Kita sepertinya tidak akan pernah kehabisan kata-kata mutiara atau pepatah jika membahas tentang keluarga. Mulai dari “harta yang paling berharga adalah keluarga”, “blood is thicker than water”, bahkan hingga “family is not chosen it’s given”. Kalau sebelumnya saya membahas mengenai perdebatan, pertikaian, dan diskursus di jalan raya, kali ini saya mengambil topik yang tidak kalah ramai diperbincangkan yakni bersikap atau bergaul dalam keluarga.
Perbincangan ini tidak hanya terjadi di media sosial, melainkan juga terjadi di dunia nyata. Kapan kita boleh bertanya pada keluarga? Apa hal yang boleh dan tidak boleh ditanya? Atau apa nasihat yang boleh dan tidak boleh kita sampaikan. Intinya mengenai bagaimana cara kita bersikap dan berperan sebagai anggota dalam keluarga. Salah satu hal yang sering dibahas adalah sandwich generation, sebuah generasi yang harus bersiap mengurus keluarganya sendiri sambil tetap harus merawat orangtua. Sebetulnya bentuk diskusi topik ini bisa lebih menyenangkan ketika kita berhenti menggunakan satu kata, yaitu “harus”.
Salah satu hal yang sering dibahas adalah sandwich generation, sebuah generasi yang harus bersiap mengurus keluarganya sendiri sambil tetap harus merawat orang tua. Sebetulnya bentuk diskusi topik ini bisa lebih menyenangkan ketika kita berhenti menggunakan satu kata, yaitu “harus”.
Ibu saya meninggal dua tahun yang lalu, di tahun 2019. Sebelum kepergiannya kita sekeluarga turut andil dalam merawat beliau. Saya yakin setiap dari kami tidak pernah terpikir bahwa ini adalah beban, tidak pernah terpikir bahwa ini adalah kewajiban yang memberatkan, atau jika ini bisa dipilih saya tidak ingin melakukannya. Kalau saya bisa memilih, saya hanya ingin beliau tidak sakit. Tapi sayangnya itu bukan pilihan saya, pilihan yang bisa saya buat adalah dengan menjaga dan merawat beliau bersama dengan anggota keluarga lainnya. Kita memang terlahir dalam sebuah keluarga tanpa pilihan. Tapi, tindakan yang kita ambil sebagai bagian dari keluarga, semuanya adalah pilihan. Sebagaimana setiap pilihan ada konsekuensi. Ketika kita berbicara mengenai unsolicited advices or unnecessary question, pertanyaan-pertanyaan yang tidak diminta, saya rasa begitu banyak yang sering kita dengar,
“Males, nih, ngumpul keluarga. Pasti ditanyain kapan nikah, terus kapan punya anak, terus kapan anak kedua, anaknya udah bisa ngapain, terus anaknya kuliah di mana, terus anaknya kapan nikah, dan seterusnya.”
Kita memang terlahir dalam sebuah keluarga tanpa pilihan. Tapi, tindakan yang kita ambil sebagai bagian dari keluarga, semuanya adalah pilihan.
Saya ingin membuat pengakuan, bahwa saya adalah salah satu orang yang sering menjawab pertanyaan tersebut dengan “savage” kalau kata anak-anak zaman sekarang. Beberapa kali saya sangat menunjukkan ketidaksukaan saya, karena menurut saya mereka tidak berlaku pantas sebagai seorang anggota keluarga. Menjadi saudara atau kerabat tidak seharusnya menjadikan kita privilege untuk menghapuskan norma-norma sosial yang berlaku. Hanya karena saya bagian dari keluarga, tidak berarti saya bebas meminta apa saja kepada anggota keluarga yang lain. Kan sama-sama keluarga? Bukan begitu cara kerjanya, respect is earn not given. Mereka keluarga saya, tapi saya akan menghormati mereka sesuai perilaku mereka, bukan berdasarkan siapa mereka.
Menjadi saudara atau kerabat tidak seharusnya menjadikan kita privilege untuk menghapuskan norma-norma sosial yang berlaku. Hanya karena saya bagian dari keluarga, tidak berarti saya bebas meminta apa saja kepada anggota keluarga yang lain.
Pembeda utama buat saya, ketika membahas mana keluarga dan mana yang bukan adalah sejauh mana saya bisa peduli. Keluarga tidah seharusnya memberikan kita kewajiban, keluarga tidak seharusnya memberikan kita beban, keluarga tidak seharusnya menjadi beban kita. Entah itu beban pikiran atau menjadi beban tindakan. Bertindak dan bertingkah laku decent atau sopan terhadap keluarga adalah sebagaimana kita bertingkah laku decent kepada orang lain. Hal inilah yang akan membuat orang akan menghargai kita. Jika suatu saat saya membutuhkan keluarga untuk membantu saya, saya ingin mereka melihat saya sebagai seorang manusia, bukan hanya semata-mata saya adalah anggota keluarga.
Keluarga tidak seharusnya memberikan kita kewajiban, keluarga tidak seharusnya memberikan kita beban, keluarga tidak seharusnya menjadi beban kita. Entah itu beban pikiran atau menjadi beban tindakan.
Saat ini menurut norma-norma sosial yang berlaku, saya sudah memasuki usia yang sudah siap membangun keluarganya sendiri. Saya berdoa, semoga saya tidak menjadi anggota keluarga yang tidak saya sukai, saya berdoa supaya saya tidak menjadi anggota keluarga yang tidak diundang dalam grup WhatsApp keluarga karena tidak ada yang menyukai. Saya berharap saya menjadi anggota keluarga yang pertama kali dikabari pada saat ada kejadian yang menyenangkan maupun tidak. Bertingkah laku decent akhirnya kembali kepada empati. Bahwa anggota keluarga mereka punya kehidupannya sendiri, mereka punya perjuangannya sendiri, kebutuhannya sendiri dan kita berlaku sebagai sesama manusia. Kalau kita mau membantu, bantulah dengan tulus. Kalau kita mau menasihati, pastikan itu adalah nasihat yang mereka butuhkan dan mereka minta. Di luar itu, perlakukanlah mereka sama seperti manusia lainnya.
Setiap anggota keluarga punya kehidupannya sendiri, mereka punya perjuangannya sendiri, kebutuhannya sendiri dan kita berlaku sebagai sesama manusia.
Pembahasan saya mungkin melukai sebagian dari kalian. Tidak ada yang salah dalam pilihan kita menempatkan diri sebagai anggota keluarga. Ini adalah yang saya lihat dan observasi, jika kalian bisa belajar dan relate dari poin-poin ini, it’s good. Tapi kalau kalian tidak setuju dalam beberapa poin, saya tidak akan mendikte bagaimana kamu menjalani hidup. Selama kita masih punya keluarga, jaga hubungan baik dengan mereka dan sebisa mungkin decent dalam keluarga.