“Kamu kurang perhatian sama aku.”
“Aduh kamu yang terlalu sensitif.”
Pernah tidak saat menyatakan sebuah keberatan pada pasangan dia selalu mengelak dan sebaliknya justru memberikan input negatif yang kemudian membuat berpikir Anda memang memiliki sifat negatif tersebut? Jika ya ‒ dan sering, bisa saja Anda berada dalam sebuah hubungan gaslighting. Dalam hubungan yang tidak sehat terdapat banyak unsur kekerasan. Tidak hanya yang terlihat saja seperti kekerasan fisik atau verbal tetapi juga kekerasan emosional atau mental. Salah satu bentuk kekerasan emosional yang belum banyak didengar adalah gaslighting di mana terdapat perilaku manipulatif yang diberikan salah satu pihak yang lebih dominan.
Terminologi ini memang belum banyak yang mengetahui. Awalnya diambil dari film di tahun 40-an yang berjudul Gaslight. Kisahnya bercerita tentang pasangan suami istri yang berada dalam hubungan gaslighting di mana sang suami seringkali “mencuci otak” istrinya dengan perkataan-perkataan judgemental. Membuat si istri lama kelamaan percaya pada tuduhan-tuduhan tersebut dan menghidupi realita yang dibangun oleh suaminya.
Karena kurangnya pengetahuan tentang kekerasan emosional yang satu ini pun banyak orang tidak sadar mereka berada dalam hubungan gaslighting. Biasanya gaslighter (si pelaku) merupakan seseorang yang memiliki karisma tersendiri. Pintar membuai, membuatnya sangat didambakan sampai bisa mengatur perasaan pasangan. Secara tidak sadar sebenarnya mereka pun memiliki masalah psikis sehingga mungkin saja dia tidak menyadari telah melakukan kekerasan emosional terhadap pasangan.
Selaras dengan hal ini, hubungan gaslighting lebih mudah terjadi karena sang korban kurang memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Dia adalah pribadi yang bergantung dengan pendapat orang lain sehingga mudah sekali dimanipulasi. Akibatnya dia tak lagi memiliki suara dalam hubungan. Ketika tengah dalam hubungan mungkin dampak buruk belum terlihat jelas. Akan tampak saat keduanya putus — kebanyakan sang gaslighter-lah yang akan memutuskan hubungan. Selain depresi, sang korban akan sulit memiliki hubungan baru karena telah memercayai tuduhan negatif yang ditanamkan gaslighter pada dirinya sehingga merasa tidak layak untuk orang lain.
Mempertanyakan diri sendiri. “Benar tidak ya saya begitu?”. Seseorang yang berada dalam hubungan gaslighting acap kali mempertanyakan diri sendiri akan tuduhan yang diberikan pasangan meski tidak benar. Contohnya dalam pemberian label needy.
Seseorang memang needy jika ia terlalu sering meminta pada pasangannya akan suatu hal. Tetapi jika pasangannya tersebut bukan gaslighter, dia akan membuka dialog dua arah dan menghargai pendapat kemudian memberikan argumen-argumen yang valid, membuktikan label needy yang diberikan. Sedangkan seorang gaslighter tidak akan mengolah permintaan yang disampaikan melainkan langsung ditolak dan menuduhkan label needy.
Membebankan diri sendiri dengan rasa bersalah
Label yang terus menerus ditujukan akhirnya akan diserap dan (secara tidak sadar) membebani sang korban. Hasilnya dia akan sering merasa bersalah dan meminta maaf pada pasangannya sebab sudah menerima dan menganggap label tersebut adalah benar karakternya.
Memberikan alasan berlebih untuk membela pasangan
Perasaan bersalah yang diemban pun lama kelamaan menuntun pada penyangkalan yang salah ketika pihak luar berusaha menyadarkan. Jadi sang korban akan memberikan berbagai alasan untuk membela gaslighter sehubungan dengan perasaan bersalah yang sudah menyatu dengan alam bawah sadar. Seolah-olah dia berkewajiban untuk melindungi sang gaslighter karena tidak mau dicap jelek.
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, seseorang yang menerima perlakuan gaslighting oleh pasangan sulit mengidentifikasi indikasi-indikasi tersebut. Kemungkinan mereka keluar dari hubungan tersebut adalah apabila ada orang luar yang membantu mereka untuk mengenalkan terminologi gaslighting ini. Namun memang tidak mudah melihat pembelaan mutlak yang akan dilakukan oleh sang korban. Oleh sebab itu, pihak ketiga dapat mengarahkan untuk berbicara pada profesional dengan dalih pemberian opini yang objektif.