Circle Love & Relationship

Yang Tidak Dibicarakan Saat Bicara Seks

dr. Boyke Dian Nugraha

@drboykediannugraha

Dokter Kebidanan & Konsultan Seks

Ilustrasi Oleh: ROBBY GARSIA (ATREYU MONIAGA PROJECT)

Membahas soal seks di masyarakat memang masih menjadi topik yang tabu. Masih banyak orang tua yang belum mau memberikan pendidikan seks pada anak-anak di usia belia. Begitupun dengan sederetan sekolah-sekolah yang ada di negara kita. Padahal cukup banyak anak remaja yang kedapatan hamil di luar nikah diduga karena tidak mendapatkan pendidikan seks dari sekolah mereka. Tidak ada umur yang pasti memang untuk memberikan pendidikan seks pada anak tapi sedini mungkin sebenarnya lebih baik. Alasannya adalah tidak lain untuk memberikan informasi yang tepat sesuai dengan kapasitas mereka. Apalagi di era modern seperti sekarang di mana anak-anak memiliki akses yang luas untuk menjangkau informasi tentang seks. Daripada mereka mendapatkan dari sumber yang salah bukankah lebih baik orang-orang terdekat, terutama orang tua, yang mengajarkan pendidikan seks. 

Tidak ada umur yang pasti memang untuk memberikan pendidikan seks pada anak tapi sedini mungkin sebenarnya lebih baik.

Menerapkan komunikasi terbuka adalah kuncinya. Ketika anak-anak balita menanyakan pada orang tuanya: “aku datang dari mana?”, “mengapa ibu itu hamil”, sebagai orang tua kita bisa menjawab secara eksplisit. Bisa dengan merespon: “ibu itu hamil mengandung adik bayi. Nantinya adik bayi akan dilahirkan”. Jawaban sederhana seperti ini saja sudah dapat dikategorikan sebagai pendidikan seks. Atau berikan contoh yang lebih dekat dengan mereka misalnya dengan perilaku hewan seperti kucing. Para orang tua bisa memperkenalkan kucing betina dan jantan pada anak kemudian memberikan pemahaman karena ada kucing betina dan jantan maka bisa punya anak kucing. 

Akan tetapi penyampaian tentang seks tidak bisa disamaratakan. Artinya harus disesuaikan dengan umur. Itulah yang tidak semua sekolah pahami saat memberikan edukasi seks pada para murid. Anak-anak yang baru masuk sekolah dasar bisa diberikan contoh simpel seperti menjelaskan tentang bagaimana reproduksi hewan tadi. Penjelasan dibuat dalam bentuk situasi yang khusus. Atau misalnya menjelaskan konsep kata “kawin” dengan menyampaikan proses “sebab-akibat” orang tua mereka menikah: karena orang tua “kawin” maka bisa punya anak. Anak-anak sebenarnya tidak akan berpikir sejauh itu tapi paling tidak mereka sudah punya pemahaman dasar soal bereproduksi. Berbeda dengan penyampaian anak-anak di kelas 6. Anak laki-laki sudah hendak mimpi basah dan anak perempuan sudah hendak menstruasi. Maka sudah boleh diajarkan tentang organ. Pria punya penis, wanita punya vagina. Mengenai hubungan seks pria wanita.

Hanya saja yang banyak tidak diperhatikan masyarakat adalah sebenarnya orang tua-lah sosok terbaik untuk memberikan pendidikan seks. Bukan dokter, bukan guru, bukan psikolog. Orang tua yang tahu perkembangan anak mengarah kemana. Mereka harus memahami bahwa pendidikan seks berguna untuk mencegah anak mereka mendapatkan pelecehan atau kekerasan seksual. Sehingga anak lebih peka dengan situasi yang bisa mengarah ke sana. Anak akan lebih mudah mengerti perkembangan seksual mereka jika dijelaskan oleh orang-orang terdekat. Misalnya Ibu memberitahukan pengalaman mereka pada anak perempuannya soal menstruasi. Ayah memberitahukan pengalamannya tentang perkembangan organ anak laki-laki karena ada pengalaman. Penyampaiannya juga mesti tepat misalnya dengan berkata, “Nanti kamu akan mengalami perubahan hormon yang disebut hormon testosteron. Nanti hormon ini bisa merangsang dan membuat kamu bermimpi kemudian kamu akan mengeluarkan sperma atau bibit laki-laki. Bibit ini bisa menghamili perempuan makanya harus hati-hati.”

Yang banyak tidak diperhatikan masyarakat adalah sebenarnya orang tua-lah sosok terbaik untuk memberikan pendidikan seks.

Tapi misalnya ada kesulitan untuk memberikan pendidikan dari orang tua kandung semisal salah satu orang tua sudah meninggal. Tidak ada salahnya meminta tolong pada orang-orang  terdekat yang familiar dengan anak untuk memberikan pendidikan tersebut. Apabila sang ayah sudah meninggal, sang ibu bisa meminta saudara laki-lakinya untuk memberitahu anak soal perkembangan organ reproduksi tersebut. Namun pada prinsipnya, orang tersebut imannya harus baik, memahami tentang pubertas, pun sisi psikologi dan biologisnya. Kalau tidak ada sosok tersebut, sebenarnya buku-buku dokter juga sudah banyak untuk dipelajari. Sederetan literasi tersedia untuk mengajarkan bagaimana menyampaikan pendidikan seks pada anak-anak dalam jenjang tertentu mulai dari anak pra sekolah hingga remaja. Yang penting tidak perlu takut untuk memberikan pendidikan seks. 

Intinya adalah arus informasi mengenai seks sudah tersebar luas di mana-mana sehingga anak dapat menangkap pesan dengan tidak tepat. Kalau mau ditelaah lebih jauh, kebanyakan remaja yang hamil di luar nikah tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah maupun di rumah. Alasannya tidak lain karena pendidikan seks dianggap tabu, dosa. Pada akhirnya anak-anak ini mendapatkan pendidikan seks dari sumber yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan. Alasan lain adalah karena kurangnya penyampaian yang tepat. Biasanya mereka hanya dilarang saja untuk menyaksikan tayangan yang menampilkan unsur seksual. Terutama anak-anak yang masih tergolong usia belia. Misalnya ketika melihat film yang beradegan ciuman, orang tua harus memberikan pengertian bahwa berciuman itu hal yang wajar jika dilakukan oleh dua orang yang saling mencintai. Bisa juga disamakan dengan perilaku hewan contohnya kucing atau burung, Mereka berciuman, bersentuhan dulu sebelum beranak atau bertelur.

Kebanyakan remaja yang hamil di luar nikah tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah maupun di rumah.

Bahkan sudah terbukti adanya pengaruh pendidikan seks terhadap keputusan seseorang untuk berhubungan seksual. Penelitian membuktikan bahwa di Jepang orang-orang yang mendapatkan pendidikan seks cenderung menunda hubungan seksual pertama kali karena lebih aware dengan dirinya sendiri. Kalau mereka melakukan hubungan seks pun mereka akan lebih memilih untuk menggunakan pengaman. Jadi memang pendidikan seks itu selayaknya imunisasi, wajib untuk diberikan pada anak-anak untuk melindungi dari konsumsi pendidikan seks yang menyimpang.

 

Related Articles

Card image
Circle
Perjalanan Menemukan Makna dan Pentingnya Pelestarian Budaya

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, kadang kita lupa bahwa pada akhirnya yang kita butuhkan adalah kembali ke akar budaya yang selama ini sudah ada, menghidupi kembali filosofi Tri Hita Karana, di mana kita menciptakan keselarasan antara alam, manusia, dan pencipta. Filosofi inilah yang coba dihidupkan Nuanu.

By Ida Ayu Astari Prada
25 May 2024
Card image
Circle
Kembali Merangkai Sebuah Keluarga

Selama aku tumbuh besar, aku tidak pernah merasa pantas untuk disayang. Mungkin karena aku tidak pernah merasakan kasih sayang hangat dari kedua orang tua saat kecil. Sejauh ingatan yang bisa aku kenang, sosok yang selalu hadir semasa aku kecil hingga remaja adalah Popo dan Kung-Kung.

By Greatmind
24 November 2023
Card image
Circle
Pernah Deep Talk Sama Orang Tua?

Coba ingat-ingat lagi kapan terakhir kali lo ngobrol bareng ibu atau bapak? Bukan, bukan hanya sekedar bertanya sudah makan atau belum lalu kemudian selesai, melainkan perbincangan yang lebih mendalam mengenai apa yang sedang lo kerjakan atau usahakan.

By Greatmind x Folkative
26 August 2023