Banyak yang bertanya apakah saya merasa bersalah menjadi wanita karir ketika berumah tangga dan memiliki dua anak. Jawaban saya tentu tidak. Saya merasa dengan berkarya seperti sekarang ini saya dapat memberikan inspirasi pada anak-anak. Saya memiliki anak perempuan dan laki-laki. Bagi si perempuan, dia dapat memahami bahwa perempuan memiliki kemampuan untuk berkarya dan berdaya. Tidak ada batasan tertentu yang dapat meniadakan kemungkinan seorang perempuan dapat sukses berkarir. Sedangkan untuk si laki-laki, dia akan belajar untuk menghargai perempuan. Tidak hanya pasangannya kelak tapi perempuan di sekitarnya serta di masyarakat. Mengetahui benar bahwa hal yang wajar apabila perempuan berkehendak untuk memiliki prestasi. Mungkin saya tidak mengajarkan ini secara langsung tapi dengan melihat saya tekun berkarya mereka menjadi paham akan nilai tersebut.
Perempuan memiliki kemampuan untuk berkarya dan berdaya dan menjadi hal yang wajar apabila perempuan berkehendak untuk memiliki prestasi.
Menurut saya, parenting (menjadi orangtua) adalah soal memberikan contoh, menunjukkan dengan aksi. Apa yang kita lakukan sehari-hari menjadi contoh untuk mereka termasuk apa yang kita bicarakan dan komunikasikan. Sebisa mungkin hindari perkataan: “Kamu harus melakukan ini. Pokoknya menurut saja kata Mama”. Kita harus bisa menjelaskan terlebih dahulu mengapa dia harus melakukan suatu kegiatan atau tugas sehingga mereka mendapatkan pandangan mengapa penting melakukan hal tersebut. Tidak hanya menyuruh menuruti. Demokratis dengan batasan yang layak. Itulah yang penting. Anak-anak pun akan mencontoh kita dengan apa yang dilakukan pada diri sendiri terlepas dari menjadi seorang ibu atau istri. Nah, inilah yang seringkali menjadi tantangan bagi orangtua. Apalagi menjadi seorang ibu. Banyak ibu yang lupa betapa pentingnya tetap mencintai diri sendiri dan mengurus kebahagiaannya. Sejatinya, menjadi diri sendiri yang bahagia dapat memberikan pengaruh positif pada sekitar terutama pada anak-anak.
Tidak mudah memang harus membagi waktu dengan label yang kita miliki. Menjadi salah satu eksekutif di sebuah perusahaan bidang entertainment dan kreatif, juga ibu, istri dan individu sangatlah berat untuk dilakukan bersamaan jika tidak memiliki prinsip yang kuat akan membagi prioritas. Bagi saya, prioritas skala besar itu akan selalu tetap sama yaitu keluarga sedangkan prioritas jangka pendek akan selalu bergulir. Setiap langkah yang saya ambil berdasarkan skala prioritas yang sudah saya tentukan. Faktanya, titel ibu tidak memiliki waktu kerja yang spesifik. Tak ada ibu paruh waktu. Semua ibu pasti “bekerja” purna waktu. Meskipun bekerja, dan anak-anak tidak dalam pengawasan langsung, saya tetap menjadi ibu. Saya tetap memikirkan mereka. Pemahaman membagi waktu untuk mereka adalah untuk menyediakan waktu bukan menyisakan. Ada waktu-waktu tertentu yang saya jadikan rutinitas untuk bersama mereka. Contohnya setiap pagi saya mengantar mereka ke sekolah atau malam sebelum tidur kita bercerita atau mendengarkan lagu bersama. Walaupun waktunya tidak lama tapi mereka tahu waktu tersebut telah saya sediakan untuk mereka.
Banyak ibu yang lupa betapa pentingnya tetap mencintai diri sendiri dan mengurus kebahagiaannya. Sejatinya, menjadi diri sendiri yang bahagia dapat memberikan pengaruh positif pada sekitar terutama pada anak-anak.
Penting juga untuk kita orangtua memahami memiliki support system. Utamanya adalah pasangan kita. Pasalnya, parenting adalah pekerjaan ayah dan ibu – bukan salah satunya saja. Sehingga tidak hanya membagi waktu dengan diri sendiri, kita juga harus membagi waktu dengan pasangan kapan kita dapat membantu anak-anak berkembang. Saya menerapkan bahwa tidak ada peran ayah atau ibu secara spesifik seperti dahulu. Generasi sebelumnya mungkin berpikir bahwa ibu lah yang harus mendidik anak dan ayah yang menafkahi. Saya merasa suami saya juga bisa menemani mereka belajar di rumah ketika saya bekerja. Sehingga anak-anak akan merasa bahwa kedua orangtuanya punya peran dan tugas yang sama tidak ada bedanya.
Support system bisa juga berasal dari orangtua kita atau asisten rumah tangga yang dipercaya. Saya sangat beruntung memiliki orangtua yang tinggal dekat sehingga dapat membantu menjaga dan mengawasi anak-anak ketika saya dan suami berhalangan. Pun asisten rumah tangga yang sudah lama tinggal bersama sehingga dapat melapor setiap perkembangan anak-anak selama kami tidak dapat secara fisik berada bersama mereka. Jangan lupa juga untuk menjalin hubungan yang baik dengan guru-guru di sekolah agar secara berkelanjutan mendapatkan informasi mengenai pendidikan dan perilaku mereka sehari-hari. Tidak hanya sekadar saat mengambil rapot saja. Jadi, meski tidak berkomunikasi secara langsung dengan anak, mereka tetap berada dalam pengawasan kita. Membantu kita menjalani titel-titel lainnya di luar menjadi orangtua.
Sosok kita menjadi orangtua akan lebih terkenang dalam hidup anak-anak ketika kita dapat membekali mereka dengan nilai-nilai sosial yang baik untuk mereka. Bagaimana kita membantu perkembangan mental mereka dari pemberian nilai-nilai moral seperti keberagaman dan toleransi, nilai sebab-akibat. Begitu pula dengan bagaimana kita bisa terbuka dengan mereka dengan hal-hal yang mungkin dianggap tabu untuk dibicarakan pada anak-anak. Sedini mungkin cobalah untuk berusaha memberikan penjelasan pada hal yang kita khawatirkan dapat berdampak buruk pada mereka. Semisal dalam penggunaan internet. Kita tidak bisa begitu saja membentengi mereka dengan tidak memberikan penjelasan yang seksama. Justru kita harus memberikan edukasi yang efektif, memberikan tanggung jawab pada mereka tentang sejauh apa dapat mengkonsumsi informasi di dunia maya tersebut.
Sosok kita menjadi orangtua akan lebih terkenang dalam hidup anak-anak ketika kita dapat membekali mereka dengan nilai-nilai sosial yang baik untuk mereka.
Walau harus diakui akademis tetap substansial namun bukan segalanya. Paling tidak mereka melewati nilai yang diperlukan. Sepertinya sudah cukup. Mengapa? Karena ketika mereka dipaksa untuk mencapai nilai sempurna, mereka merasa bahwa misi mereka adalah untuk mencapai target tersebut meski dengan cara apapun. Hidup mereka pun akan penuh dengan ambisi dan obsesi yang terkadang akan bertentangan dengan nilai moral dan sosial. Bukankah lebih penting jika mereka bisa berguna bagi orang lain, dapat berkata dan bertindak baik pada orang lain?