Circle Love & Relationship

Menghargai Anak Sebagai Manusia

Gina S. Noer

@ginasnoer

Sutradara & Penulis Skenario

Ilustrasi Oleh: Salv Studio

Menjadi orangtua di zaman modern sebenarnya tidak memiliki perbedaan. Nilai menjadi orangtua tetap sama. Hanya saja yang menjadi tantangan terbesar orangtua di zaman para generasi Z ini adalah bagaimana membesarkan mereka di dunia digital. Pengaruh yang diserap oleh mereka bukan hanya terletak di diri kita sebagai orangtua, keluarga, maupun sekolah saja, tetapi juga di media-media digital. Pengaruh ini pun membuat mereka berpikir lebih kritis dibandingkan kita dari generasi-generasi sebelumnya. Namun sayangnya pendidikan tidak merata di mana kini kita sedang mengalami gawat darurat pendidikan, membuat hidup anak-anak berada dalam kehidupan yang lebih kompleks.

Anak-anak kini harus hidup di mana pribadi mereka menjadi data informasi. Pikiran mereka dipengaruhi informasi yang tersebar luas. Hidup mereka pun akan berada dalam dunia yang pertaruhannya lebih tinggi dan di lingkungan sosial yang kompleks. Meski lingkungan tersebut terlihat egaliter tapi tetap saja akan amat terlihat gap di dalam putaran mereka. Perubahan yang lebih signifikan lagi terlihat dari pergerakan kehidupan yang lebih dinamis. Cepatnya arus tren yang berubah per sekian menit, membuat generasi muda memiliki tekanan yang lebih tinggi untuk terus mengikuti perubahan tersebut. 

Cepatnya arus tren yang berubah per sekian menit, membuat generasi muda memiliki tekanan yang lebih tinggi untuk terus mengikuti perubahan tersebut. 

Menjadi orangtua di masa ini pun butuh pemahaman yang mendalam soal bagaimana mengetahui kebutuhan dirinya sendiri sebagai orangtua dan sebagai orang dewasa agar dapat membantu perkembangan anak-anak yang beranjak remaja. Menurut Erik Erikson, seorang psikolog dan psikoanalis, setiap manusia memiliki perkembangan emosi masing-masing. Sehingga orangtua pun harus sudah membereskan "pekerjaan rumah” yakni perkembangan emosinya yang belum selesai sebelum akhirnya mengawasi perkembangan emosi anak-anak mereka. Kalau tidak akan semakin pelik. Terutama ketika anak-anak remaja mereka sudah mulai mengenal hubungan asmara. Orangtua harus bisa mengetahui tujuan yang dibangun dari hubungan asmara anak remajanya tersebut. Termasuk mengajarkan mereka untuk mengenali, memahami mencintai diri sebelum nantinya mereka mengenal, memahami, menghargai orang lain untuk membangun hubungan yang lebih serius di atas pertemanan. Sehingga anak-anak membutuhkan contoh yang baik dari orangtuanya baik dari kegagalan ataupun keberhasilan hubungan. Salah satu caranya adalah dengan lebih terbuka dengan anak sedini mungkin, membangun komunikasi yang lebih sehat jauh sebelum anak memasuki masa “jatuh cinta”.

Anak-anak membutuhkan contoh yang baik dari orangtuanya; baik dari kegagalan ataupun keberhasilan hubungan.

Dalam film “Dua Garis Biru” yang saya dan tim buat ditujukan untuk membangun jembatan, membuka ruang diskusi pada para penonton tentang hubungan orangtua dan anak. Seperti yang diungkapkan Ernest Prakasa dan Najwa Shihab: meruntuhkan sekat-sekat yang terjadi antara orangtua dan anak untuk kemudian memenuhi kebutuhan pendidikan seks dan ruang pendidikan di bidang lainnya di Indonesia. Secara pribadi pun saya ingin memberikan pernyataan pada para orangtua lewat film ini tentang bagaimana anak adalah tanggung jawab kita bersama — apapun dan bagaimanapun kondisinya. Karena saya percaya setiap perjalanan ada maknanya. Setiap perjalanan adalah kesempatan untuk membuat sesuatu jadi lebih baik. Sehingga saya dan suami serta orangtua lainnya harus melakukan refleksi diri jika situasi seperti di film ini terjadi pada anak-anak kita. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa mengutamakan nilai keluarga untuk bisa saling mencintai.

Anak adalah tanggung jawab kita bersama — apapun dan bagaimanapun kondisinya.

Sebagai orang Asia memang kita memiliki kecenderungan untuk tidak terbiasa membicarakan perasaan. Sulit mengekspresikan emosi terutama ketika harus membicarakan kegagalan yang terjadi pada diri kita dan keluarga. Padahal pemahaman emosi pada kondisi sulit adalah yang terpenting untuk dikenali oleh anak-anak agar mereka tidak mengulangi kesalahan yang pernah terjadi pada kita. Realita hidup yang apa adanya menjadi krusial untuk diberitahukan ke anak. Ini adalah soal perjalanan kompleks yang akan dihadapi setiap manusia di mana mereka pun manusia dan pantas untuk mengetahui perjalanan yang mungkin mereka hadapi nantinya. Perlu pendalaman dan penghargaan diri dulu untuk menghargai emosi-emosi yang ada di diri kita. Sehingga yang seperti saya bilang tadi, kita sebagai orangtua harus sudah bisa membenahi emosi-emosi yang tak terkendali dalam diri sebelum mengawasi perkembangan emosi pada anak.

Setiap perjalanan adalah kesempatan untuk membuat sesuatu jadi lebih baik.

Jika boleh saya tularkan, prinsip yang saya pegang dalam membesarkan anak adalah prinsip menghargai anak sedini mungkin, sejak mereka dilahirkan. Ketika mereka lahir mereka adalah manusia yang hak-haknya harus dihargai. Misalnya ketika bayi mereka mempunyai hak untuk disusui dan mendapatkan asi eksklusif minimal enam bulan. Kemudian saat lebih besar kita dapat menghargai haknya saat memilih baju kesukaannya. Dilanjutkan dengan pemenuhan haknya mendapatkan pendidikan terbaik dan seterusnya. Mengapa ini perlu kita terapkan? Karena ketika kita membiasakan diri mengenalkan hak-haknya, kita membiasakan mereka untuk mengenal dirinya. Sehingga mereka jadi lebih tahu apa yang boleh disentuh oleh dirinya sendiri apa yang boleh dan tidak boleh disentuh oleh orangtuanya. Begitu pula dengan penghargaan dirinya sendiri dengan bagian-bagian vital dari dirinya serta pilihan-pilihannya. Harapannya adalah anak dapat menjadi pribadi yang mengenal siapa dirinya, tahu apa maunya baik secara pribadi maupun gunanya di dunia.

Related Articles

Card image
Circle
Kembali Merangkai Sebuah Keluarga

Selama aku tumbuh besar, aku tidak pernah merasa pantas untuk disayang. Mungkin karena aku tidak pernah merasakan kasih sayang hangat dari kedua orang tua saat kecil. Sejauh ingatan yang bisa aku kenang, sosok yang selalu hadir semasa aku kecil hingga remaja adalah Popo dan Kung-Kung.

By Greatmind
24 November 2023
Card image
Circle
Pernah Deep Talk Sama Orang Tua?

Coba ingat-ingat lagi kapan terakhir kali lo ngobrol bareng ibu atau bapak? Bukan, bukan hanya sekedar bertanya sudah makan atau belum lalu kemudian selesai, melainkan perbincangan yang lebih mendalam mengenai apa yang sedang lo kerjakan atau usahakan.

By Greatmind x Folkative
26 August 2023
Card image
Circle
Berdaya dan Berkontribusi

Ketertarikanku untuk berbagi mengenai pengalaman dan tips pengembangan diri sebenarnya dimulai ketika aku bekerja di salah satu perusahaan konsultan keuangan di Jakarta. Saat itu, banyak yang bertanya melalui media sosial mengenai kiat untuk bisa bekarir di perusahaan tersebut. Lalu setelahnya, aku juga mulai berbagi mengenai topik pengembangan diri dan karir.

By Lavina Sabila
20 May 2023