Bagi sebagian orang tanaman mungkin hanya menjadi dekorasi rumah tangga saja. Bagi sebagian orang lainnya tanaman mungkin menjadi perangkat untuk membuat rumah terasa lebih sejuk. Memang, tanaman memiliki banyak sekali fungsi. Utamanya untuk membawa hawa sejuk di dalam rumah. Walaupun banyak juga orang yang sering salah persepsi tentang tanaman yang menghembuskan karbondioksida di malam hari. Sampai ada yang takut mempunyai tanaman di dalam ruangan karena takut sesak napas saat tidur. Benar, ketika malam hari tanaman mengeluarkan gas karbondioksida. Akan tetapi jika diteliti lebih menyeluruh, sebenarnya persentasi karbondioksida yang dihembuskan tidak bisa sampai membuat kita sakit. Bagaimana pun oksigen yang dihasilkan tanaman lebih banyak ketimbang karbondioksida yang dikeluarkan. Jika tidak, coba bayangkan selama ini kita hidup di bumi bertahun-tahun dikelilingi pepohonan yang amat besar. Kalau betul mereka menghembuskan karbondioksida yang membahayakan mungkin manusia sudah punah sekarang.
Jadi sesungguhnya, memelihara tanaman jauh lebih banyak manfaatnya ketimbang kerugiannya. Bagiku sendiri, tanaman lebih dari sekadar memberikan kesejukan di dalam ruangan, mempercantik tampilan rumah atau membantu kita menyelamatkan bumi dari pemanasan global. Ia lebih dari itu. Tanaman, buatku, seakan menjadi teman hidup yang selalu siap menyambut dengan ketenangan setiap kali pulang ke rumah. Energi negatif yang berasal dari stres karena pekerjaan, serta hiruk-pikuk kota seakan diserap olehnya kemudian digantikan dengan energi positif. Ia seakan mengerti bagaimana kelelahanku seharian dan menyejukkan hati dengan warna daunnya yang tumbuh subur dan menghijau.
Tanaman, buatku, seakan menjadi teman hidup yang selalu siap menyambut dengan ketenangan setiap kali pulang ke rumah. Energi negatif yang berasal dari stres karena pekerjaan, serta hiruk-pikuk kota seakan diserap olehnya kemudian digantikan dengan energi positif.
Lebih dari itu, aku menemukan pelajaran yang amat berharga dari bercocok-tanam yaitu menghargai proses hidup. Merawat tanaman tidaklah mudah dan instan. Diperlukan langkah demi langkah serta konsistensi dan komitmen untuk terus membuatnya hidup, apalagi subur. Diperlukan kesabaran ekstra untuk menjaganya sebab ia bukan makhluk hidup yang bisa memberikan sinyal jika sedang “sakit” atau yang bisa bergerak sendiri untuk bertahan hidup. Apalagi setiap tanaman punya karakter dan kapasitasnya masing-masing. Ada yang suka air ada yang tidak. Ada yang perlu banyak sinar matahari, ada yang tidak. Belum lagi teknik penyiraman yang berbeda-beda untuk setiap tanaman. Salah menentukan cara merawat bisa membuatnya rusak bahkan mati. Perlu banyak riset, uji coba hingga akhirnya bisa berhasil menumbuhkan tanaman dan menemukan cara yang paling tepat merawatnya.
Di awal aku seringkali membeli lalu tidak berhasil menumbuhkannya hingga akhirnya mati. Lalu beli lagi yang baru. Terus mencari cara untuk merawatnya. Tetapi ketika akhirnya berhasil membuatnya tumbuh subur, rasanya bahagia sekali. Melihatnya mengalami perubahan dari yang sekadar tunas, bahkan tidak jarang aku membeli tanaman yang dari awal sudah mengalami kerusakan. Merawatnya dari nol kemudian menyaksikan perubahannya menjadi rimbun adalah sebuah self-reward. Seolah mendapat penghargaan terbesar yang tidak tergantikan. Perasaan inilah yang membuatku bisa lebih menghargai proses hidup. Merawat tanaman menguji kesabaranku dan membuatku lebih bisa bersyukur dengan proses yang sedang kita alami dalam kehidupan.
Merawat tanaman menguji kesabaranku dan membuatku lebih bisa bersyukur dengan proses yang sedang kita alami dalam kehidupan.
Lambat laun, aku merasa seperti menjadi orang tua bagi tanaman-tanamanku. Memiliki tanggung jawab yang besar untuk membuatnya berada dalam kondisi terbaik. Seperti ketika aku pergi liburan, aku selalu gusar. Dalam benak memikrikan bagaimana mereka di rumah. Walaupun sudah menitipkan pada teman untuk menjaga dan merawatnya sesuai dengan panduanku, tapi aku percaya tanaman bisa merasakan perbedaannya. Entah bagaimana mereka seperti tahu bahwa orang tersebut bukanlah orang tuanya. Jadi tiap kali pulang berlibur dalam waktu yang lama, ada saja daun yang kering atau tanaman yang mati.
Oleh sebab itu, aku percaya tanaman memiliki perasaan. Ketika merawatnya dengan baik, penuh perasaan, kita sebenarnya telah membagikan perasaan padanya. Sehingga ia berangsur-angsur tumbuh dengan baik dan subur. Mungkin mereka yang mengetahui ini merasa aku hanya sedang memberikan sugesti atau berasumsi dengan diri sendiri saja. Tapi percaya tidak percaya aku membuktikan bahwa setiap kali aku berbicara dengan tanaman yang sedang mengalami kerusakan, memberikannya perhatian, dan berempati dengan kondisinya, hari demi hari ia akan membaik. Biasanya aku akan bilang, “Jangan sakit ya, ini sedang aku sirami, aku beri pupuk.” Aku merasa ia bisa mendengarku dan merasakan upayaku yang sudah merawatnya. Sehingga ia seolah menjadi punya motivasi untuk mengembalikan daunnya yang menguning menjadi hijau. Setelah ia membaik, ia pun kembali memberikan kebahagiaan dan self-rewarding padaku.
Aku percaya tanaman memiliki perasaan. Ketika merawanya dengan baik, penuh perasaan, kita sebenarnya telah membagikan perasaan padanya.