Tidak ada seorang pun yang bisa hidup tanpa orang lain. Apalagi tanpa seorang teman. Tapi terkadang di satu aspek hidup, menjalin pertemanan bisa jadi cukup membingungkan. Terutama ketika pertemanan terjadi dalam lingkup pekerjaan. Faktanya, kita tidak mungkin menghindari pertemanan dengan kolega di kantor. Kita tetap butuh menjalin pertemanan di pekerjaan agar dapat menjalin suasana yang baik serta kerja sama yang baik. Bayangkan jika kita tidak berteman, tidak kenal, pasti akan sulit meminta bantuan kolega di kantor ketika kita menemukan masalah. Selain itu, tentu saja ketika menjalin pertemanan secara personal kita jadi punya orang yang bisa mendengarkan curahan hati, atau seseorang yang melengkapi kehidupan.
Kita tetap butuh menjalin pertemanan di pekerjaan agar dapat menjalin suasana yang baik serta kerja sama yang baik
Akan tetapi, pertemanan dengan kolega secara personal juga memiliki kekurangan. Kita tidak pernah tahu situasi kerja di kantor seperti apa. Misalnya suatu waktu kita dipromosi tapi dia tidak. Bisa saja ini menimbulkan kesenjangan sosial yang mengubah pandangannya terhadap kita. Perasaan tidak adil atau tidak nyaman karena mungkin kita menjadi atasannya. Kita tidak pernah tahu perubahan-perubahan yang terjadi di kantor yang berpotensi untuk menghadirkan “politik”. Kenyataannya, karier adalah milik kita sendiri-sendiri.
Sebaliknya, kita juga sebaiknya jangan terlalu eksklusif atau menjaga jarak dengan kolega. Suatu saat kita pasti akan membutuhkan mereka. Kalau kita terlalu menjaga jarak, mereka pasti akan merasa enggan untuk banyak berinteraksi atau bahkan tidak akan membantu sama sekali. Mencari keseimbangan antara berteman secara profesional dan personal adalah kuncinya. Pada dasarnya, kita yang harus menentukan sendiri sejauh apa kita perlu berteman dengan kolega. Kita harus memahami apa yang membuat nyaman dan tidak. Misalnya, kalau teman-teman kantor mengajak untuk pergi bersenang-senang setelah jam pulang kantor. Tapi ternyata kita harus pulang karena ingin bertemu anak. Jangan sampai kita jadi harus memaksakan diri untuk ikut hanya karena ingin berteman atau diterima dalam lingkungan pekerjaan.
Pada dasarnya, kita yang harus menentukan sendiri sejauh apa kita perlu berteman dengan kolega. Kita harus memahami apa yang membuat nyaman dan tidak.
Begitu juga ketika kita ternyata mendapatkan kesempatan untuk berbisnis dengan teman. Jika sudah melibatkan uang, terkadang sebuah hubungan entah pertemanan atau bahkan keluarga bisa terasa berbeda. Terdapat ekspektasi yang muncul dalam hubungan tersebut. Salah satunya adalah standar kerja. Karena dia adalah teman, bukan berarti kita jadi enggan untuk menegur ketika dia melakukan pekerjaan tidak sesuai standar. Sayangnya, terkadang teguran secara profesional bisa memengaruhi hubungan pertemanan. Kita perlu menyadari potensi-potensi konflik yang mungkin terjadi ketika mencampurkan hubungan profesional dan personal. Kita harus menentukan batas-batas yang jelas agar tidak memperluas masalah yang ada.
Saat terjadi masalah, komunikasi terbuka adalah hal utama yang perlu diperhatikan. Tidak semata-semata karena dia adalah teman lalu kita merasa tidak perlu membicarakan masalah. Semakin kita tidak mau membicarakannya, situasi akan semakin buruk dan perasaan-perasaan negatif bisa terus menumpuk. Soal nanti dia bisa menerima atau tidak, kita tidak bisa mengendalikan reaksinya. Yang penting kita sudah mencoba untuk terbuka. Sebenarnya komunikasi terbuka berlaku tidak hanya ketika kita berbisnis dengan teman. Dalam lingkup pertemanan di kantor, kita juga harus belajar membicarakan masalah secara terbuka.
Saat terjadi masalah, komunikasi terbuka adalah hal utama yang perlu diperhatikan. Tidak semata-semata karena dia adalah teman lalu kita merasa tidak perlu membicarakan masalah.
Sebenarnya kita bisa menentukan mana teman yang sebaiknya ada di tingkat profesional saja dan juga ada di tingkat personal dengan cara melihat motivasinya. Saya pernah beberapa kali menulis di media sosial tentang “baca isi perutnya”. Artinya kita melihat lebih seksama apa motivasi orang tersebut ketika berteman dengan kita. Contohnya di kantor, apa motivasinya membantu kita. Apakah dia memang orang yang baik? Atau memiliki agenda tertentu? Untuk mengetahuinya lebih dalam, kita pun harus mengatur strategi untuk mendekati. Misalnya dengan merokok bersama, ajak makan siang, atau mungkin memberikan barang yang dia sukai. Setelah mengetahui dan memelajari benar seperti apa orang tersebut, barulah kita bisa memikirkan sejauh apa ingin terlibat dengannya.