Self Lifehacks

Cintai Nasibmu

Henry Manampiring

@manampiring

Penulis

Fotografi Oleh: Ayunda Kusuma

Manusia sering merasa cemas, frustrasi, atau marah, terutama saat menghadapi kegagalan karena tidak menyadari bahwa sebenarnya banyak sekali hal dalam hidup yang berada di luar kendali kita. Penyebab kegagalan itu bermacam-macam dan semuanya ada di luar kendali kita. Namun karena kita tidak menyadarinya, jadinya kita terima dengan situasi tersebut. Seringnya kita lebih banyak terjebak pada kepercayaan bahwa “kok bisa gagal sih, padahal kan sudah berusaha keras?” tanpa menyadari bahwa hasil dari segala upaya kita adalah sesuatu yang di luar kendali.

Sebelumnya saya termasuk orang yang cepat cemas, frustrasi, atau marah saat dihadapi pada situasi-situasi tidak mengenakan seperti itu. Namun di satu momen, saya menemukan sebuah ajaran filosofi yang bernama stoisisme – atau yang kemudian coba saya terjemahkan sebagai filosofi teras.

Dalam filosofi teras, ada prinsip yang disebut dikotomi kendali. Yang dimaksudkan di sini, segala hal dalam hidup dibagi menjadi dua: hal yang ada di dalam kendali kita, dan hal yang di luar kendali kita. Hal-hal yang bisa dikendalikan oleh diri kita sendiri hanyalah meliputi pikiran, pertimbangan, opini, tindakan, dan perkataan kita. Di luar itu semuanya merupakan hal yang di luar kendali. Mulai dari cuaca, kondisi ekonomi, siapa presiden kita nanti, sampai hal-hal seperti kekayaan, karir, reputasi, dan kesehatan kita.

Umumnya saat menghadapi kegagalan sangat manusiawi bagi kita untuk merasa marah, sedih, putus asa, dan frustrasi – sebagai reaksi terhadap kegagalan tersebut. Apa yang dikatakan oleh filosofi teras terhadap perasaan atau emosi ini sangat menarik. Bagi filsuf stoic, kegagalan atau peristiwa tidak mengenakan sifatnya netral. Artinya, seharusnya hal-hal tersebut tidak memiliki pengaruh bagi hidup kita karena semuanya merupakan hal di luar kendali kita. Kita tidak bisa mengharapkan kebahagiaan pada hal-hal yang bukan dalam kendali.

Kebahagiaan itu bukan datang dari luar, namun harus datang dari dalam diri.

Dalam filosofi teras, ada ajaran untuk mencintai nasib – amor fati. Prinsip ini lebih dari sekadar ikhlas menerima. Namun dalam prinsip ini kita harus mencintai nasib – baik atau buruk – yang menimpa kita. Para filsuf stoic percaya bahwa alam ini teratur dan ada hukumnya. Termasuk hal yang terjadi dalam hidup kita, tidak terjadi secara spontan. Kalau ada sebuah kejadian, mereka percaya bahwa memang itu sudah jalannya. Kalau sudah jalannya, mengapa disesali.

Related Articles

Card image
Self
Perbedaan dalam Kecantikan

Perempuan dan kecantikan adalah dua hal yang tidak akan pernah terpisahkan. Cantik kini bisa ditafsirkan dengan beragam cara, setiap orang bebas memiliki makna cantik yang berbeda-beda sesuai dengan hatinya. Berbeda justru jadi kekuatan terbesar kecantikan khas Indonesia yang seharusnya kita rayakan bersama.

By Greatmind x BeautyFest Asia 2024
01 June 2024
Card image
Self
Usaha Menciptakan Ruang Dengar Tanpa Batas

Aku terlahir dalam kondisi daun telinga kanan yang tidak sempurna. Semenjak aku tahu bahwa kelainan itu dinamai Microtia, aku tergerak untuk memberi penghiburan untuk orang-orang yang punya kasus lebih berat daripada aku, yaitu komunitas tuli. Hal ini aku lakukan berbarengan dengan niatku untuk membuat proyek sosial belalui bernyanyi di tahun ini.

By Idgitaf
19 May 2024
Card image
Self
Perjalanan Pendewasaan Melalui Musik

Menjalani pekerjaan yang berawal dari hobi memang bisa saja menantang. Menurutku, musik adalah salah satu medium yang mengajarkanku untuk menjadi lebih dewasa. Terutama, dari kompetisi aku belajar untuk mencari jalan keluar baru saat menemukan tantangan dalam hidup. Kecewa mungkin saja kita temui, tetapi selalu ada opsi jalan keluar kalau kita benar-benar berusaha berpikir dengan lebih jernih.

By Atya Faudina
11 May 2024