Masing-masing manusia punya perjalanan yang berbeda-beda. Katanya, dalam perjalanan itu yang paling penting bukan destinasinya, melainkan proses dan cerita yang terjadi sepanjang perjalanan. Katanya juga, cerita dalam perjalanan lah yang menjadikan siapa kita sekarang ini. Tapi yang pasti, melalui perjalanan kita berubah dan bertumbuh.
Satu lagi yang kerap lupa untuk dipikirkan, bisakah perjalanan direncanakan? Hal ini kemudian dibahas dalam film My Father Marianne. Film ini mengisahkan Lasse, seorang pendeta. Ia dikenal dengan baik oleh penduduk kotanya sebagai Ayah yang baik serta panutan bagi jemaatnya. Bertubuh besar dan mempunyai janggut yang cukup lebat, siapa yang menyangka bahwa dibalik perawakan tersebut, Lasse menyimpan sisi yang feminim. Dibalik maskulinitasnya, jauh didalam dirinya, Ia merasa bahwa dirinya adalah seorang perempuan. Hal ini sudah diketahui pula oleh istrinya, bahwa di luar dan di dalam rumah, Lasse mempunyai kepribadiaan yang berbeda.
Hanna, anak perempuan dari Lasse, kembali pulang ke rumah karena tak punya tempat untuk tinggal di kota setelah mengalami patah hati dan ditolak oleh perusahaan tempatnya melamar. Anak laki-lakinya, David, tinggal di garasi rumahnya dan sering datang ke rumah untuk makan. Tidak ada lagi ruang bagi Lasse untuk terus menerus menyembunyikan identitasnya. Hingga akhirnya, ia memerankan peran sebagai Marianne.
Perjalanan seseorang dalam menerima dirinya bukanlah perjalanan yang pendek. Seperti Marianne, yang terperangkap dalam tubuh Lasse sedari dulu, perjalanan juga butuh waktu dan waktu terus bergerak bagaikan bom yang akan segera meledak bagi Lasse dan Hanna. Waktu, juga esensial dalam hal penerimaan. Sehari-semalam tidaklah cukup bagi keluarga Marianne untuk menerima perubahan yang sedang terjadi, namun, yang terpenting adalah bagaimana kita selalu berada disamping mereka yang sedang berubah dan sama-sama belajar dan beradaptasi dengan perubahan.
Perjalanan seseorang dalam menerima dirinya bukanlah perjalanan yang pendek. Poin terpenting dari perjalanan adalah bagaimana kita selalu berada disamping mereka yang sedang berubah kemudian bersama-sama belajar dan beradaptasi dengan perubahan.
Perjalanan dan perubahan selalu berjalan beriringan. Perjalanan terasa menakutkan, begitu pula dengan perubahan. Terkadang, perubahan adalah destinasi dari perjalanan. Rasanya memang berat sekali menerima perubahan, terutama menerima sebuah perubahan terhadap hal-hal yang sangat ditabukan oleh masyarakat, seperti Hanna yang harus menerima bahwa Ayahnya sekarang adalah seorang perempuan. Tapi perubahan juga membuat kita kaya akan pelajaran dan sudut pandang untuk memaknai hidup.
Pada akhirnya, perjalanan dan perubahan tergantung dengan bagaimana cara kita menyikapinya. Ada yang menyangkalnya dan ada juga yang mudah menerimanya. Ada juga, yang memilih untuk mengkomunikasikannya secara terbuka. Bagaimana kita menyikapi perjalanan kita, berpengaruh terhadap tujuannya. Pada akhirnya, yang paling penting bukanlah destinasinya, tapi kepada proses perjalanannya.
Pada akhirnya, yang paling penting bukanlah destinasinya, tapi kepada proses perjalanannya.