Ibu memiliki peran sangat besar untukku. She’s a single parent for quite a time, sebelum kemudian menikah kembali. Oleh karenanya, dalam kesehariannya, ia dapat merangkap peran sebagai ibu dan juga ayah bagiku. Dengan peran rangkap tersebut, caranya mendidik aku termasuk keras. Dapat dikatakan sebagai tough love karena ibu sangat jarang memanja, memberi pujian, atau merasa puas dengan apa yang aku capai. Pasti selalu ada kritik dan ada kurangnya bagi dia. Walaupun begitu, di satu sisi, dengan sikapnya yang keras tersebut, ibu adalah faktor yang mendorong aku untuk terus berkarya. Mungkin bisa jadi, dorongan untuk mendapat kepuasan itu juga yang aku cari.
Misalnya dulu waktu kecil aku minta mainan, pasti ibu tidak langsung serta merta memberi. Dia menanamkan pada diriku sejak kecil untuk tidak boleh mudah meminta ke orang lain. Aku pasti harus melakukan sesuatu dahulu agar mendapatkan yang aku mau. Tidak boleh tergantung dengan orang lain, dan tidak boleh murahan menjadi perempuan. Itu adalah apa yang ia katakan padaku.
Kebetulan, zodiak aku dan ibu sama-sama aries. Bila kalian percaya dengan zodiak, mungkin kalian pasti mengerti bila aries memiliki kecenderungan karakter yang keras. Nah, kita sama-sama keras bila sudah bertengkar atau berbeda pendapat. Saat kecil, aku bisa sampai dihukum untuk keluar rumah oleh ibu, sampai sadar aku salah. Tapi, berhubung aku juga keras, aku tetap kukuh tidak mau mengaku salah hingga empat hari tidak kembali ke rumah padahal aku masih termasuk kecil usianya. Aku pergi ke rumah saudara saat itu. Agak gila memang. Ibu akhirnya luluh dan memperbolehkan aku pulang juga.
Saat biasanya berdebat dengan ibu, kita berdua cenderung selalu gengsi untuk minta maaf. Aku nggak pernah nangis saat salah lalu kemudian dimarahi. Kalau aku sampai minta maaf dan menangis, rasanya “gila harga diri gue mana”. Tapi pada akhirnya, yang biasanya menengahi perdebatan adalah ayah. Ia akan meminta aku untuk minta maaf ke ibu. Katanya, “ya kamu nggak salah, tapi kamu ada salahnya juga Kallula.” Jadi, aku pada akhirnya menurunkan ego dan meminta maaf.
Ibu memang jarang berbicara heart to heart atau negosisasi terhadap suatu pilihan yang menurutnya terbaik ke aku. Tapi, seiring beranjak dewasa, aku mulai dapat memahami ibu dan terbiasa dengannya. She’s amazing and she’s definiterly my role model. Aku tidak bisa menjadi seperti ini tanpa dukungannya pada pendidikan, karir, dan hidup aku. Hubungan aku dan dia memang unik. Kadang capek dan lelah juga dengan bentuk hubungan ini. Tapi kalau ibu tidak bersikap keras, aku tidak akan bisa terpacu untuk maju dan mencapai aku di titik sekarang ini.
Kalau ibu tidak bersikap keras, aku tidak akan bisa terpacu untuk maju dan mencapai aku di titik sekarang ini.
Waktu kecil, dengan perannya sebagai single parent, ibu benar-benar memberikan semuanya padaku. Waktunya, perhatiannya, uangnya, dan masih banyak lainnya. Dari kecil aku sudah diikutkan banyak kursus seperti renang, taekwondo, balet, biola, piano, dan lain sebagainya. Tampaknya karena aku anak tunggal, ibuku cukup ambisius ingin aku bisa melakukan berbagai macam hal, yang pada akhirnya aku paham ini semua dilakukan untuk kebaikanku sendiri.
Walaupun ia keras, tapi di satu sisi ibu juga tidak tanggung-tanggung untuk memenuhi keinginanku. Ia selalu bisa mendapatkan dan membelikan berbagai barang yang aku inginkan. Misalnya, saat kecil aku ingin memiliki semua pakaian Disney Princess lengkap dan di setiap harinya saat sekolah, aku harus memakai tas yang berbeda. Entah bagaimana caranya, ibu bisa menuruti semua permintaan OOTD (outfit of the day) ku di kala itu yang sepertinya sudah senang tampil. Pasti aku sangat merepotkan sekali. Aku sampai berpikir, bila misalnya aku punya anak nanti, mungkin belum tentu aku bisa melakukan semua hal yang ibu lakukan untukku. She’s a superwoman.
Hubungan aku dan ibu, serta anak dan orangtuanya pada umumnya memang sangat unik. Hal ini bukan merupakan sesuatu yang semua orang bisa mengerti. Hanya kita dan orangtua kita sendiri yang bisa saling memahami satu sama lainnya karena ikatan kita dengan mereka, khususnya ibu, sudah terbentuk sejak di dalam kandungan.
Hanya kita dan orangtua kita sendiri yang bisa saling memahami satu sama lainnya karena ikatan kita dengan mereka, khususnya ibu, sudah terbentuk sejak di dalam kandungan.
Sebuah perdebatan atau pertengkaran antara anak dan orangtua adalah hal yang wajar bisa terjadi. Kadang, memang susah untuk memahami apa yang orangtua katakan dan inginkan. Tapi, cobalah berusaha mengerti mereka. Menurutku, kalau kalian misalnya ingin kurang ajar dengan orangtua, ya terserah kalian, you do you. Tapi kalian perlu ingat dahulu, kalian tidak akan bisa di titik sekarang berdiri, dengan karir atau pendidikan yang dimiliki, kalau tidak didapat dari dukungan orangtua. At the end of the day, suatu saat bila terjadi apa-apa, entah kalian sakit, terlilit hutang, keadaan darurat, dan lain sebagainya, pasti akan kembali lagi ke orangtua. Jadi, coba pikirkan,seberapa jauh ingin bertengkar dengan orangtua dan apakah pertengkaran ini worth it untuk dilakukan? Apakah bijak bila kita berbuat kurang ajar dengan mereka?
Kalau kalian misalnya ingin kurang ajar dengan orangtua, ya terserah kalian, you do you. Tapi kalian perlu ingat dahulu, kalian tidak akan bisa di titik sekarang berdiri, dengan karir atau pendidikan yang dimiliki, kalau tidak didapat dari dukungan orangtua.
Resolusi konflik dari perdebatan ini perlu dilakukan dengan komunikasi. Akan tetapi, mengkomunikasikan pikiran dan permintaan maaf yang sebaiknya dilakukan juga tergantung dari kondisi hubungan kita dan orangtua masing-masing. Secara umum, coba rendahkan ego, tenangkan diri, dan pahami setiap informasi yang kita perlukan, sebelum akhirnya kita mencoba berbicara dengan mereka. Akan tetapi kalau misalnya kita tidak bisa mengungkapkan langsung karena misalnya merasa canggung, kita bisa melakukannya melalui tulisan. Entah melalui email, surat, chat, atau bersamaan dengan kiriman hadiah kecil, seperti yang inisiatif Beri Maaf lakukan. Menulis biasanya jauh lebih bisa menjatuhkan ego dan gengsi karena kalian seolah seperti menulis jurnal atau personal diary. Lebih mudah menulis dalam hal meminta maaf daripada berbicara langsung. Namun, bila hal ini belum berhasil juga, kita bisa coba untuk berbicara dengan orang terdekat untuk menjadi mediator bagi kita. Misalnya kalau bagiku ayah adalah mediator antara aku dan ibu. Jadi pembicaraan yang ingin disampaikan bisa lebih enak tersampaikan tanpa emosi. Ambil saja dulu waktu untuk menenangkan diri, baru saat kita sudah siap, ungkapkan, dan selesaikan permasalahan yang ada.
Lebih mudah menulis dalam hal meminta maaf daripada berbicara langsung.