Cinta. Sebuah kata yang terkadang membuat kita merasa enggan untuk mendengar atau membicarakannya. Banyak orang bilang bicara tentang cinta adalah bicara tentang remeh temeh. Sesuatu yang tidak penting untuk didiskusikan. Tapi apa benar kita tidak perlu membicarakan cinta?
Toxic Relationship, Ghosting, Gaslighting, Lost in Translation, Love Languages, Modern Dating, Open Relationship, Casual Relationship, Online Dating. Tahu tidak apa arti dari kata-kata yang baru saja disebut? Kalau tidak, mungkin kamu belum cukup banyak bicara tentang hubungan.
Banyak sekali orang di sekitar kita yang masih menganggap topik hubungan sebagai sesuatu yang cheesy atau tidak penting. Biasanya, mereka enggan membicarakan perasaan dan kondisi hati entah betapa bingungnya mereka. Sebenarnya apa yang membuat topik ini begitu menakutkan?
Pertama, kurangnya dukungan dari lingkungan. Berdasarkan buku “Modern Romance” oleh Aziz Ansari, hubungan asmara 30 hingga 40 tahun yang lalu tidak sekompleks seperti era modern saat ini. Dulu sangatlah simpel. Menemukan calon pasangan hidup tanpa berpacaran adalah hal yang wajar bahkan didukung. Tujuannya jelas yaitu untuk menikah dan melanjutkan keturunan. Dukungan untuk budaya ini sangat besar pada zamannya. Coba saja ada anak perempuan muda terlihat melajang sangat lama, satu kampung berbondong-bondong berjuang keras mencarikan jodoh.
Namun sekarang zaman sudah berubah. Sayangnya, kita sudah terbiasa untuk tidak membahas hubungan lebih dalam. Kita hanya fokus pada tingkatan hubungan saja. Setelah pendekatan lalu menikah. Apa itu kualitas hubungan? Untuk apa bicara tentang persiapan pernikahan? Menikah saja dulu, selanjutnya lihat nanti! Alih-alih ingin membahas tentang perasaan akhirnya lebih sering dibilang baperan atau terlalu dibawa perasaan.
Alasan lainnya terletak pada pria. Sejak dahulu kala di masyarakat kita terdapat terminologi toxic masculinity yang membuat para lelaki seakan memiliki streotip tertentu agar dianggap seorang pria sejati. Membicarakan perasaan menjadi sesuatu yang tabu. Mereka akan dianggap lemah atau seperti wanita jika menunjukkan sisi sensitifnya. Inilah mengapa akhirnya para pria enggan untuk membicarakan cinta. Lambat laun, kebanyakan pria jadi terbiasa untuk melihat cinta dan hubungan sebagai sebuah topik yang remeh temeh, dan tidak perlu dibicarakan. Baik kepada sesama pria atau kepada pasangan.
Alasan yang lebih sederhana adalah karena mungkin, jauh di lubuk hati, kita juga tidak tahu apa yang kita lakukan dalam hubungan. Maka banyak pertanyaan yang tidak bisa dijelaskan dan malu mengakuinya. Apalagi, jika dibandingkan dengan gambaran pada novel, film atau lagu romantis. Sepertinya jauh sekali. Terakhir, jatuh cinta membuat kita menjadi bodoh atau konyol. Padahal ini bukan hal buruk. Ini dapat dijelaskan secara biologis karena terjadinya sangat natural. Saat kita jatuh cinta, hormon-hormon dalam tubuh mengubah kondisi tubuh. Buktinya, kita bisa merasakan sulit tidur atau tidak ingin makan. Kedua, jatuh cinta memberikan efek yang sama seperti alkohol atau narkoba pada otak. Membuat efek melayang-layang dan ketagihan. Terakhir, jatuh cinta mempengaruhi fungsi kognitif kita. Wajar saja jika saat jatuh cinta kita sulit berpikir logis. Semakin dewasa usia biasanya efek-efek ini lebih bisa dikendalikan. Tapi semua alasan ini tidak berarti jika dibandingkan dengan keuntungan membahas tentang hubungan.
Buang jauh alasan pertama untuk tidak mau bicara tentang hubungan. Kenapa? Manusia adalah makhluk sosial. Membina hubungan dengan orang lain adalah kebutuhan kita. Apa yang terjadi kalau hubungan dengan orang lain bermasalah? Pasti kualitas hidup akan berkurang. Buktinya, berdasarkan riset dari Journal of Health and Behaviour, kualitas hubungan yang buruk dapat memengaruhi kesehatan fisik. Salah satunya adalah meningkatkan risiko terserang sakit jantung.
Manusia adalah makhluk sosial. Membina hubungan dengan orang lain adalah kebutuhan kita.
Tentu saja, membicarakan tentang cinta tidak bisa dengan orang sembarang. Kamu perlu membicarakan kepada orang yang kamu percaya. Jika perlu, kamu bisa datang ke para ahli. Di manapun dan siapapun itu, membahas hubungan tidak hanya tentang siapa gebetan atau cocok-tidak cocok kamu dengan pasangan. Membahas hubungan lebih dalam daripada itu. Kalau kita berani membicarakan hubungan berarti kita mau membuka diri untuk belajar berkomunikasi lebih baik. Dengan begitu, kita bisa belajar bagaimana berada dalam tim, berkompromi, membuat keputusan dan paling penting belajar berkomitmen. Selain itu, kita juga bisa belajar bagaimana berhadapan dengan krisis dan menyelesaikan masalah sehingga kita bisa menjalin hubungan lebih baik dengan pasangan maupun dengan orang-orang terdekat kita. Tapi yang paling penting adalah kita bisa lebih mengenal diri sendiri lewat setiap hubungan yang dijalani.
Kalau kita berani membicarakan hubungan berarti kita mau membuka diri untuk belajar berkomunikasi lebih baik.
Ketakutan untuk dicap kurang maskulin, remeh temeh, atau terlalu baperan, dengan usaha sebenarnya untuk meningkatkan kepuasan hidup kita dari interaksi sosial, mana yang lebih menguntungkan? Tentu saja semua itu untuk tujuan bahagia. Baik itu memiliki hubungan yang lebih romantis dan langgeng hingga tua, atau sekadar merasa puas dengan apapun yang kita miliki saat ini. Dan kalau dipikir-pikir, semua hal yang bisa kita pelajari hanya dari bicara tentang hubungan asmara bisa diterapkan juga pada hubungan lainnya; di keluarga, pertemanan bahkan lingkup pekerjaan.
Jadi bicara tentang hubungan bukan hanya tentang curhat yang meluap-luap. Tetapi tentang mengevaluasi, belajar dan memahami. Semoga setelah itu, kita bisa mendapatkan kualitas hubungan yang didamba-dambakan. Bagaimana sudah siap untuk meningkatkan kualitas hubunganmu dengan siapapun termasuk diri sendiri?