Dalam hidup pasti ada masa di mana kita berada dalam suka cita dan juga duka lara. Hidup memang penuh ketidakpastian. Apalagi sekarang ini ia sedang menghampiri kita. Hanya satu yang bisa kita lakukan: berharap. Berharap dunia akan segera sembuh, berharap esok kan baik saja. Tapi dari segala harapan itu, kita harus berusaha menerima bahwa tidak apa kalau terkadang dunia kita jatuh. Sebab dalam hidup, situasi kita tidak akan selalu ada di atas. Suatu saat pasti bisa di bawah meski nantinya bisa kembali lagi. Besok bisa senang lagi.
Dalam hidup, situasi kita tidak akan selalu ada di atas. Suatu saat pasti bisa di bawah, meski nantinya bisa kembali lagi.
Aku pun sempat mengalami titik terendah dalam hidup. Ketika aku harus kehilangan papa, duniaku seakan runtuh. Aku merasa papa pergi begitu cepat. Kala itu, papa memang sedang masa perawatan. Seminggu setelah ia tiada, harusnya papa operasi jantung. Tapi Tuhan berkehendak lain. Jujur, aku sulit menerima kehilangan tersebut. Papa adalah sosok yang paling mendukung aku bermusik. Mungkin orang tua lainnya akan melarang anaknya kuliah di jurusan musik. Apalagi orang tua yang tidak punya latar belakang musik. Pasti mereka pikir bermusik tidak ada uangnya. Berbeda dengan papaku. Ia bisa melihat betapa musik adalah hobi yang dapat menjadi karierku kelak. Sehingga ia percaya dengan kemampuanku bermusik dan tahu benar seberapa cinta aku dengan dunia musik.
Dulu aku selalu memintanya mendengarkan lagu-laguku dan dia sangat antusias setiap kali memutar laguku. Sampai seringkali mendengar berulang-ulang, seakan tidak pernah bosan. Kala itu aku sering berpikir, “Ih kenapa diputar terus sih aku malu”. Namun sekarang aku justru merindukan masa-masa itu. Terutama di saat semua lagu untuk album pertamaku sudah rampung. Dia tidak lagi bisa mendengarkan lagu-lagu yang tadinya ingin aku jadikan kejutan untuknya. Sehingga albumku, “Pelita Lara”, bisa dibilang menjadi pelita bagi laraku. Ia mengobati kerinduanku terhadap papa. Ia juga menjadi caraku mewujudkan salah satu impian papa.
Seiring berjalannya waktu, aku menyadari ternyata kita baru akan mengingat seseorang yang amat dekat secara mendalam saat ia sudah tidak ada. Ketika papa masih ada, aku tidak pernah merasakan apapun. Kami hidup bersama sebagai keluarga tapi jarang mengingat secara mendalam kenangan antara kami, apa yang sudah kami jalani. Tapi ketika ia tidak ada, barulah semua kenangan teringat. Kebaikan dan hal-hal yang telah ia perbuat seringkali terlintas dalam benak. Baru mengingat kebaikan dan perilakunya di saat sudah tidak berada di tengah-tengah kami. Di awal berat sekali rasanya ditinggalkan. Apalagi aku tidak bisa terus-menerus mengunjungi makamnya karena pandemi. Ketika pemakamannya saja, aku hanya memberitahu beberapa teman terdekat. Bingung sekali berada dalam situasi yang tidak memungkinkan untuk meminta teman-teman datang dan menghibur. Padahal saat itu aku sangat butuh teman karena saat sendiri aku mudah sekali teringat papa dan kembali sedih.
Seiring berjalannya waktu, aku menyadari ternyata kita baru akan mengingat seseorang yang amat dekat secara mendalam saat ia sudah tidak ada.
Beberapa bulan setelah kepergiannya, aku seolah menekan tombol pause. Tidak membuka media sosial, tidak menulis lagu, tidak berbuat apa-apa. Lambat laun, aku menyadari bahwa keterpurukan tidak akan membawaku ke mana-mana. Perlahan aku belajar menerima dengan motivasi untuk membuat papa bangga. Aku tahu ia ingin aku pulih dan kembali pada kehidupanku, pada diriku yang semula. Dari segala kesedihan dan kesulitan itu, pada satu titik aku pun tetap bersyukur pada apa yang sudah dimiliki hingga saat ini. Sebuah proses kehidupan yang tetap harus aku hargai.
Dari segala kesedihan dan kesulitan, pada satu titik aku tetap bersyukur pada apa yang sudah dimiliki hingga saat ini. Sebuah proses kehidupan yang tetap harus aku hargai.
Kalau diingat-ingat kembali, tiga tahun belakangan aku telah menempuh perjalanan yang tidak mudah. Perjalanan yang mendorongku menjadi pribadi yang lebih matang. Mengarungi pergulatan solo karier dengan segala tanggung jawab yang harus aku penuhi serta pilihan yang harus aku putuskan mempertemukanku pada pencarian jati diri. Baik jati diri dalam bermusik, maupun karakter. Selama itu pula aku menyadari betapa banyak orang yang sangat berarti di sekitarku. Mereka, termasuk papa tentunya, menjadi temanku menjalani evolusi diri dari waktu ke waktu. Tanpa mereka, tak mungkin aku bisa berpijak pada hari ini.
Terkadang ketika sulit mendapatkan inspirasi menulis lagu aku pasti main ke rumah teman. Pikiranku bisa kembali segar hanya dengan bercerita atau bertemu saja, tidak melakukan apa-apa. Merekalah sumber inspirasi dan motivasiku. Pelipur laraku. Dan itulah juga yang ingin aku berikan pada mereka lewat lagu-lagu dalam album “Pelita Lara”. Lagu-lagu yang semoga bisa menjadi teman, penerang setiap lara yang mendengarkannya.