Sulit menggambarkan berapa banyak perasaan yang tercampur aduk selama pandemi. Salah satu rasa yang umum ditemui adalah kesepian. Sekarang kita dipaksa untuk bersosialisasi dengan cara yang berbeda. Banyak hal yang perlu kita waspadai ketika memiliki kesempatan besosialisasi secara langsung. Segala ketidakpastian dan ekspektasi yang patah beberapa waktu terakhir ini juga berdampak bagi banyak orang. Di kondisi sekarang ini, kita menghadapi situasi yang belum pernah kita alami sebelumnya. Terutama bagi para penyintas maupun yang sedang berjuang melawan virus covid. Ada banyak tahapan yang harus kita hadapi secara mental. Mulai dari fase tidak bisa menerima kenyataan, marah hingga mungkin merasa bersalah terhadap diri sendiri.
Seringkali pembahasan mengenai masalah mental terfokus kepada teman-teman yang positif covid, tapi rasanya topik ini bisa sangat dipahami oleh lebih banyak orang. Tantangan terbesar untuk memelihara kesehatan mental di masa pandemi masih menjadi tumpukan isu atau masalah yang belum terselesaikan. Kondisi pandemi pada dasarnya juga memang menekan, diikuti perubahan rutinitas yang terjadi secara tiba-tiba. Memiliki teman baik juga dapat membantu sistem imun kita. Sekarang mungkin kita tahu apa yang terjadi pada teman kita melalui media sosial tapi tidak benar-benar terhubung secara emosional. Kalau memang dirasa sulit menemukan teman baru, kita bisa tetap menjaga hubungan dengan teman yang kita punya.
Kalau memang dirasa sulit menemukan teman baru, kita bisa tetap menjaga hubungan dengan teman yang kita punya.
Terdapat dua cara yang bisa kita gunakan untuk menjaga kesehatan mental kita. Pertama, ada bantuan dari profesional seperti psikolog atau psikiater. Kedua, adalah social support group. Rasa kesepian memang rumit, bagi yang masih berjuang mengatasinya mungkin teman-teman bisa mulai merangkul teman lain yang juga sedang merasakan hal yang sama. Kita memang sedang dalam masa yang tidak biasa, maka kita yang harus bisa beradaptasi dengan cara bersosialisasi di masa sekarang.
Saat dihadapkan oleh kenyataan bahwa kita atau orang terdekat kita ternyata positif covid, sangat mungkin terjadi kepanikan dalam upaya penanganannya. Hal yang bisa dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan meningkatkan literasi kita terkait dengan pandemi ini. Setiap orang bisa saja punya tingkat kepanikan yang berbeda saat dihadapkan dengan situasi yang serupa, bergantung kepada tingkat literasi yang dimiliki. Rasa panik ini sangat normal terjadi saat kita dihadapkan situasi yang tidak terduga.
Melalui informasi yang cukup dan dapat dipercaya kita dapat menyadari bahwa kepanikan yang terjadi mungkin hanya karena kita belum paham dengan situasi tersebut. Berkomunikasi dengan pihak-pihak yang kompeten juga bisa menjadi salah satu cara untuk mengurangi kepanikan yang terjadi. Latihan sederhana untuk mengurangi kepanikan adalah dengan mengatur napas. Ketika kita bisa mengatur kepanikan, kita bisa mulai mencerna dan berpikir dengan jernih solusi apa yang bisa kita ambil. Saat kita mengalami tekanan mental yang begitu kuat, efeknya sama seperti sakit secara fisik yang juga dapat melemahkan sistem imun kita.
Latihan sederhana untuk mengurangi kepanikan adalah dengan mengatur napas. Ketika kita bisa mengatur kepanikan, kita bisa mulai mencerna dan berpikir dengan jernih solusi apa yang bisa kita ambil.
Salah satu tekanan yang ditemui oleh teman-teman yang positif covid adalah stigma yang disematkan. Terdapat tiga jenis stigma mengenai pasien atau penyintas covid yaitu struktual, sosial, dan individu. Pada para penyintas covid, terutama teman-teman yang terkena long covid terkadang mendapat stigma antar penyintas. Penting untuk memahami situasi pandemi yang terjadi sehingga kita bisa menghadapinya dengan bijak. Memahami bahwa ada tahapan saat kita memproses perasaan di otak kita, dapat mencegah perasaan tersebut muncul. Jika sudah terlanjur dirasakan, kita bisa berkomunikasi dengan sumber tekanan tersebut jika memang masih bisa kita jangkau. Kita harus menerima ketika kita tersinggung dan mencoba mengkomunikasikan hal tersebut, agar orang lain tahu apa yang kita rasakan.
Dari perspektif penyintas covid, stigma long covid sendiri tidak hanya berdampak pada fisik tetapi juga mental. Seperti mood swing hingga fungsi kognitif yang terganggu lantaran terjangkit virus covid. Selain kondisi mental, tekanan sosial juga dapat memengaruhi sistem imun kita. Sebaiknya jangan menolak apa yang sedang terjadi, jika memang panik, cemas, atau sedih maka terima. Baru setelah itu kita coba atur kembali bagaimana cara kita menentukan solusi yang tepat.
Sebaiknya jangan menolak apa yang sedang terjadi, jika memang panik, cemas, atau sedih maka terima. Baru setelah itu kita coba atur kembali bagaimana cara kita menentukan solusi yang tepat.
Sering kali kita tidak bisa mendeksripsikan apa yang kita rasakan, padahal ini penting dalam proses menerima perasaan. Jika memang dirasa tidak nyaman berbicara dengan orang lain, bisa coba menulis jurnal anggap saja seperti kita berteman dengan diri sendiri. Sadari napas kita, atur napas kita jika kita merasa panik atau cemas. Ingat kamu tidak sendiri seluruh dunia merasakan hal yang sama. Ini mungkin terlihat sedikit tidak sejalan dalam mengatasi kesendirian atau stigma tetapi dengan vaksinasi dan mengikuti protokol kesehatan adalah hal yang bisa kendalikan untuk merendahkan kecemasan kita.
Sadari napas kita, atur napas kita jika kita merasa panik atau cemas. Ingat kamu tidak sendiri seluruh dunia merasakan hal yang sama.