antara pemimpin dan anggota tim ada sebuah faktor yang bisa menentukan kelayakan dari sebuah tempat kerja yaitu perannya sebagai safe space atau ruang aman. Seaman dan senyaman apakah atasan dan bawahan dapat berkomunikasi. Seberapa jauh bawahan bisa menyampaikan keluhan kepada atasan dan bagaimana cara atasan dapat merespon. Ketika keamanan dan kenyamanan tersebut sudah tidak terpenuhi, sepertinya tempat tersebut tidak dapat lagi dikatakan sebagai tempat kerja yang layak karena setiap hari kita akan bertemu dengan orang-orang yang sama. Ketika tempat kerja tersebut tidak terasa sebagai tempat yang aman dan nyaman untuk berinteraksi tentunya sudah kehilangan privilagenya untuk dikatakan sebagai tempat kerja yang layak.
Berbicara tentang relasi antara pemimpin dan anggota tim ada sebuah faktor yang bisa menentukan kelayakan dari sebuah tempat kerja yaitu perannya sebagai safe space atau ruang aman. Seaman dan senyaman apakah atasan dan bawahan dapat berkomunikasi. Seberapa jauh bawahan bisa menyampaikan keluhan kepada atasan dan bagaimana cara atasan dapat merespon.
Hal terakhir yang ingin saya tekankan kembali mengenai kepantasan di tempat kerja, sama seperti pembahasan sebelumnya mengenai kepantasan di jalan raya, coba pikirkan apakah kalian mau ada di posisi itu. Berempati adalah tentang bagaimana kita menempatkan diri kita di posisi orang lain. Semua atasan harusnya pernah jadi bawahan, terlepas dari beberapa kasus tertentu. Maka seharusnya ketika kita menjadi atasan, mentalitas kita bukanlah untuk balas dendam melainkan restorasi yang memperbaiki. Seharusnya perlakuan tidak menyenangkan yang saya terima sebelumnya tidak saya lakukan pada generasi selanjutnya.
Semua atasan harusnya pernah jadi bawahan, terlepas dari beberapa kasus tertentu. Maka seharusnya ketika kita menjadi atasan, mentalitas kita bukanlah untuk balas dendam melainkan restorasi yang memperbaiki. Seharusnya perlakuan tidak menyenangkan yang saya terima sebelumnya tidak saya lakukan pada generasi selanjutnya.