Della Dartyan (DD): Halo aku Della Dartyan, pemeran utama dalam film "Akhirat: A Love Story". Banyaksekali asumsi yang terkait dengan hubungan beda agama. Hari ini aku mau ngobrol sama sepasang suami istri yang sudah 9 tahun berpacaran, kemudian menikah yang melalui dua proses pernikahan, secara Islam dan Katolik.
Dian Mustika (DM): Halo, aku Dian Mustika.
Fajar Widy (FW): Halo, saya Fajar Widy.
DD: Nah, aku ingin tahu, nih, berarti kan Mbak Dian ini muslim dan Mas Fajar Katolik. Apa yang membuat kalian bertekat untuk menjalani hubungan ini. 9 tahun pacaran pasti ada banyak perdebatan. apa yang membuat kalian bertekat untuk menikah?
FW: Mungkin kita mulai dari pacaran dulu kali, ya. Jadi kita berdua sama-sama berkuliah di salah satu universitas di Jogjakarta. Saya kebetulan kakak kelasnya (Dian Mustika). Lama jomblo, nggak dapat-dapat, begitu dapat, cantik tapi beda agama. Awalnya kita sadar, bahwa kita ini menabrak invisible wall di masyarakat. Tapi kita mengikut prinsip umum, jalanin aja dulu.
DD: Justru di awal belum memikirkan agama sebagai sebuah perbedaan, ya? Atau jalani aja dulu?
DM: Pernah, sih. Tapi jalanin aja dulu, karena berpikir kalau belum tentu dia yang akan jadi pasangan hidup. Namanya juga anak muda, masih kuliah.
FJ: Kita mencoba proses strandar, ya sudah pacaran dulu saja. Tiga tahun setelahnya saya mulai bekerja di Jakarta. Tidak terasa sudah memasuki tahun ke-6 dan 7. Semakin banyak pertanyaan dari pihak keluarga. Saya sebagai pria juga sedikit didorong, ini bagaimana penyelesaian masalahnya. Siapa yang mau pindah? Kapan baptis? Kapan mau masuk islam? Dan lain sebagainya.
DD: Secara internal kalian nggak ada masalah, tapi justru faktor eksternal yang kemudian menekan kalian begitu, ya?
FW: Kita perlu akui bahwa di Indonesia, hubungan beda agama masih menjadi masalah besar. Solusinya seperti apa pasti pokoknya seru. Cinta beda agama itu begini, ada fase pacaran beda agama. Ini sudah kami lalui selama 9 tahun. Setelah itu masuk ke fase menikah beda agama, ini lebih kompleks lagi. Kalau kita tidak mampu menyelesaikan masalahnya, saling kompromi saat berproses, pasti ada sesuatu yang terjadi di depan.
Kita perlu akui bahwa di Indonesia, hubungan beda agama masih menjadi masalah besar. Kalau kita tidak mampu menyelesaikan masalahnya, saling kompromi saat berproses, pasti ada sesuatu yang terjadi di depan. Kami berdua sama-sama yakin dan percaya bahwa memang agama itu sebuah hal yang diturunkan di bumi untuk hal-hal yang positif. Tidak mungkin kemudian kita berdua ribut, ujungnya karena agama.
Kami berdua sama-sama yakin dan percaya bahwa memang agama itu sebuah hal yang diturunkan di bumi untuk hal-hal yang positif. Tidak mungkin kemudian kita berdua ribut, ujungnya karena agama. Pasti ada nilai kebaikan yang beda. Setelah kita yakini perbedaan itu munculnya dari pola pikir. Di level apa pun, baik itu masyarakat atau yang lain. Sebenarnya esensinya sama hanya gaya berpikir kita yang berbeda.
DD: Kalau aku bisa ringkas, sebenarnya kalian berdua sudah punya visi dan komitmen yang sama. Dalam sebuah hubungan kan pasti keluarga nomor satu. Bagaimana pendapat keluarga kalian selama 9 tahun, karena sepertinya tidak mungkin mulus-mulus saja?
FW: Saya dulu mungkin. Ketika kita menghadap orang tua untuk membicarakan sesuatu yang serius. Hampir 9 tahun nggak ada progresnya. Oh, di tahun ke-7 sebenarnya. Itu saya dan ayahnya dia (Dian) mengatakan “Kamu lihat di sana? Semua ada di Al-Qur’an”. Begitu juga pertanyaan keluarga saya, kapan baptis? Pokoknya baptis dulu, loh.
DM: Pada akhirnya kita mencoba untuk memahami. Sebenarnya apa yang dikhawatirkan sama orang tua kita. Kami pun meski menikah selama 9 tahun dan memang berniat untuk menikah, kami berkomitmen kita tidak akan menikah tanpa restu orang tua.
FW: Ya, itu poinnya. Karena menurut kita orang tua adalah perwakilan Tuhan di dunia ini. Kita nggak mungkin nabrak kalau nggak dapat persetujuan. Jadi memang tantangannya adalah bagaimana meyakinkan keluarga terhadap kondisi ini. Terhadap cara pandang yang berbeda ini karena memang nggak lazim kan di masyarakat kita sekarang ini.
DM: Iya, prosesnya juga memang tidak sebentar dan juga tidak mudah. Untuk bisa sama-sama memahami. Sulit untuk bagaimana membuat orang tua memahami anak dan anak memahami orang tua. Itu sangat sulit, pasti masing-masing punya ego. Orang tua menganggap ini anak durhaka, anak menganggap orang tua tidak mengerti anak. Itu memang proses yang kita jalani (meski) cukup sulit, ya memang harus sabar. Butuh pendekatan dan strateginya juga.
FW: Seperti di film Akhirat. (Dialognya) bilang, “Nanti gimana?” “Nanti kita pikirkan caranya,” gitu kan?
DD: Pasti 9 tahun proses ada banyak konflik, dulu sempat ada ragu nggak untuk ke arah yang lebih serius. Apakah ada rasa ragu karena perbedaan keyakinan ini?
DM: Dulu memang sempat ada pertanyaan, aku berdosa nggak, sih? Aku masuk neraka nggak ya? Pertanyaan itu ada. Justru itu yang membuat aku mencari tahu lebih dalam lagi. Sebagian dari diri aku juga mempertanyakan Tuhan, mengapa aku dipertemukan dengan dia yang berbeda? Kalau memang ini jelas-jelas sebuah dosa, kan Engkau yang mempertemukan kami berdua. Kalau memang Engkau tidak merestui dan melarang, mungkin setahun dua tahun akan selesai, tapi kita sama sekali nggak pernah putus.
DD: Kalian sudah hampir 14 tahun bersama, tapi mungkin terkadang ada hal-hal sensitif soal agama yang kemudian muncul. Mungkin saat lebaran atau natal?
FW: Ini pertanyaan menarik tapi kami tidak ada hal-hal sensitif, antara kami berdua. Kami dari dulu selalu terbuka, di level pemahaman pun saya belajar Islam, dia belajar Katolik. What’s wrong? Justru toleransi dimulai dari situ. Meskipun mungkin ada yang berpikir itu bukan toleransi namanya, itu kebablasan. Terserah. Bagi kami, semua pemikiran itu datang dari diri kita sendiri.
DD: Apa makna toleransi buat kalian?
DM: Kalau dari pengalaman aku, makna toleransi itu bukan hanya bisa menghormati tapi benar-benar bisa memahami bahwa kita ini berbeda. Jadi kalau misalnya saya lagi puasa, meskipun dulu pernah pengen ada yang bareng sahur tapi saya harus sadar saya tidak bisa. Ternyata ketika saya bertoleransi kepada dia tidak harus ikut saya sahur, dia ternyata mau dengan inisiatif dia sendiri untuk nemenin saya sahur. Makna toleransi bukan hanya mengerti tapi benar-benar harus paham. Aku juga suka geli kalau ada warung yang harus ditutup saat bulan puasa, kenapa? Kita yang puasa harus dipahami tapi kenapa kita juga tidak memahami bahwa ada orang lain yang tidak puasa dan dia harus bekerja mencari nafkah. Toleransi adalah komunikasi dua arah.
FW: Sejak kecil kan kita belajar, zaman saya namanya PPKN. Belajar toleransi tapi semua teori aja. Toleransi sesungguhnya adalah ketika kita terjun di masyarakat dan kita bisa menerima perbedaan itu. Maka, hipotesa saya toleransi ada dua sebenarnya di Indonesia. Satu, toleransi pasif bahwa kita harus menghargai yang puasa dan sebagainya, fine. Sebenarnya yang harus terjadi adalah toleransi aktif, bahwa kita memang secara nyata bisa menjalankan perbedaan ini dan memahami bahwa perbedaan itu sangat indah. Tidak sensitif, tidak ada pikiran negatif, ini hanya perbedaan and that’s fine. Itu toleransi menurut saya.
Hipotesa saya toleransi ada dua sebenarnya di Indonesia. Satu, toleransi pasif bahwa kita harus menghargai dan sebagainya, fine. Sebenarnya yang harus terjadi adalah toleransi aktif, bahwa kita memang secara nyata bisa menjalankan perbedaan ini dan memahami bahwa perbedaan itu sangat indah. Tidak sensitif, tidak ada pikiran negatif, ini hanya perbedaan and that’s fine.
DD: Kalian memaknai perbedaan sebagai perekat suatu hubungan, jadi lebih indah begitu, ya. Kalian Sudah menjalin hubungan dari pacaran hingga menikah, pasti ingin sampai akhir hayat. Nanti kalau kalian sudah tidak ada, kalian percaya nggak kalau di akhirat kalian akan bertemu lagi?
FW: Wah, dalem banget, ini. Luar biasa. Mungkin ini pertanyaan yang jujur ketika saya menonton trailer (film) Akhirat, itu meruntuhkan kerangka berpikir saya selama ini. Bagaimana kalau akhiratnya beda? Di dunia kita bisa toleransi dan lain-lain tapi kalau sudah naik level, ternyata beda. Setelah itu saya berpikir lama, sambil minum kopi. Akhirnya saya mendapat kesimpulan, sebelum kita jauh ngomongin soal akhirat, kita petakan semua keyakinan yang ada di dunia bukan hanya Katolik atau Islam. Konteks akhirat itu seperti apa? Ada banyak versinya. Belum ada yang bisa mencoba dan menjelaskan karena tidak akan pernah mungkin.
Saya pada akhirnya berpikir bahwa dari segala referensi yang saya baca, akhirat itu end goal, tapi di atas akhirat ada tempat tertinggi di tempat sang pencipta kita bertemu dengannya. Menurut saya, dan mungkin saya salah, akhirat itu semacam terminal terus ketika kita sudah nggak ada dan kita beda terminal pertanyaanya kita mau ke mana? Tujuannya sama hanya terminalnya yang berbeda, toh, nanti kita ketemu disana. Gitu, sih.
DD: Wah menarik sekali, terima kasih banyak sudah mau ngobrol dan sharing. Aku mendapat banyak pemahaman baru. Satu hal yang aku dapatkan dari percakapan ini, kunci dari sebuah hubungan adalah toleransi. Memaknai toleransi bahwa perbedaan bukan hambatan dalam sebuah hubungan.