Circle Love & Relationship

Menerima Kebersamaan

Sebagai saudara kembar kami sudah sangat terbiasa dengan mitos-mitos yang diarahkan pada hubungan persaudaraan kami. Dikira bisa melakukan telepati, dikira pasti akan sakit kalau salah satu di antara kami sakit. Padahal semuanya bisa dijelaskan secara logis. Tentu saja karena kami tidur satu kamar dan sering bersama jadi kalau salah satu dari kami sakit maka mudah sekali yang lainnya tertular. Lalu soal telepati. Sebenarnya sesederhana proses bertumbuh di lingkungan yang sama. Seperti yang kita tahu, lingkungan membentuk pemikiran dan perilaku seseorang bukan? Pikiran dan selera seseorang bisa mirip dengan yang lainnya jika berada dalam satu lingkungan yang sama. Itulah yang terjadi pada kami. Semenjak dalam janin kami sudah bersama. Mendengarkan suara dan nasihat yang sama dari orangtua di waktu yang bersamaan. Mengenyam pendidikan pun di sekolah yang sama sampai SMA. Jadi tidak heran kalau kami seakan sudah paham pemikiran satu sama lain tanpa mengatakannya secara verbal.

Pikiran dan selera seseorang bisa mirip dengan yang lainnya jika berada dalam satu lingkungan yang sama.

Mungkin karena hal tersebut kami seringkali dianggap tidak ada bedanya. Bahkan dalam urusan pria. Pernah ada pria yang bingung mau memilih siapa di antara kami karena merasa kami sama saja. Padahal kami tetaplah dua orang yang berbeda. Memiliki kepribadian dan perilaku yang berbeda. Ada juga waktu-waktu di mana kami tidak sependapat. Tidak selalu setuju dengan opini satu sama lain. Sesekali juga merasa sebal harus menyamakan jadwal untuk satu pekerjaan yang dilakukan bersama padahal sedang ada kegiatan sendiri. Hanya saja penerimaan diri sebagai saudara kembar sudah amat melekat pada pikiran dan hati kami sehingga kami seperti tidak perlu banyak membuang waktu untuk bertengkar sampai memisahkan diri satu sama lain. Kami sudah sadar dan paham betul bahwa ikatan darah di antara kami tidak bisa terputus sampai kapan pun. Sehingga tidak butuh waktu lama untuk kembali kompak setelah berargumen.

Memang kalau di pekerjaan kami selalu terlihat bersama dengan penampilan yang mirip. Sampai-sampai orang yang baru kenal pasti kaget setelah tahu kami juga sering melakukan keseharian sendiri-sendiri dan tidak menyamakan penampilan. Walau persentasenya 70% bersama 30% berkegiatan personal. Namun sebenarnya kami juga tidak terlalu merasa membutuhkan jarak sampai harus menentukan kapan waktu me-time. Pada dasarnya kami adalah pribadi yang ekstrover dan tidak begitu suka menyendiri. Tidak pernah terlintas pula untuk sengaja berjarak kecuali hal-hal yang berhubungan dengan pasangan. Tidak mungkin juga kan saat sedang berinteraksi dengan pasangan salah satu dari kami ikut berinteraksi.

Ikatan darah di antara kami tidak bisa terputus sampai kapan pun.

Sejatinya, kami menganggap segala yang dimiliki saat ini adalah anugerah. Terlepas dari stigma, kami sesungguhnya tidak terlalu repot untuk memikirkan sisi negatifnya. Sebaliknya, kami fokus pada hal-hal positif yang berguna bagi diri kami dan orang lain. Bersyukur sekali kami dapat bekerja bersama saudara sendiri. Kalau ada masalah diselesaikan berdua. Memikirkan kerumitan pekerjaan berdua. Rasanya kami sulit merasa kesepian dalam situasi ini. Terlebih, kami pun sama-sama memahami betapa pentingnya label kembar di dunia pekerjaan. Dilihat dari sisi lain kami merasa amat bersyukur bisa bekerja sama menjadi saudara kembar yang kompak sampai bisa berkarier di ranah yang sama. Tidak semua saudara kembar bisa bekerja sama dengan baik. Tidak semua saudara kembar bisa memperlihatkan perbedaan dari kesamaan mereka. Menjadi satu paket yang unik dan mudah diingat.

Dengan berjalan bersama, kami yakin bisa lebih maju dan memberikan pengaruh yang lebih kuat. Berdua terasa lebih baik daripada sendiri. Contohnya saja ketika kami mengadakan pergerakan #100dayswithoutinstagram. Awalnya kami  merasa mulai jenuh dengan kehidupan media sosial. Lambat laun kami berdua pun merasa media sosial yang seharusnya menjadi tempat kita menaruh konten justru lebih banyak membuat kita menghabiskan waktu di dalamnya. Bukannya jadi produsen justru jadi konsumen. Kemudian kami mulai merasa kehilangan fokus apalagi karena kami tipe orang yang mudah terpengaruh distraksi. Akhirnya kami pun ingin memberikan pengaruh yang lebih baik pada masyarakat dengan gerakan ini dan memperlihatkan hasilnya nanti di hari ke-100. Sementara kami berdua tidak menggunakan Instagram terlebih dulu untuk bisa fokus pada pekerjaan yang menjadi gol kami berdua. Harapan kami dengan menjalankannya berdua, pesannya pun bisa mencapai jangkauan yang lebih luas.

Berdua terasa lebih baik daripada sendiri.

Photo by @winstongomez
Style concept @niel_dimitrij 
Brushed by @obbymakeup 
Hair by @felifan_makeup 
Wardrobe by @danson.sg

Related Articles

Card image
Circle
Kembali Merangkai Sebuah Keluarga

Selama aku tumbuh besar, aku tidak pernah merasa pantas untuk disayang. Mungkin karena aku tidak pernah merasakan kasih sayang hangat dari kedua orang tua saat kecil. Sejauh ingatan yang bisa aku kenang, sosok yang selalu hadir semasa aku kecil hingga remaja adalah Popo dan Kung-Kung.

By Greatmind
24 November 2023
Card image
Circle
Pernah Deep Talk Sama Orang Tua?

Coba ingat-ingat lagi kapan terakhir kali lo ngobrol bareng ibu atau bapak? Bukan, bukan hanya sekedar bertanya sudah makan atau belum lalu kemudian selesai, melainkan perbincangan yang lebih mendalam mengenai apa yang sedang lo kerjakan atau usahakan.

By Greatmind x Folkative
26 August 2023
Card image
Circle
Berdaya dan Berkontribusi

Ketertarikanku untuk berbagi mengenai pengalaman dan tips pengembangan diri sebenarnya dimulai ketika aku bekerja di salah satu perusahaan konsultan keuangan di Jakarta. Saat itu, banyak yang bertanya melalui media sosial mengenai kiat untuk bisa bekarir di perusahaan tersebut. Lalu setelahnya, aku juga mulai berbagi mengenai topik pengembangan diri dan karir.

By Lavina Sabila
20 May 2023