Self Work & Money

Ambisi Untuk Berkarya

Banyak orang yang bertanya, apa yang mendorong aku untuk terus produktif berkarya. Bagiku alasannya, pertama, ini adalah passion-ku. Kedua, mungkin ini adalah bentuk rasa syukurku. Aku merasa mendapat privilege yang luar biasa. Tidak semua orang diberi kesempatan yang sama, jadi aku merasa ini adalah tanggung jawab yang Tuhan beri untuk digunakan sebaik-baiknya. Aku harus terus berkarya, berkontribusi, dan berbagi untuk orang banyak.

Yang ketiga, aku selalu memiliki ambisi. Menurutku aku agak ambisius, dan menurutku juga, ambisius adalah energi yang sangat positif bila kita mengelolanya dengan baik. Aku selalu punya tujuan yang jelas, entah dalam jangka pendek atau panjang. Kalau kita punya tujuan serta dorongan yang kuat, kita akan terpacu untuk terus berkarya. Tapi kalau kita mendapati ternyata tujuan atau dorongan ini sudah tidak memacu kita lagi, artinya kita harus mengubah apa goal kita. Dan itu tidak apa-apa. Pentingnya memiliki tujuan adalah kita tahu arah mana yang harus kita tuju agar tidak tersesat. Oleh karenanya, penting untuk selalu mengecek tujuan kita tersebut.

Ambisius adalah energi yang sangat positif bila kita mengelolanya dengan baik.

Terakhir, yang mendorong aku untuk berkarya adalah keluarga. Mereka memiliki peran sangat besar dalam karirku. Aku ingat mendapat pendidikan yang luar biasa disiplin, di mana keluargaku menanamkan pola pikir entrepreneurship sedari kecil. Saat aku ingin sesuatu, orangtuaku tidak membuatnya mudah. Aku diberi uang jajan 50% lebih rendah dibanding teman-temanku. Jadi, bagaimana aku bisa memenuhi kekurangannya adalah aku haru menjual sesuatu atau menabung, agar aku bisa jajan yang sama dengan yang lain. Mereka mendidikku untuk menjadi independen.

Kalau kita punya tujuan serta dorongan yang kuat, kita akan terpacu untuk terus berkarya.

Momen aku terjun ke industri kreatif sebenarnya bermula karena sewaktu sekolah aku di-bully, dan nilaiku juga tidak bagus. Aku merasa insecure, dan oleh karenanya, aku mencari tempat pelarian. Pada akhirnya aku menemukan tempat pelarian ini dalam organisasi. Aku sempat menjadi school captain, serta diberi kesempatan untuk membuat berbagai acara di sekolah. Sejak itu, aku menemukan passion-ku di bidang kreatif, khususnya di event.

Dari sini, aku mendapat kesempatan untuk membuat acara ulang tahun temanku. Waktu itu, aku merasa serunya luar biasa. Saat itu, aku mendapat untung 15.000 rupiah. Terlihat kecil, tapi, that’s the best 15.000 rupiah dalam hidup aku. Setelah itu, aku berkata pada orangtua kalau aku ingin membuat usaha. Bapak (Chairul Tanjung – red) memperbolehkannya, namun ada sejumlah syarat. Pertama, Bapak tidak mau memberi modal. Kedua, tidak boleh pinjam uang ke Bapak. Ketiga, aku tidak boleh meminta uang ke perusahaan Bapak (CT Corp – red). Alasannya, kalau aku rugi, Bapak tidak mau ikut rugi. Jadi aku harus mencari cara untuk memulai dan mendanai usahaku sendiri.

Dari sini, lahirlah Creativepreneur di tahun 2014. Aku membuat acara ini karena pada saat itu, belum banyak acara yang memberi seminar tentang entrepreneurship dan industri kreatif dengan cara yang menyenangkan. Dari acara pertama yang tidak ada yang datang, hingga akhirnya bisa menginspirasi 60.000 lebih anak muda, tidak terasa kini Creativepreneur sudah berjalan lebih dari tujuh tahun.

Mengetahui kesibukanku, banyak orang yang bertanya bagaimana aku bisa menyeimbangkan waktu yang ada. Menurutku, work life balance definisinya berbeda untuk setiap orang,  dan bagiku ini tidak hanya tentang waktu, tapi juga kepuasan kita dengan pekerjaan. Walaupun menurutku my work is my life, aku selalu percaya dan mengutamakan kesehatan mental. Oleh karenanya di perusahaan yang aku pimpin, CXO Media, aku berusaha untuk menanamkan budaya terbuka yang membuat lingkungan bekerja terasa nyaman dan seimbang. 

Walaupun menurutku my work is my life, aku selalu percaya dan mengutamakan kesehatan mental.

Sejujurnya, aku pun masih belajar tentang bagaimana bisa “mendengar badanku” dan berhenti bila dibutuhkan. Tapi, ada beberapa hal yang membantuku mengingatnya. Pertama, dengan memiliki orang-orang di sekitarku yang bisa mendukung. My biggest support system adalah Ibu. Tiap pagi beliau mengingatkanku untuk sarapan, olahraga, serta minum vitamin. Di saat siang, beliau juga mengingatkanku untuk beristirahat dan mengambil napas. It’s a very good reminder bila ada orangtua atau orang dekat yang bisa mengingatkan kita.

Kedua, kalau kita push ourself too hard, pasti akan ada efek negatif muncul mulai dari buntu ide, burnout, hingga sakit. Fakta-fakta sains seperti ini mengingatkanku untuk berhenti dan beristirahat saat badanku sudah memberikan sinyal. Salahku dulu sewaktu memulai karir, aku merasa harus menyelesaikan semuanya bersamaan, jadi tidak memiliki skala prioritas. Sekarang, aku harus tahu apa yang menjadi prioritasku. Jadi, aku memutuskan hanya akan mengerjakan sesuatu yang low effort tapi high impact, atau high effort tapi bigger impact. Kalau hasilnya hanya low impact, aku sudah tidak mengerjakannya lagi. Inilah yang akhirnya membuatku sekarang ini mulai stabil secara emosi dan kesehatan mental.

Salahku dulu sewaktu memulai karir, aku merasa harus menyelesaikan semuanya bersamaan, jadi tidak memiliki skala prioritas.

Selain itu, penting untuk kita memiliki libur. Libur membuat kita bisa escape dari rutinitas sehari-hari sehingga saat otak kita merasa tenang, ide justru banyak yang muncul. Kadang, justru saat liburan aku merasa lebih produktif karena bisa tiba-tiba mendapat ide atau perspektif baru.

Saat ini kerap terdengar istilah hustle culture yang merujuk pada budaya mereka yang suka bekerja atau hustler. Tidak ada salahnya bagiku kalau kita suka bekerja dan memiliki ambisi yang besar. Secara pribadi, bekerja, dan berkarya membuatku merasa hidup. Aku tidak mau menyesal. Jadi, selama aku masih bisa produktif berkarya sebanyak-banyaknya, aku akan menggunakan waktu itu sebaik-baiknya. Tidak ada yang salah dengan hustle culture, asal kita tahu bagaimana caranya mendengar badan kita, memiliki kesadaraan untuk beristirahat, dan tahu kapan harus berhenti, walaupun aku tahu hal ini tidak mudah.

Tidak ada yang salah dengan hustle culture, asal kita tahu bagaimana caranya mendengar badan kita, memiliki kesadaraan untuk beristirahat, dan tahu kapan harus berhenti.

Jangan terlalu keras pada diri sendiri. Pasti ada masanya kita merasa tidak mood, atau melihat orang lain seolah berlari lebih kencang dari kita. Tidak apa-apa, setiap orang memiliki waktunya masing-masing. Tidak semua hal akan selalu baik atau sesuai rencana, tapi ini adalah bagian dari proses yang harus kita syukuri karena dengan melewati proses tersebut, kita bisa belajar lebih banyak untuk menjadi orang yang lebih baik lagi. Kalau kita tahu kita punya niat dan tujuan baik, Tuhan pasti akan menunjukkan jalannya.

 

 

Related Articles

Card image
Self
Alam, Seni, dan Kejernihan Pikiran

Menghabiskan waktu di ruang terbuka bisa menjadi salah satu cara yang bisa dipilih. Beberapa studi menemukan bahwa menghabiskan waktu di alam dan ruang terbuka hijau ternyata dapat membantu memelihara kesehatan mental kita. Termasuk membuat kita lebih tenang dan bahagia, dua hal ini tentu menjadi aspek penting saat ingin mencoba berpikir dengan lebih jernih.

By Greatmind x Art Jakarta Gardens
13 April 2024
Card image
Self
Belajar Menanti Cinta dan Keberkahan Hidup

Aku adalah salah satu orang yang dulu memiliki impian untuk menikah muda, tanpa alasan jelas sebetulnya. Pokoknya tujuannya menikah, namun ternyata aku perlu melalui momen penantian terlebih dahulu. Cinta biasanya dikaitkan dengan hal-hal indah, sedangkan momen menanti identik dengan hal-hal yang membosankan, bahkan menguji kesabaran.

By Siti Makkiah
06 April 2024
Card image
Self
Pendewasaan dalam Hubungan

Pendewasaan diri tidak hadir begitu saja seiring usia, melainkan hasil dari pengalaman dan kesediaan untuk belajar menjadi lebih baik. Hal yang sama juga berlaku saat membangun hubungan bersama pasangan.

By Melisa Putri
06 April 2024