Semua perempuan memiliki keunikannya sendiri. Mereka diciptakan berbeda-beda dengan sisi kecantikan yang berlainan pula. Sehingga sebenarnya tidak ada satu perempuan pun yang tidak cantik. Makeup hanyalah sekadar alat untuk memoles sedikit tampilan wajahnya agar terlihat segar. Kunci untuk membuat wajahnya bersinar dan memancarkan kecantikan adalah suasana hati yang bahagia. Jadi sebenarnya cantik itu adalah bagaimana seorang perempuan bisa mengapresiasi apa yang sudah dimiliki dan mensyukuri apa yang diberikan oleh Sang Pencipta.
Cantik itu adalah bagaimana seorang perempuan bisa mengapresiasi apa yang sudah dimiliki dan mensyukuri apa yang diberikan oleh Sang Pencipta.
Kita mungkin sering dengan kata “pangling” saat proses merias pengantin. Dulu sering perempuan minta wajahnya dibuat “pangling” agar terlihat memukau di hari pernikahannya. Biasanya perempuan yang terlihat “pangling” atau berbeda sekali dari keseharian didukung banyak faktor, tidak sekadar makeup yang fantastis. Baju adat dengan segala aksesori yang memberikan sentuhan warna yang berbeda-beda memang harus didukung dengan makeup yang tidak biasa agar bisa mendukung. Akan tetapi menurutku, “pangling” bukan sekadar hasil makeup saja. “Pangling” bisa diciptakan dari dalam diri sendiri. Kalau seorang perempuan bisa percaya pada dirinya sendiri, merasa bahagia dari dalam, wajahnya akan terlihat berseri-seri sehingga terlihat pangling meski riasannya sangat alami. Aku percaya bahwa tugasku sebagai seorang penata rias bukanlah membuat seseorang menjadi berbeda, tapi untuk membantunya untuk lebih percaya diri, bisa menghargai apa yang mereka punya dan merasa bahagia. Sebab saat ia bahagia, tampilan wajahnya akan enak dipandang.
Kalau seorang perempuan bisa percaya pada dirinya sendiri, merasa bahagia dari dalam, wajahnya akan terlihat berseri-seri sehingga terlihat pangling meski riasannya sangat alami.
Selama aku berkarya, konsep yang aku tawarkan pada klien selalu sama. Selalu tentang riasan alami. Walaupun begitu tampilan wajah mereka tetap tidak akan sama. Sebab “kanvas” yang aku sentuh berbeda-beda meski dengan penggunaan warna yang sama. Maka aku selalu menerapkan pendekatan yang berbeda pada setiap orang untuk menegaskan kelebihan yang sudah mereka miliki. Aku akan menganalisa di bagian mana yang perlu aku tambah-kurangkan. Sebisa mungkin tidak membuat tampilan wajah satu orang mirip dengan yang lain dengan teknik rias yang sedang tren. Aku memang tidak mengikuti tren tata rias dari zaman ke zaman. Tapi aku cukup percaya diri dengan membuat trenku sendiri yang menjunjung konsep natural flawless beauty. Konsep flawless di sini juga bukan merujuk pada menghilangkan ketidaksempurnaan seseorang, tapi membantunya lebih percaya diri dengan mengoreksi bagian-bagian yang tidak sempurna. Tanpa harus membuatnya menjadi seseorang yang terlihat berbeda nyaris seperti bukan tampilan wajah aslinya. Dan ini bukan hanya sekadar mencari warna lipstick atau blush on yang berbeda tapi juga tentang menjalin koneksi dan membangun energi positif dalam dirinya.
Dalam setiap sesi merias, aku membiasakan untuk bercakap-cakap dengan para klien. Tidak sekadar datang, meriasnya, lalu selesai. Aku harus membuat mereka merasa nyaman denganku, membuat mereka relaks dan bisa memercayakan riasannya padaku. Jika mereka sudah bisa menaruh kepercayaan itu, barulah kami bisa saling menciptakan energi positif yang bisa mendukung keseluruhan proses dan mendapatkan hasil maksimal. Sehingga untuk mendapatkan kepercayaan itu aku selalu harus memikirkan ulang cara terbaik melayani setiap orang. Tidak mungkin sama sebab karakter setiap orang pun berbeda. Yang terpenting adalah aku memberikan sikap yang baik pada setiap orang.
Artinya, aku tidak memandang sebelah mata siapapun calon klienku meski misalnya ia terlihat tidak berpotensi menjadi klien. Aku tidak akan menolak mentah-mentah atau tidak melayani dengan serius. Bersikap baik pada siapa saja sangatlah penting dalam menampilkan identitas diriku sebagai seseorang yang bekerja di bidang jasa ini. Menjaga kepercayaan klien, tidak bergosip terutama, juga tidak kalah penting selain juga faktor ketulusan. Membangun relasi yang baik juga harus disertai dengan ketulusan. Dengan menyertakan ketulusan di setiap pembicaraan, di setiap pujian yang diberikan, barulah tercipta rasa nyaman. Menurutku, ketika kita berpura-pura baik dan melontarkan omongan manis hanya sekadar kepentingan bisnis tidak akan membuat hubungan dengan klien bisa bertahan lama. Dan ketika selesai merias lalu klienku berkaca-kaca melihat wajahnya di cermin sambil tersenyum dan berkata terima kasih, di situlah segala kelelahanku terbayar. Begitu bahagia karyaku bisa diterima dengan baik dan diapresiasi.