Memulai karir di industri musik pada usia yang terbilang belia membuat The Overtunes juga bertumbuh sebagai individu seiring dengan perjalanan bermusik mereka. Mengutarakan opini menjadi salah satu hal yang masih dan terus berusaha mereka pelajari bersama, untuk bisa berkolaborasi dan berkarya dengan banyak orang lain yang juga sedang berproses. Kali ini, The Overtunes membagikan perjalanan mereka untuk bisa berani beropini bersama Greatmind.
Mikha (MI): Kalau kita mau tarik dari awal ceritanya The Overtunes, kita merasa bahwa kita bisa bikin lagu sementara mungkin dari (pihak) label bilang “Ini ada lagu bagus, kalian nyanyiin, ya” jadi ada tahap berbeda pendapat juga di mana kita ngerasa kita bisa kontribusi lebih ke album kita sendiri. Ada berbagai perdebatan, album kita bisa nggak ada lagu Bahasa Inggris? Sementara kita udah nulis beberapa lagu Bahasa Inggris.
Pernah tanya juga ke studio, boleh nggak kalau kita rekam sendiri dan cari pemain musik yang memang kita mau di album kita. Itu semua kita perjuangkan gitu, berada ada beberapa tahap di mana The Overtunes cuma dianggap sebagai anak-anak yang mungkin ada potensi untuk bisa terkenal sampai ada masanya mungkin orang label juga merasa bahwa kita beneran bisa nulis lagu. Sampai lama kelamaan, kita pun bisa lihat kalau ke junior kita, kita juga bisa lihat orang yang masih naif itu gimana. Jadi, proses di dalam major label panjang banget dan pembelajarannya penting-penting semua.
Mada (MA): Kita berani menyuarakan opini ketika ada orang di dalam label yang benar-benar menunjukkan bahwa mereka sepenuhnya mendukung kita. Kita rasanya sudah ada di lingkungan yang sangat-sangat aman. Tahu bahwa ada orang yang percaya banget sama kita. Kemudian di tahun-tahun itu juga kebetulan, seinget gue ada anak-anak magang yang seumuran kita. Jadi, ketika kita mau menyampaikan opini kita nggak terlalu takut karena kita kayak ngobrol dengan sesama teman aja. Ada tahun-tahun krusial bagi kita sebenarnya, sekitar tahun ketiga dan keempat kita.
Reuben (RE): Ada orang-orang itu yang memang berani mengambil resiko terhadap kita. Misalnya Kak Inu, yang tanya, “Kalian pernah nggak, sih, rekaman di studio sendiri aja?” Rasanya kalau orang memberikan kita kepercayaan dan tanggung jawab kita malah ingin membalasnya dengan baik.
MI: Setidaknya buat aku pribadi itu memang perjalanan yang susah banget, untuk bisa menyuarakan pendapat atau berani membela ide sendiri itu susah banget. Mungkin salah satu alasannya karena saat pertama kali masuk industri aku masih umur 15 tahun. Kebiasaanku saat itu ketemu siapa pun pasti akan selalu ikut pendapat yang lebih tua. Sampai secara nggak sadar, sekarang sudah hampir tujuh tahun di dalam industri, muncul orang-orang yang lebih muda, aku masih tetap terbiasa ikut dan selalu setuju pendapat orang lain. Mungkin karena terbiasa dari awal, dan itu buat aku ada perjalanan yang panjang dari mulai hanya ikut dan percaya aja walaupun di dalam diri sebenarnya tidak setuju sampai akhirnya sekarang aku bisa yakin dengan apa yang aku punya dan kalau aku mengusulkan ide sekarang aku sudah punya banyak pemikiran akan ide itu. Baru sekarang sepertinya aku bisa memperjuangkan ide dengan sepenuh hati.
RE: Menurutku sebenarnya juga kalau orang salah tangkap akan apa yang kita maksud sebenarnya hampir sepenuhnya bukan salah orang yang menerima. Dalam artian, sebenarnya jalan pikiran orang tidak pernah ada yang benar-benar sama. Jadi, kalau kita mau mengomunikasikan, terlebih ide-ide kreatif diusia yang sangat muda sebenarnya kita lihat secara langsung bahwa satu karya musik untuk diproduksi dengan baik dan disampaikan di masyarakat sebenarnya butuh kerjasama begitu banyak orang.
Menurutku sebenarnya juga kalau orang salah tangkap akan apa yang kita maksud sebenarnya hampir sepenuhnya bukan salah orang yang menerima. Dalam artian, sebenarnya jalan pikiran orang tidak pernah ada yang benar-benar sama.
MI: Memang beda banget tahapnya kalau orang seperti kita yang mungkin dari kecil hanya berkumpul dalam lingkup keluarga tiba-tiba langsung masuk ke industri yang besar dan diarahkan untuk menjadi seorang artis kayaknya beda banget dengan orang yang masuk ke industri musik sebagai orang yang memang ingin menciptakan musik dan ingin menemukan lingkungannya. Benar yang tadi Reuben bilang, kita ingat banget dulu setiap kali kita manggung atau promo ke radio, label menciptakan suasana bahwa seakan kita ini spesial banget, pokoknya kita harus selalu jadi bintangnya, lah.
Sepertinya itu adalah awalan di mana kita sadar mungkin kita kurang cocok dengan gaya hidup seperti itu. Tapi ada juga orang yang datang dari lingkungan berbeda yang sebenarnya lebih suka untuk datang ke suatu tempat dan berkolaborasi. Perbedaan posisi tersebut yang awalnya menjadi kesulitan bagi kita. Ketika kita sudah tidak diposisi itu lagi, ada masa di mana kita bingung untuk menghubungi siapa. Bagaimana cara mengajak orang lain untuk kolaborasi atau kerjasama, sama sekali nggak tahu caranya. Bisa jadi karena sebelumnya sudah terbiasa dikerjakan oleh orang lain, dan kita merasa sangat dijauhkan dari aspek itu, selalu terima jadi aja. Dari situ kita agak shock karena kita harus ngurusin segala hal tapi sebenarnya kita kurang mengerti cara melakukannya. Masih minder dan nggak tahu harus bilang apa, itu masalah awal ketika kita harus jalan sendiri. Banyak mindernya.
Melawan minder buat aku pribadi perjalanannya lumayan panjang karena rasa percaya diri juga tidak bisa dibohongi. Menurut aku rasa pencaya diri hadir ketika kita memaksa diri untuk ketemu orang dan berkolaborasi dengan orang yang tadinya aku anggap jauh di atas aku, dalam segi kemampuan atau lingkungan. Kalau aku secara insting pasti bilang, nggak mungkin. Nanti kalau ketemu mau kasih apa? Itu pikiran yang sangat nyata tapi harus banget dilewatin dan aku bersyukur banget ada banyak momen di hidup aku kemarin, di mana aku memaksa untuk berkolaborasi dengan banyak orang dan akhirnya ketemu kesimpulan paling penting bahwa semua orang sebenarnya hampir sama. Orang yang tadinya aku anggap paling bisa semuanya dan paling jago di bidangnya ternyata punya banyak pertanyaan dan mereka minder juga tentang beberapa hal di mereka dan dari situ aku baru sadar betapa miripnya kita semua. Betapa manusianya aku dan orang itu.
Melawan minder buat aku pribadi perjalanannya cukup panjang karena rasa percaya diri juga tidak bisa dibohongi. Menurut aku rasa pencaya diri hadir ketika kita memaksa diri untuk ketemu orang dan berkolaborasi dengan orang yang tadinya aku anggap jauh di atas aku, dalam segi kemampuan atau lingkungan.
RE: Jadi, begitulah Greatminders kira-kira percakapan sehari-hari yang biasa dan luar biasa yang telah membentu dan mengubah-ubah perspektif kita sampai hari ini.