Ketika tahun 2020, saat pertama kali diumumkan bahwa kita harus menjalankan PSBB saya merasa situasinya sangat mencekam, paling tidak di sekitar lingkungan tempat tinggal saya. Di tengah situasi yang sulit tersebut, saya merasa pandemi membuka topeng dan menunjukkan wajah orang-orang yang saya kenal. Mana yang memang benar-benar teman, mana yang hanya datang untuk basa-basi, atau bahkan tidak pernah ada sama sekali.
Saat harus tetap di rumah, saya mensyukuri kehadiran istri, anak, dan ayah saya yang masih ada di samping saya. Sepertinya saya bisa tetap waras karena kehadiran mereka. Pandemi memberikan saya kesempatan untuk bisa menghabiskan waktu dengan keluarga, melihat tumbuh kembang anak saya yang lahir pada Desember 2019 lalu. Momen kemarin membuat saya sadar betapa kurang bersyukurnya saya selama ini.
Tahun 2020 entah bagaimana bisa menghadirkan versi terbaik dari diri saya. Di saat keadaan penuh dengan perubahan dan juga memengaruhi keadaan finansial banyak orang, justru banyak ide yang mengalir pada momen tersebut. Suasana yang dihadirkan oleh tahun 2020 membuat saya bisa menangkap perasaan kakek saya yang hanya digaji 50 Rupiah pada zaman penjajahan Jepang di Indonesia. Terlepas dari banyaknya kabar buruk yang muncul, saya bersyukur bisa bertemu tahun 2020 karena saya bisa merefleksikan diri lebih dalam.
Selama menghabiskan waktu di rumah, saya merasa bisa memutar ulang momen dari tahun-tahun sebelumnya. Kemarin mungkin saya kurang bersyukur, terlalu boros, kurang menghargai kesehatan, kurang menghargai kesempatan. Meski begitu saya masih diberi kesempatan untuk bisa melakukan banyak hal saat pandemi.
Selain memberikan kesempatan untuk bisa menghabiskan waktu dengan keluarga, saya juga belajar banyak hal selama berada di rumah. Saya belajar fotografi, rekaman musik, bahkan mengerjakan film. Hingga akhirnya lahirlah album “Mesin Waktu 2020”. Saya merasa tahun 2020 layaknya mesin waktu yang membuat saya merenungkan banyak hal dan momen yang sudah terlewati.
Dalam perjalanan merilis album ini, saya mengeluarkan satu lagu setiap bulannya yang bisa didengarkan di platform-platform musik digital. Album ini adalah anugerah dari Tuhan buat saya, semua lagu yang ada di sini dikerjakan pada masa yang tidak mudah. Jika bisa merekomendasikan, ada tiga lagu yang bisa menjadi perkenalan bagi album ini yaitu Dunia Batas, Namamu Ku Eja Pelan-Pelan, dan Di Seberang Sana. Ketiga lagu ini bercerita tentang menyelami diri sendiri.
Tahun 2020 dan pandemi mengajarkan saya untuk diam. Saya belajar mencermati dan mendengar lebih banyak. Rasanya kemarin saya jarang sekali bersedia mendengarkan orang lain. Baik saat bermusik ataupun bersama keluarga sepertinya saya adalah orang yang sangat egois, hanya bersedia mendengar apa yang ingin didengar. Meski itu repetitif dan membosankan, saya belajar untuk diam dan mendengarkan. Saya mencoba lebih banyak mencermati, ternyata lebih susah mendegarkan daripada menyampaikan sesuatu.
Sepertinya kemarin saya terlalu banyak menyampaikan perintah atau permintaan. Mendengarkan dan diam, diam sambil mendengarkan adalah pelajaran paling penting yang saya dapatkan dari situasi pandemi.
Dari dulu saya tidak pernah berandai-andai dalam menciptakan sebauh lagu, pada album terbaru ini saya seperti dibukakan portal mesin waktu dan melakukan penjelajahan waktu. Saya hanya berharap lagu ini bisa didengarkan dan membuat siapapun yang mendengar menemukan dirinya sendiri. Selamat bersyukur, selamat mengobati diri sendiri yang selama ini mungkin tidak kamu perhatikan, selamat mendengarkan suara-suara yang sudah terlupakan selama ini.
Saya hanya ingin berterima kasih untuk mata dan telinga yang masih terbuka sampai sekarang.