Apa sih kebahagiaan itu? Apakah ketika pekerjaan dan keuangan lancar? Tapi kalau ternyata kita tidak bisa menikmati apa yang dimiliki, tidak punya orang-orang terdekat yang dapat dibagikan rezeki itu kita sebenarnya bisa saja tetap tidak bahagia. Lalu apa itu bahagia?
Banyak orang yang masih mencari arti bahagia itu sendiri kemudian menjadikannya tujuan utama hidup. Berbeda dengan apa yang aku pikirkan. Menurutku menjadikan kebahagiaan sebagai tujuan utama hidup bisa membuat kita tidak bahagia dalam prosesnya. Memahaminya, aku jadi lebih santai menjalani keseharian tanpa harus memikirkan apa yang dapat membuatku paling bahagia di masa depan. Aku berusaha menghargai apa yang aku miliki. Keluarga yang mendukung, pertemanan yang memahami perjalanan hidupku adalah hal-hal kecil yang perlu aku hargai karena mungkin tidak semua orang punya itu. Inilah yang akhirnya juga membuatku mudah merasa bahagia dengan apa yang ada di sekelilingku.
Menjadikan kebahagiaan sebagai tujuan utama hidup bisa membuat kita tidak bahagia dalam prosesnya.
Jujur, aku bukan tipe orang yang bisa menetapkan definisi bahagia dengan satu hal saja. Main sama kucing atau sekadar bertemu dengan teman-teman saja sudah bisa jadi definisi bahagia. Aku tahu semua orang pasti mau bahagia tapi aku tidak menjadikan kebahagiaan sebagai sebuah keharusan yang dikejar. Go with the flow. Itulah yang cukup menjelaskan kepribadianku. Aku lebih suka menikmati apa yang ada sekarang – saat ini. Karena kenyataannya tidak sulit membuatku senang. Tidak perlu sesuatu yang besar. Kalau sedang merasakan hal yang tidak menyenangkan saja aku bisa dengan mudah mencari hal-hal kecil yang dapat membuat lebih bersyukur dan mengembalikan suasana hati yang baik. Meskipun aku tahu hidup tidak mungkin bahagia terus. Kalau sepanjang hidup selalu bahagia rasanya jadi tidak bisa benar-benar membedakan mana bahagia mana tidak.
Ada saatnya juga aku merasa tidak bahagia. Seperti terkadang punya ekspektasi yang ternyata tidak tercapai. Jika itu terjadi biasanya aku pasti akan evaluasi apa yang membuat ekspektasiku tidak tercapai. Setelahnya ya sudah mencoba melakukan yang terbaik di kemudian hari. Pada dasarnya aku tidak suka berlama-lama dalam situasi tidak menyenangkan.
Seperti misalnya dulu ketika punya ekspektasi atau opini yang berbeda dengan orang lain aku seringkali tidak berani bilang karena takut melukai. Takut merusak hubungan yang sudah dijalin lama. Akhirnya aku memendam rasa tidak terima pada situas. Kesal dan sedih sendiri. Aku memang seseorang yang tidak suka konflik. Malas membicarakan apa yang tidak aku suka lalu menyangkal bilang, “Kayaknya tidak apa-apa berada di kondisi tidak menyenangkan ini.” Walaupun sebenarnya aku hanya menumpuk perasaan yang mengganjal saja. Lambat laun aku mulai melakukan evaluasi diri dan mulai menyadari untuk melepas satu persatu emosi dalam satu kondisi yang aku tidak terima. Aku mulai menelaah segala perasaan yang bisa disampaikan ke orang lain apakah memang bisa dibicarakan baik-baik. Semakin aku belajar untuk terus melepaskan perasaan tidak terima itu semakin aku bisa merasa lega dan bahagia.
Semakin aku belajar untuk terus melepaskan perasaan tidak terima itu semakin aku bisa merasa lega dan bahagia.
Sebenarnya aku juga tidak tahu apakah sikapku sekarang yang lebih 'bodo amat' lebih baik daripada sikapku yang lebih memikirkan perasaan orang. Aku tidak tahu apakah ini bisa membuatku jadi pribadi yang lebih baik atau tidak karena parameter kebaikan buatku sangat abstrak. Setiap orang punya standar yang berbeda-beda dalam menentukan kriteria pribadi yang lebih baik. Yang aku pilih adalah perilaku yang bisa membuatku lebih sehat. Ketika sekarang sudah bisa lebih bicara pada orang-orang terdekat apa yang dirasakan aku merasa lebih lega. Sebelum bisa terbuka orang sekitarku sering bertanya-tanya, "Sheila maunya gimana, sih?" Sekarang mereka jadi lebih paham apa yang aku mau.
Aku juga cukup percaya definisi kebahagiaan bisa saja berubah nantinya. Karena manusia pasti berubah seiring pengalaman yang dilewati. Contohnya di aspek hubungan asmara. Dulu aku merasa lebih bahagia jika bisa bersama dengan seseorang yang perhatian sekali. Tapi sekarang aku merasa tidak harus. Kalau ada pekerjaan sampai tidak bisa dihubungi aku lebih memilih untuk bersama seseorang yang bisa memahami bagaimana aku butuh ruang sendiri. Sehingga sekarang hubungan yang ideal menurutku adalah hubungan dengan komunikasi dua arah yang bisa dengan leluasa berkata sejujurnya jika ada masalah. Aku berharap orang tersebut bisa mendukung apa yang aku lakukan dan memberitahu jika aku ada kesalahan.
Aku juga cukup percaya definisi kebahagiaan bisa saja berubah nantinya. Karena manusia pasti berubah seiring pengalaman yang dilewati.
Dengan tidak menetapkan arti kebahagiaan, hubungan, pertemanan dan keluarga harmonis aku dapat belajar untuk lebih menghargai apa yang aku punya dan memahami orang lain. Kebahagiaan, hubungan keluarga, pertemanan dan percintaan itu bukan hanya tentang diri sendiri. Tidak cuma mendahulukan kebahagiaanku dan mengabaikan kebahagiaan orang lain. Sebisa mungkin aku ingin ketika aku bahagia orang di sekitarku juga bahagia.