Setiap orang memiliki perjalanan spiritual yang berbeda-beda. Kisah tiap manusia dalam berhubungan dengan Sang Pencipta, nyatanya, tidaklah memiliki ukuran tertentu. Siapapun bisa memakai hijab tapi yang bisa shalat dengan khusyuk mungkin tidak lebih banyak dari yang memakai hijab. Ketaatan, kesalehan seseorang adalah tentang totalitas dirinya kepada segala pilihannya dalam hidup. Hanya Tuhanlah yang bisa menilai apakah seseorang bisa dibilang saleh atau tidak. Jika seseorang mengaku dirinya saleh justru kita harus mempertanyakannya.
Ketaatan dan kesalehan seseorang adalah tentang totalitas dirinya kepada segala pilihannya dalam hidup.
Mata manusia itu mudah ditipu. Kita tidak bisa memberikan label apapun pada siapapun. Apabila seseorang pakai hijab dengan suatu alasan yang mungkin tidak bisa diterima, kita tetap tidak bisa begitu saja mengartikannya sebagai hal yang benar atau salah. Saya sendiri pakai hijab karena saya mau lebih taat dan menjalankan salah satu perintah yang mana perintah-Nya masih banyak sekali. Perintah menggunakan hijab adalah salah satu perintah yang masih berada dalam tingkat dasar. Belum memasuki tingkat yang lebih tinggi yaitu hati. Yang dinilai Allah bukanlah penampilan, wajah, apalagi harta; melainkan kesabaran, keikhlasan, ketulusan dan kejujuran hati manusia.
Mata manusia itu mudah ditipu. Kita tidak bisa memberikan label apapun pada siapapun.
Saya bukan ahli ilmu agama namun yang saya pahami adalah setiap orang punya proses dan pengalaman yang berbeda-beda soal beragama. Ada yang tidak tahu tapi hanya sekadar ingin menggunakan hijab. Ada yang tahu tapi tidak menggunakan. Ada yang tahu dan mau menggunakan. Ada yang tahu tapi akhirnya melepas. Itu semua adalah pilihan dan keputusan mereka yang akan dipertanggungjawabkan masing-masing. Semuanya adalah soal kesiapan kita nantinya saat berada di hadapan Tuhan untuk berani bertanggung jawab dengan apapun yang kita pilih. Sesederhana itu.
Kita manusia tidak bisa menghakimi manusia lainnya karena itu tidaklah adil. Kita sendiri saja perlu dihakimi. Perihal menghakimi manusia merupakan tugas Allah yang tidak bisa kita utak-atik. Contoh sederhana soal peradilan hukum negara. Masih banyak orang yang harusnya dihakimi akhirnya tidak bisa dihakimi. Padahal mereka adalah para ahli ilmu hukum yang melakukan penghakiman di mana yang salah seharusnya salah, yang benar harusnya benar. Tapi ternyata tidak bisa semudah itu, bukan? Pada akhirnya sehebat-hebatnya seorang hakim tetap Tuhanlah yang bisa menghakimi manusia dengan benar.
Kita manusia tidak bisa menghakimi manusia lainnya karena itu tidaklah adil. Kita sendiri saja perlu dihakimi. Perihal menghakimi manusia merupakan tugas Allah yang tidak bisa kita utak-atik.
Oleh karena itu, perubahan diri seseorang adalah tentang prioritas dan pilihan yang sudah diambil dengan melewati jangka waktu proses yang berbeda-beda. Hampir dua tahun saya mempertanyakan apakah benar ini jalan yang ingin saya lalui. Perjalanan tersebut melewati pergolakan dan kebimbangan hingga pertanyaan demi pertanyaan yang mana berkali-kali saya belum merasa puas akan jawabannya. Hingga pada satu titik saya merasa ada jawaban yang tepat, jawaban dengan penjelasan yang masuk akal dan bisa diterima. Jawaban yang akhirnya membuat saya tidak lagi ingin menunda untuk menggunakan hijab dan tidak lagi hendak melihat ke belakang. Setelahnya saya terus-menerus meminta perlindungan dari Allah agar jangan sampai apa yang saya yakini ditarik kembali. Saya percaya hidayah itu diberikan oleh Allah dan bisa ditarik kembali jika kita tidak menjaganya. Inilah yang terus saya doakan supaya sampai napas terakhir tidak pernah akan saya lepas lagi.
Perubahan diri seseorang adalah tentang prioritas dan pilihan yang sudah diambil dengan melewati jangka waktu proses yang berbeda-beda.
Saya yang dulu mengaku Islam tapi tidak memahami ilmunya. Sekarang saya berharap bisa lebih diterima di agama Islam dengan terus belajar untuk menambah ilmu itu di dalam diri saya. Jadi jika ditanya “Islam itu apa?”, “Mengapa harus berhijab?”, “Mengapa harus salat?”, saya mengetahui alasan dari “mengapa” atas setiap aktivitas keagamaan yang saya jalani. Bukan sekadar ikut-ikutan apalagi disuruh. Dulu saya tidak memahami mengapa seorang muslim harus mencapai sami’na wa atho’na. Untuk mencapai titik itu susah sekali apalagi kalau kita tidak mengerti alasannya apa. Pasti kita berontak, tidak terima, atau pura-pura bodoh. Itulah mengapa saya perlu mengerti alasannya dulu, saya belajar, menggali ilmu dan ketika dipelajari, dibuka hadisnya, dalil, Al-Quran, saya lebih mengerti mengerti alasannya dan memang ada perintah-perintah tersebut termasuk mengapa berhijab. Dulu saya tidak pernah mempertanyakan makanya saya tidak pernah menemukan jawabannya.
Kini setelah berhijab tentu saja ada yang berubah. Selain mengenai agama, aspek karier juga mengalami perubahan meski saya tidak merasa ada yang dikorbankan apalagi dirugikan. Saya berhijrah untuk kepuasan dan kebahagiaan pribadi. Setelah berhijrah saya malah dapat melihat lebih jelas bahwa dengan berbusana tertutup ada nilai-nilai luhur yang bisa dijalankan. Ketika saya hijrah ternyata masih ada tawaran untuk berbagai pekerjaan di dunia hiburan meski sekarang prioritasnya berbeda. Saya menganggapnya bukan lagi sekadar pekerjaan melainkan ada nilai agama yang dapat membawa hikmah besar. Tadinya saya pikir setelah berhijab tidak akan lagi berkutat di dunia hiburan namun kesempatan itu masih ada. Hanya datangnya dari pintu dan isi yang lain. Saya pun sadar betul kala memutuskan untuk hijrah pasti terdapat aturan tertentu yang bisa dan tidak bisa dilakukan. Misalnya pada berakting dalam film saya menganjurkan untuk meminimalisir adanya eksposur kulit, memperhatikan dialog, serta tentu saja memilah kostum yang sesuai dengan prinsip spiritualitas.
Dulu saya tidak pernah mempertanyakan makanya saya tidak pernah menemukan jawabannya.
Buat saya hijab adalah sebagai pelindung. Secara harfiah, hijab adalah sehelai kain yang menutupi bagian-bagian tubuh dan menjadi pelindung kaum muslimin. Akan tetapi hijab juga sebuah identitas bahwa tanpa saya bilang “saya muslim”, orang sudah tahu saya muslim. Selain itu berhijab juga menjadi kita berusaha taat pada perintah Allah. Sehingga saat ada pekerjaan yang tadinya ditawarkan lalu gagal karena saya sudah berhijab saya justru mengatakan: Alhamdulillah. Berarti pekerjaan itu bukan untuk saya. Mungkin saja pekerjaan itu merupakan sesuatu yang bisa menjadi godaan atau ujian untuk saya. Kemudian mengapa saya harus mendapatkan pekerjaan yang dapat mengurangi ketaatan saya pada Allah?
Salah satu hal yang saya pelajari sebelum pakai hijab adalah ketika kita meninggalkan sesuatu karena Allah, apapun itu, Allah akan menggantikannya dengan yang lebih baik. Sebab Allah tidak akan membiarkan umat yang ingin taat pada-Nya. Seketika saya memutuskan berhijab keyakinan akan rezeki datangnya dari Tuhan semakin kuat. Jalurnya mungkin dari klien atau kolega akan tetapi yang berikan tetap Tuhan. Benar saja, saya selalu mendapatkan ganti yang lebih dari yang dibayangkan. Cuma perlu diingat untuk tidak menjadikan keinginan mendapat lebih ini sebagai tolak ukur berhijrah. Sebaliknya, kita hijrah bukan untuk mencari popularitas atau harta. Hijrah seharusnya malah membuat kita jauh lebih sadar bahwa kita manusia adalah makhluk lemah, bodoh, tidak tahu apa-apa, dan hanya hamba yang selalu meminta pada Allah. Hijrah membuat kita bisa lebih berserah pada-Nya sebab kita tidaklah punya kekuatan apapun di muka bumi ini.