Hubunganku dengan keluarga memang sangat dekat. Dari kecil hingga SMP bahkan aku sekeluarga tidur di kamar yang sama, ada aku, Kakak, Ibu, dan Bapak. Mungkin ini juga yang membuat ikatanku dengan orang tua menjadi lebih kuat. Sebenarnya aku merasa paling dekat dengan Ibu, karena saat kecil aku hampir selalu menghabiskan waktu bersama Ibu dan Kakak. Mulai dari belanja bulanan hingga jalan-jalan. Aku juga tetap dekat dengan Bapak, tapi Bapak memang selalu bekerja. Jadi setiap hari ia berangkat ke kantor sejak jam 7 pagi. Memang, ia sangat berdedikasi untuk pekerjaannya sebagai diplomat.
Sosok Bapak di mataku adalah pemegang hierarki tertinggi di keluarga. Bapak biasanya akan tetap hadir untuk keluarga di akhir pekan atau saat libur panjang. Setiap akhir pekan, ia sering mengajak kita sekeluarga untuk pergi bersama ke Six Flag atau pergi ke tempat rekreasi lainnya. Bapak punya caranya sendiri dalam menyampaikan rasa kasih sayang ke anak-anaknya. Mungkin bukan dengan kata-kata manis dan pelukan, ia lebih suka memberikan hadiah sebagai bahasa cinta pada anaknya. Meskipun begitu, aku tetap punya banyak kenangan bersama Bapak melalui percakapan yang kita lakukan. Aku selalu merasa Bapak adalah sosok yang aku hormati. Baik Ibu ataupun Bapak, I love both so much.
Sosok Bapak di mataku adalah pemegang hierarki tertinggi di keluarga. Bapak punya caranya sendiri dalam menyampaikan rasa kasih sayang ke anak-anaknya. Mungkin bukan dengan kata-kata manis dan pelukan, ia lebih suka memberikan hadiah sebagai bahasa cinta pada anaknya.
Aku sangat menghormati sosok Bapak yang punya hierarki tertinggi dalam keluarga, tapi setelah punya anak aku ingin punya hubungan emosional yang lebih kuat. Aku ingin menjadi sosok Bapak yang selalu ada dan selalu bisa diajak berbincang. Entah mengapa bisa dikatakan aku ingin menjadi antitesis dari sosok Bapak yang aku pahami selama ini. Aku ingin memberi dukungan emosional terbaik yang bisa aku berikan pada anakku, sebaik mungkin yang bisa aku kasih. Sekarang aku juga sedang suka “berantem-beranteman” dengan anak. Ini juga sebagai pelajaran bagi anak. Menurutku lebih baik dia meluapkan energi atau emosi dengan bapaknya, agar ia tidak menjadi individu yang agresif dengan teman-temannya. Kadang sebelum tidur aku suka bilang, hey, if you wanna fight just ask me.
Setelah punya anak, aku ingin punya hubungan emosional yang lebih kuat. Aku ingin menjadi sosok bapak yang selalu ada dan selalu bisa diajak berbincang. Aku ingin memberi dukungan emosional terbaik yang bisa aku berikan pada anakku, sebaik mungkin yang bisa aku kasih.
Banyak sekali momen tak terlupakan sebagai bapak, bahkan mulai dari anakku lahir. Aku belum pernah sesedih dan sebahagia itu sebelumnya. Saat itu agak dramatis sebenarnya, tapi juga lucu. Jadi, proses persalinannya cukup sulit karena normal. Dari pembukaan 1 hingga 8 berjalan dengan baik tapi saat memasuki pembukaan ke-9 ternyata Kaiu, anakku, kepalanya terlilit tali pusar sehingga harus operasi caesar. Ternyata saat pindah ruangan, ia lahir di ruangan operasi. Itu momen yang teramat sangat emosional. Aku belum pernah sebahagia itu sebelumnya. Melihat tingkahnya selalu berhasil membuatku bahagia. Dia selalu tersenyum, itu juga yang menjadi semangat aku untuk hidup. Setiap melihat dia rasanya seperti melihat ikan di akuarium, rasanya tenang. Aku seakan punya alasan untuk hidup dan bekerja keras untuk keluarga.
Perubahan yang terasa setelah menjadi bapak, aku jadi lebih punya banyak kekhawatiran dan ketakutan. Dulu bahkan aku terlalu takut untuk pasang car seat, ragu apakah sudah terpasang dengan benar atau belum. Atau ketika pergi ke mall, takut akan pandangan orang lain karena nggak berani menaikan anak ke elevator. Tapi seiring berjalannya waktu aku merasa harus punya pola pikir bahwa apa pun perjalanan yang harus dilewati sebagai orang tua, ya, dijalani saja. Punya anak bukan berarti hanya kita yang harus mengajari mereka dalam melakukan sesuatu, kadang kita juga terkejut karena kita bisa belajar dari anak dalam melakukan suatu hal.
Seiring berjalannya waktu aku merasa harus punya pola pikir bahwa apa pun perjalanan yang harus dilewati sebagai orang tua, ya, dijalani saja. Punya anak bukan berarti hanya kita yang harus mengajari mereka dalam melakukan sesuatu, kadang kita juga terkejut karena kita bisa belajar dari anak dalam melakukan suatu hal.
Lagu “Warm Sheets” bisa dikatakan sebagai penyampaian janjiku kepada orang-orang terdekat bahwa I’m always gonna keep you warm just like warm sheets. Aku selalu teringat akan kasih sayang dari sosok Ibu, setiap kali ibu bilang “yuk, sudah waktunya tidur,” kalimat itu selalu meninggalkan perasaan yang menyenangkan. Aku sangat happy dengan melodi, lirik, dan semua bagian dari lagu ini. Ini adalah caraku untuk bilang bahwa aku bersedia memberikan semuanya kepada orang-orang yang aku sayang. Bisa dibilang lagu ini adalah bentuk paling murni dari rasa kasih sayang yang bisa aku tulis. I’m gonna give them the warmest love that I could give. Proses pengerjaan lagunya juga dikerjakan dalam fase paling bahagia sepanjang hidupku. Aku belum pernah sebahagia ini saat belajar, membuat musik, atau menulis lirik. Menurut aku ini juga salah satu contoh saat aku memberikan the warmest love.