Sashiko adalah seni kerajinan yang muncul pada saat kapas tengah menjadi komoditi berharga di Jepang. Pada masa ini, karena bernilai cukup tinggi, orang tidak dapat membeli begitu saja kain katun atau menyingkirkan pakaian mereka karena belum tentu sanggup membelinya kembali. Untuk mengakalinya, mereka pun menggabungkan kain katun dengan bahan kain lainnya yang lebih terjangkau, agar pakaian mereka lebih tebal dan dapat digunakan juga pada musim dingin.Teknik jahit yang digunakan untuk menggabungkan kedua jenis kain tersebut kemudian dikenal dengan nama sashiko. Teknik jahit sashiko sebenarnya adalah teknik menjahit sulam jelujur, yang akhirnya pada perkembangannya diatur untuk membentuk sebuah pola tertentu. Sebuah kain yang dihias sashiko akan memiliki ciri khas berupa aksen dekoratif benang yang dijahit jelujur kecil-kecil, yang memenuhi seluruh atau sebagian permukaan kain. Selain berfungsi untuk menggabungkan dua jenis bahan kain, pada mulanya, sashiko pun diaplikasikan dengan tujuan untuk memberi kekuatan lebih pada kain agar tidak mudah robek dan mampu bertahan lama. Seiring berjalannya waktu, aplikasi teknik jahit sashiko pun telah bergeser penggunaannya menjadi lebih berat pada fungsi estetik dan pemanis tampuilan.
Apa yang saya senangi dari aktivitas kerajinan tangan satu ini adalah sifatnya yang meditatif serta praktis dibawa kemana saja untuk mengisi waktu. Tinggal di Jakarta, saya merasa waktu saya banyak dihabiskan di jalan dengan kemacetan sebagai kondisi yang hampir selalu dijumpai setiap hari. Dalam ruang mobil yang tidak terbatas, menjahit – khususnya membuat sashiko – adalah pilihan yang saya gemari agar dapat tetap merasa tenang dan fokus. Umumnya, banyak diantara kita yang memilih membuka telepon genggam untuk mengisi waktu saat berada di tengah kemacetan. Tidak salah juga, karena ada banyak hal produktif dan rekretaif yang dapat dilakukan menggunakan telepon genggam. Namun, sejalan dengan banyaknya hal positif yang dilakukan di telepon genggam, sebanyak itu pula potensi distraksi yang mungkin muncul dan justru dapat membuat kita merasa tidak tenang.
Tiap kali saya menusukkan jarum ke dalam kain untuk membuat sulaman, saya perlu melibatkan konsentrasi dan sikap penuh sadar dalam prosesnya. Terdapat pola gambar yang tengah saya ingin bentuk yang memiliki tingkat kerumitan masing-masing. Ada yang memiliki ukuran besar, memiliki lekuk kurva di sejumlah tempat, atau pola berulang yang membutuhkan konsistensi besar ukuran jahitan. Bila diperhatikan, hasil jahit sashiko biasanya memiliki besar lebar jahitan dengan ukuran kecil dan sama antara satu dengan yang lainnya, untuk membuatnya terlihat rapi dan indah. Oleh karenanya, saya harus menjaga fokus saya dengan memperhatikan tiap besarnya sulaman yang saya buat, benang yang saya tarik, dan pola dasar yang harus diikuti. Inilah yang membuat proses pengerjaannya dapat memakan waktu cukup lama. Umumnya, bila pola yang saya kerjakan sederhana dan tidak terlalu besar, dalam hitungan satu hingga tiga hari saya sanggung menyelesaikannya. Namun, bila saya harus membuat sashiko di medium kain yang lebih besar, terlebih beserta pola yang cukup rumit atau penggunaan sejumlah warna benang, waktu yang diperlukan bagi saya menyelesaikannya bisa mencapai tiga minggu lebih.
Bagi pemula yang belum terbiasa, mungkin tantangan dalam membuat sashiko adalah menjaga fokus dan kesabaran untuk menyelesaikan sebuah desain pola. Untuk itu, ada baiknya bagi pemula, mereka memilih pola yang sederhana saat pertama kali mencoba membuat sashiko. Biasanya, saat kita berhasil meyelesaikan satu tantangan dan merasa puas, kita akan terpacu untuk mencoba kembali hal tersebut dengan tingkat yang lebih sulit. Dalam konteks membuat sashiko, saat kita berhasil membuat satu helai kain terisi motif sulam dan merasa senang melihat hasilnya, kita pun memiliki kecendrungan untuk mencobanya kembali.
Pertanyaannya kini adalah, bagaimana bila kita belum terbiasa berdiam lama? Justru melalui sashiko, saya rasa latihan konsentrasi dan kesadaran diri itu dapat dilatih. Dalam tiap langkah proses pengerjaannya, biasanya kita akan menaruh pikiran dan perhatian hanya pada jarum serta kain yang berada di depan kita, alih-alih berpikir kesana kemari. Saya rasa, itu merupakah salah satu penerapan mindfulness dalam aktivitas sehari-hari. Seiring bertambahnya usia, pikiran kita cenderung mengingat masa lalu atau masa depan. Padahal, apa yang terjadi di masa lalu dan masa depan, tidak dapat kita kendalikan. Pada saat itu, kita merasa bahwa hati kita sering beralih ke hal-hal negatif seperti kecemasan dan penyesalan. Saat kita fokus di masa sekarang, kita dapat merasakan bahwa hati kita lebih tenang dan stabil. Banyak yang berpendapat, salah satu cara mencapai mindfulness adalah melalui meditasi. Sementara itu, inti dari meditasi adalah memusatkan pikiran pada nafas dan waktu yang berjalan di saat ini. Bukankah sama saja dengan saat kita membuat sashiko?