Saat ini mungkin saya lebih dikenal sebagai seorang aktor. Walaupun sebenarnya, karir saya di dunia hiburan bermula dari menjadi salah seorang penyanyi di sebuah boyband, SM*SH. Berbicara mengenai proses transisi dari menjalani profesi sebagai penyanyi lalu menjadi aktor, sama sekali tidak mudah. Saya keluar dari boyband yang sudah membesarkan nama saya pada tahun 2013. Padahal, pada saat itu, kita sedang naik-naiknya. Keputusan saya untuk keluar dan berpindah haluan dalam karir tentu menimbulkan pro dan kontra yang tidak sedikit jumlahnya. Mulai dari keluarga, pihak manajemen, teman, fans, dan masing-masing memiliki pendapat tersendiri yang kemudian saya sadari, kalau sikap mereka tersebut menunjukkan bahwa mereka sayang dan peduli dengan saya. Tujuh tahun lalu, saat keputusan ini dibuat, saya masih berusia 23 tahun. Usia di mana ego masih cukup tinggi. Banyak yang berkata bahwa keputusan yang saya buat tergolong impulsif. Saya pun merasakan pergolakan batin karena keputusan yang akan saya ambil ini sangat berat. One of the hardest decisions that I've ever made in my life.
Kadangkala kita takut membuat sebuah pilihan karena takut akan meninggalkan zona nyaman.
Kadangkala kita takut membuat sebuah pilihan karena takut akan meninggalkan zona nyaman. Mungkin juga kita takut untuk bertumbuh. Wajar bila kita memiliki kekhawatiran akan masa depan. Akan tetapi, di setiap hal, di setiap keputusan yang kita buat sekecil apapun itu, pasti ada risikonya. Untuk itu, bagi saya bila kita perlu membuat suatu keputusan, gunakan hati untuk memilih. Karena apabila ternyata konsekuensi yang kita terima kurang diharapkan, kita akan menjadi lebih mudah bersikap legowo atau merelakannya. At least we can learn something out of it. Lalu, tahan ekspektasi kita akan hasil yang diharapkan agar tidak terlalu berlebihan. Sehingga apabila hasilnya tidak sesuai yang diinginkan, kita tidak menjadi begitu kecewa.
Di setiap keputusan yang kita buat sekecil apapun itu, pasti ada risikonya. Untuk itu, bagi saya bila kita perlu membuat suatu keputusan, gunakan hati untuk memilih. Karena apabila ternyata konsekuensi yang kita terima kurang diharapkan, kita akan menjadi lebih mudah bersikap legowo atau merelakannya.
Kembali lagi pada keputusan saya untuk meninggalkan boyband di mana tempat saya bertumbuh, saya sadar bila saya harus menerima segala konsekuensi yang mengiringi. Jadi,apabila dianalogikan, saat saya masih berada di SM*SH, jalan saya menuju puncak seperti naik lift. Sekarang, saya sudah puas jika harus menaiki tangga untuk menuju ke puncak karir. Step by step. Meski demikian, saya menikmatinya. Saya bersyukur karena dalam perjalanan transisi ini, saya mendapat dukungan kasih, motivasi, dan moral untuk proses saya di tingkat berikutnya. Memiliki support system itu sangatlah penting. Bila kalian menyadari ada seseorang yang sangat mendukung kalian, tolong apresiasi mereka. Bebas bagaimana cara apresiasinya, namun mereka patut dihargai karena mereka telah membantu kalian hingga sejauh ini. Dalam pengalaman saya pun, dalam karir apapun bila kita ingin berhasil, bila kita tidak memiliki circle atau lingkungan yang mendukung, tidak akan positif hasilnya, atau mungkin usia karirnya tidak panjang.
Dulu saat pertama kali memutuskan untuk bekerja, alasan kuat yang melatarbelakanginya adalah ingin meringankan beban orangtua yang sudah membiayai saya untuk berkuliah dan tinggal di Jakarta. That's it. Saya lahir di Singkawang, dan menghabiskan waktu hingga SMP di kota tersebut. Saat SMA, saya bersekolah di Pontianak, dan ketika kuliah, barulah saya ke Jakarta. Bisa dikatakan, dulu saya termasuk orang yang tidak akan menyia-nyiakan segala kesempatan yang datang. Apapun tawaran yang datang, akan saya ambil karena kesempatan jarang datang dua kali. Dulu saya sempat menjadi agen asuransi, lalu tergabung dalam agency model, hingga akhirnya lolos audisi untuk sebuah project boyband. Saya mengambil segala kesempatan ini karena ingin memperoleh tambahan uang saku, di samping saya juga menyukai pekerjaan yang saya jalani. Saya senang bernyanyi dan menonton film. Bagi saya, bila kita ingin sukses, kita harus jatuh cinta pada pekerjaan dan karir yang dijalani agar tidak menjadi beban.
Bagi saya, bila kita ingin sukses, kita harus jatuh cinta pada pekerjaan dan karir yang dijalani agar tidak menjadi beban.
Seiring berjalannya waktu, saya kini lebih santai dan menikmati hidup yang saya jalani. Tahun ini saya menginjak usia 30 tahun. Bila ditanya apa capaian yang saya inginkan selanjutnya di usia yang baru ini, hanya satu jawabannya. Saya ingin bahagia. Sudah, itu saja. Memang, takaran kebahagiaan setiap orang tentu berbeda. Namun, bagi saya, bahagia adalah sesuatu yang paling penting bagi kita saat ini apapun itu kondisinya, terlebih di masa pandemi di mana terdapat banyak ketidakpastian terjadi.
Bila sudah rezekinya, saya yakin tidak akan salah tempat. Live your life to the fullest. Nikmati hidup kita sepenuhnya. Jangan tunda lagi hal-hal yang ingin kita lakukan, lakukan saja sekarang. “One today is worth two tomorrows”, ini adalah salah satu kutipan favorit saya dari Benjamin Franklin. Apa yang dapat kita capai hari ini lebih penting daripada apa yang kita rencanakan untuk besok.
Salah satu hal yang bisa kita lakukan untuk mengurangi sikap menunda-nunda adalah dengan menentukan sebuah tujuan di awal. Bila kita sudah tahu tujuan kita, maka biasanya kita akan lebih mudah membuat dan melakukan keputusan yang kita pilih. Mungkin ada beberapa hal yang bisa kita kompromikan saat membuat keputusan tersebut, selama tidak begitu mengubah tujuan yang kita tetapkan di awal. Misalnya di saat pandemi ini, karena memiliki lebih banyak waktu di rumah, saya memiliki komitmen untuk hidup lebih sehat dengan rutin berolahraga setiap harinya. Ini adalah salah satu hal yang cukup sulit sebenarnya, karena biasanya akan ada saja alasan untuk menunda berolahraga.
Bila kita sudah tahu tujuan kita, maka biasanya kita akan lebih mudah membuat dan melakukan keputusan yang kita pilih.
Untuk mendukung keputusan ini, saya pun membeli sejumlah peralatan olahraga yang selain dapat menunjang aktivitas, juga secara tidak langsung akan membuat saya semakin termotivasi untuk berolahraga. Saya tidak akan berkompromi akan alokasi waktu saya untuk olahraga di tiap harinya karena bila saya melewati satu hari saja, bisa jadi saya akan dengan lebih mudah melewatkan satu hari lainnya di lain waktu yang akan berujung pada tidak sesuainya dengan tujuan yang sudah ditetapkan. Namun, saya akan berkompromi dengan anggaran dana yang saya miliki. Mengingat dalam situasi pandemi saya harus kembali mengatur alokasi keuangan, saya pun harus jeli memanfaatkan promo yang ada. Misalnya, karena saya memiliki tabungan PermataME dari PermataBank yang memberi cashback sebesar 20% untuk setiap pembelanjaan online, saya pun bisa membeli beberapa barang yang mendukung olahraga seperti barbel, jam tangan, dan lain sebagainya dengan lebih hemat. Beginilah kira-kira yang saya maksud dengan kompromi namun tetap berkomitmen pada tujuan.