Buku bukan hanya menjadi sumber informasi yang bermanfaat melainkan juga sebuah karya kreativitas yang dapat menggambarkan sebuah bangsa. Tentu saja peran perpustakaan dan taman baca juga menjadi penting untuk bisa meningkatkan minat baca masyarakat sekitar. Jika kita berkaca mengenai akses yang masyarakat kita miliki terhadap buku, dibandingkan dengan warga Eropa misalnya, mungkin masih terbilang agak kurang. Pandemi juga secara tidak langsung memberi perubahan bagi pendistribusian buku kepada publik. Saat ini 80% penerbit sudah beralih melakukan distribusi penjualan buku melalui e-commerce. Meski begitu, perpustakaan tentu tetap menjadi opsi yang sangat baik untuk kemudahan akses publik terhadap buku bacaan.
Buku bukan hanya menjadi sumber informasi yang bermanfaat melainkan juga sebuah karya kreativitas yang dapat menggambarkan sebuah bangsa. Tentu saja peran perpustakaan dan taman baca juga menjadi penting untuk bisa meningkatkan minat baca masyarakat sekitar.
Harga buku mungkin memang tidak terlalu murah jika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata masyarakat kita saat ini. Meski produsen buku mungkin akan berargumen bahwa buku akan bertahan selamanya, tapi tidak bisa kita pungkiri bahwa saat ini bagi sebagian orang buku masih menjadi kebutuhan tersier. Untuk itulah perpustakaan dan taman baca bisa membantu untuk memberikan akses membaca bagi publik.
Setelah melewati masa work from home, saya lihat sudah mulai banyak individu yang lebih mengapresiasi buku fisik. Dengan adanya perpustakaan dan taman baca yang bisa kita datangi dengan mudah, kita jadi bisa mengakses buku secara fisik, tapi tentu perpustakaan digital tetap penting.
Setelah melewati masa work from home, saya lihat sudah mulai banyak individu yang lebih mengapresiasi buku fisik. Untuk itulah perpustakaan dan taman baca bisa membantu untuk memberikan akses membaca bagi publik.
Berawal dari diskusi yang terjadi di dalam salah satu program Komite Buku Nasional yaitu Litbeat Festival yang juga dihadiri oleh Gubernur DKI Jakarta, salah satu topik yang diangkat adalah kota buku. Lalu teman-teman di Komite Buku Nasional mengusulkan untuk menjadikan Jakarta sebagai kota buku, tentu saja terutama bagi warganya tetapi juga publik secara global.
Kenapa Jakarta?
Kami memang melihat Jakarta sebagai tempat dimana sejarah dunia perbukuan Indonesia berawal. Asosiasi penerbit pertama juga ada di Jakarta, hingga saat ini pun, 30% dari total aktivitas industri buku terjadi di kota ini. Untuk itu, kita mulai proses untuk ikut serta dalam program UNESCO, hingga akhirnya kita dinobatkan sebagai City of Literature dari UNESCO pada November 2021 lalu.
Ada banyak program yang akan kita jalankan untuk menghidupkan Jakarta sebagai kota buku. Meski beberapa harus tertunda karena pandemi, salah satu inisiatif besar yang sedang kita jalankan adalah membuka Taman Literasi Martha Christina Tiahahu yang pengerjaannya sudah hampir rampung. Di taman ini, kelak masyarakat bisa membeli, membaca, serta berdialog seputar mengenai topik buku hingga film dan industri hiburan. Di November ini salah satu program besar kita yaitu Jakarta menjadi tuan rumah International Publisher Association World Congress yang ke-33 akan diadakan 10-12 November di Fairmont Hotel.
Menjadi bagian dari UNESCO City of Literature adalah komitmen selamanya dan masih ada banyak hal yang harus kita pelajari untuk menjadi kota literatur. Jika berkaca dari kota-kita lain yang juga menjadi kota literatur banyak program yang dihadirkan merupakan program residency, untuk bisa menghasilkan banyak buku-buku berkualitas baik dan bahkan banyak dari buku tersebut juga terbit di manca negara. Dulu Indonesia juga punya program serupa sayangnya masih belum mendapat dukungan yang optimal. Meski begitu masih ada banyak program-program lainnya yang juga sedang berjalan dan perlu dukungan teman-teman semua untuk bisa menyemarakkan program yang ada dan menjadikan Jakarta menjadi kota buku untuk warganya. Ini saatnya kita berkolaborasi untuk bersama-sama meningkatkan literasi kita bersama.