Apa itu keluarga dan siapa saja isinya? Orang tua dan anak? Ayah, ibu, dan anak? Atau, bisa juga, ibu, ibu, dan anak? Kira-kira, ini adalah salah satu dari banyak pertanyaan mengenai dinamika keluarga yang ingin digugah dan dijawab dalam film A Perfectly Normal Family.
A Perfectly Normal Family (En helt almindelig familie) adalah film produksi Denmark tahun 2020 yang disutradarai oleh Malou Reymann. Film bercerita tentang Emma, seorang gadis muda dengan keluarga yang biasa-biasa saja hingga suatu hari, Ayahnya, Thomas, memutuskan untuk menjadi seorang transeksual dan mengganti namanya menjadi Agnete. Melalui perspektif Emma, penonton diajak untuk menyelami lebih dalam tentang perjalanan Emma dalam menerima kenyataan bahwa keluarganya telah berubah serta mencari arti sesungguhnya dari kata ‘keluarga’.
Dunia Emma berjalan biasa-biasa saja, normal. Hingga pada suatu hari, kedua orang tuanya memberitahu Emma dan kakaknya bahwa mereka akan bercerai karena Thomas akan mengubah gendernya menjadi perempuan. “Ayah tidak bisa sendiri menentukan hal tersebut” kata Emma yang masih berusaha menerima kenyataan, berbanding terbalik dengan kakaknya yang dengan santai menerima dan mendukung keputusan Ayahnya. Seketika, keluarga nuklir Emma hanya menjadi keluarga saja.
Keluarga sering kali diartikan oleh banyak orang sebagai mereka yang selalu ada dan mendukung pribadi apa adanya. Namun, keluarga juga menjadi ketakutan tersendiri bagi orang-orang dengan gender yang berbeda dan tidak sesuai dengan konstruksi masyarakat. Tidaklah mudah bagi mereka, individu dengan gender yang berbeda, untuk melela kepada keluarganya sendiri. Tidaklah mudah juga bagi anggota keluarga, untuk menerima anggota keluarga dengan gender yang berbeda, terutama dalam konteks Indonesia di mana gender hanyalah laki-laki dan perempuan. Butuh waktu dan keterbiasaan bagi kedua belah pihak untuk bisa saling mengerti dan kesabaran serta kerja sama agar perbedaan yang ada tidak menjadi pemecah hubungan keluarga. Kalimat serta kabar tidak mengenakkan dari orang sekitar menjadi tantangan selanjutnya bagi keluarga dalam menerima perbedaan yang ada.
Keluarga sering kali diartikan oleh banyak orang sebagai mereka yang selalu ada dan mendukung pribadi apa adanya. Namun, keluarga juga menjadi ketakutan tersendiri bagi orang-orang dengan gender yang berbeda dan tidak sesuai dengan konstruksi masyarakat.
Dinamika ayah dan ibu sudah tidak berlaku dalam keluarga Emma. Pembagian mana tugas ayah dan mana yang punya ibu sudah dieliminir sejak Agnete hadir. Namun, bukan berarti terjadi ketimpangan. Meskipun susah bagi Emma untuk mencerna bahwa sekarang ia mempunyai dua ibu, Emma tidak menjauhi Agnete. Dalam proses penerimaan, mereka terus bersama dan saling berkomunikasi. Yang paling terpenting, adalah bagaimana kita selalu ada di samping anggota keluarga kita disaat senang dan susah. Normal adalah kata yang subjektif dan yang menentukan adalah kita.
Tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama keluarga selalu bersama. Transisi bukanlah sebuah akhir, tapi sebuah awal yang baru.
Tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama keluarga selalu bersama. Transisi bukanlah sebuah akhir, tapi sebuah awal yang baru.