Banyak orang yang bila mendengar kata ‘berdebat’, cenderung mengasosiasikan kegiatan satu ini dengan kata ‘bertengkar’. Tidak salah juga pemikiran demikian terbentuk. Dalam konteks hidup keseharian, kita kerap sekali dipertunjukan suatu sesi panel debat dimana masing-masing pihak berusaha mengemukakan pendapatnya, menyerang titik lemah lawan, dan seolah memenangkan sesi dengan berhasil membuat lawan kehabisan kata-kata.
Namun sebenarnya, bila disederhanakan, esensi dari berdebat itu sendiri adalah komunikasi secara terstruktur dengan niat untuk memahami dan menyampaikan pikiran masing-masing. Terstruktur artinya dilakukan secara bergantian. Terdapat pertukaran informasi, penerapan empati dalam mendengar dan menanggapi, serta elemen logika untuk mencerna secara analitis makna perkataan lawan bicara.
Siapa saja tentu dapat berbicara, mengemukakan pendapat, dan mendengarkan, yang merupakan unsur kegiatan debat, di suatu waktu terpisah. Namun, belum tentu semua orang mampu mendengarkan dan mengemukakan pendapatnya secara bersamaan. Inilah yang membuat kegiatan debat menjadi tampak seperti pertengkaran, karena kedua pihak kadang tidak saling mendengarkan dan fokus pada penyampaian pendapat sendiri. Padahal, debat adalah salah satu kegiatan komunikasi yang sering kita lakukan di keseharian. Yang membedakan kualitas satu debat dengan debat lainnya, adalah apakah dalam pelaksanaannya kita sudah melakukannya secara sehat atau belum.
Contoh debat dalam kehidupan keseharian, salah satunya adalah saat dahulu kita ingin masuk ke perguruan tinggi. Kadangkala, terdapat perbedaan pilihan jurusan yang kita pilih dengan keinginan orangtua, bukan? Orangtua ingin kita masuk ke jurusan A karena dianggap memiliki prospek bagus di masa depan, sementara kita enggan mengikuti pilihan mereka karena merasa tidak memiliki minat mempelajari ilmu tersebut. Terdapat dua pihak yang saling menyampaikan pendapat untuk mencapai kepentingan masing-masing. Bukankah ini juga termasuk debat?
Tujuan dari berdebat, adalah kita mencapai suatu kesepakatan atau solusi dari permasalahan yang ada. Tentunya, secara logika, kondisi sempurnanya dalam skala 0 hingga 1, kesepakatan tepat berada di titik tengah atau di angka 0,5. Namun, untuk mencapai angka tersebut sangat sulit sekali. Biasanya akan selalu ada pihak yang lebih mengalah. Oleh karenanya, umumnya kesepakatan terbaik yang dibentuk berada di titik 0,6 atau 0,4.
Berbicara mengenai titik 0,6 atau 0,4, bila debat dilakukan secara tidak sehat, maka, kesepakatan di angka tersebut sulit dibentuk. Debat yang sehat melibatkan dua pihak yang saling berbincang, juga mendengarkan dalam waktu bersamaan. Oleh karenanya, berdebat sehat adalah salah satu medium untuk benar-benar belajar responsible freedom of expression. Kita tidak bisa benar-benar membuat sanggahan serta tanggapan yang baik tanpa sebelumnya mendengar pernyataan atau pendapat lawan bicara secara cermat. Kita pun akan tidak akan merasa nyaman bila saat kita tengah menyampaikan sesuatu, dipotong atau tidak didengarkan. Terdapat etika untuk saling menghargai yang berlaku dalam berdebat sehat. Melelahkah? Iya pasti. Namun, hasil yang diperoleh juga biasanya lebih berkualitas dan membuat kedua pihak yang berdebat merasa dihargai.
Berdebat sehat adalah salah satu medium untuk belajar responsible freedom of expression.
Kembali pada contoh pemilihan jurusan kuliah. Bila misalnya orangtua bersikeras dan tidak mau mendengarkan apa kata anak, bisa saja hubungan antara orangtua dan anak menjadi dingin, atau malah berkembang menjadi pertengkaran. Mungkin saja si anak menurut, namun saat mengikuti perkuliahan di jurusan keinginan orangtuanya, bisa jadi ia tidak menikmatinya lalu tidak mencapai hasil yang orangtuanya harapkan. Hal-hal yang tidak diinginkan seperti ini sebenarnya sangat mungkin dihindari sejak awal, bila dalam proses diskusi, yang dapat juga kita sebut ‘berdebat’, kedua pihak saling menghargai pendapat masing-masing, mau mendengarkan apa yang menjadi alasan keputusan dibuat, dan bersikap terbuka untuk mencoba serta menerima hasil akhir kesepakatan.
Filosofi yang terdapat dalam debat sehat adalah keseimbangan. Dalam debat, tentu terdapat pihak yang tengah berbicara, dan pihak lain yang mendengar. Titik balans terjadi saat si pembicara sedang berbicara, namun berkenan untuk menyilakan orang lain mengemukakan sesuatu. Di satu sisi, lawan berbicaranya, si pendengar, tengah mendengarkan dengan baik, namun memiliki hak kesempatan untuk mengemukakan sesuatu bila diperlukan. Itulah keseimbangan yang seharusnya dicapai di kehidupan sehari-hari, dengan tidak adanya satu pihak yang egois atau merasa paling memiliki waktu dan kuasa.
Filosofi yang terdapat dalam debat sehat adalah keseimbangan.
Saat si pendengar ingin mengajukan pertanyaan, ada baiknya secara etika ia harus meminta izin dahulu. Bila si pembicara merasa kalimatnya belum selesai, ia boleh tidak mempersilahkan si pendengar bertanya langsung saat itu juga, namun ia harus mempersilahkan lawannya berbicara saat ia sudah selesai mengemukakan pendapat. Jadi debat tidak berlangsung dengan saling memotong, namun saling meminta izin. Situasi debat atau diskusi yang parah terjadi saat kedua belah pihak saling memotong pembicaraan dan tidak mau saling mendengarkan, atau keduanya sama-sama berbicara di waktu yang terjadi bersamaan.
Seorang pendebat yang baik, justru adalah mereka yang kemampuan mendengarkannya paling tinggi, bukan yang hanya sekedar berkata-kata saja. Ia mendengarkan secara penuh untuk memahami, bukan untuk menanggapi, serta secara aktif melakukan validasi akan pernyataan lawan. Misalnya lawan menyatakan suatu hal, ia tidak serta merta menerima pernyataannya begitu saja, namun mencernanya terlebih dahulu. Benarkan demikian? Mengapa bisa begitu? Apa kaitannya? Dan sejumlah pertanyaan lainnya.
Seorang pendebat yang baik, justru adalah mereka yang kemampuan mendengarkannya paling tinggi.
Setiap orang berhak untuk bersuara dan berpendapat. Setiap orang pun berhak untuk mendengar dan didengarkan. Untuk itu, berdebat sehat adalah salah satu medium terbaik untuk kita belajar, mencapai kepentingan, sekaligus memperoleh solusi terbaik akan suatu masalah dari pihak yang kita wakilkan. Apakah itu untuk diri sendiri, perusahaan, atau kelompok tertentu, aplikasi dari debat sehat akan selalu ditemui dan dibutuhkan dalam keseharian. Mungkin sulit pada awalnya. Namun, tenang saja. Sedikit demi sedikit latihan, lama kelamaan pun akan menjadi kebiasaan.