Dari lahir kita sudah dikaruniai karakter dan passion tertentu. Namun berjalannya waktu banyak hal yang membuat kita memiliki banyak pertimbangan ketika menginginkan sesuatu. Padahal sebenarnya kita semua punya kesempatan untuk mendapatkan segalanya. "This and that" bukan "this or that." Aku percaya kita bisa tidak hanya harus memilih salah satu. Tidak harus memilih antara karier atau keluarga. Semua hanya soal bagaimana kita bisa mengatur dan menjalaninya saja. Rasanya aku tidak rela jika harus hidup memilih dan mengorbankan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain. Setiap orang berhak punya keinginan dan merasa mampu untuk mendapatkan apa yang mereka mau.
Setiap orang berhak punya keinginan dan merasa mampu untuk mendapatkan apa yang mereka mau.
Kedua orangtuaku bekerja ketika aku masih kecil. Dan aku merasa itu juga yang memengaruhi pilihanku sekarang untuk berkeluarga dan berkarier. Aku percaya dalam parenting cuma ada dua pilihan antara menjadi orangtua dengan mempelajari apa yang diajarkan orangtua atau memberikan apa yang tidak kita dapatkan dari mereka.
Aku merasa tidak pernah kekurangan kasih sayang, dan waktu berkualitas dengan kedua orangtuaku yang dulu sibuk bekerja. Itulah yang juga aku terapkan ke anak-anakku. Walaupun aku bekerja sana-sini tapi aku tetap menjaga hubungan yang berkualitas dengan anak-anak. Memang aku punya tiga pengasuh untuk setiap anak. Tapi ketika aku bersama mereka, para pengasuh pun ditinggal. Aku percaya hubungan dengan anak itu bukan soal kuantitas tapi kualitas.
Jujur saja, dulu saat masih bekerja di korporat dari pukul 9 sampai 5 aku merasa bersalah pada anak-anakku karena seakan waktuku dimiliki orang lain. Akhirnya ketika hamil anak kedua aku memberanikan diri untuk berhenti bekerja. Belum terpikir mau melakukan apa tapi aku tahu banyak yang mau dan bisa aku lakukan. Toh, aku tetap bisa kembali bekerja kantoran kalau memang tidak berhasil bekerja sendiri. Beruntungnya aku justru mendapat kesempatan untuk jadi wirausaha dan konsultan marketing yang bisa bekerja di luar kantor. Aku bisa mengatur waktuku sendiri untuk tetap memperhatikan anak walaupun sibuk kerja. Ini yang menjadi solusi agar aku bisa merasa tetap berkarier dan berkeluarga.
Aku bisa mengatur waktuku sendiri untuk tetap memerhatikan anak walaupun sibuk kerja. Ini yang menjadi solusi untuk aku bisa merasa tetap berkarier dan berkeluarga.
Sejauh ini aku merasa tidak pernah keteteran soal membagi waktu keduanya. Walau kadang waktu untuk diriku sendiri yang berkurang. Tapi aku mencintai dan menikmati keduanya. Jadi yang paling penting adalah mengatur strategi bagaimana bisa menghidupi keseimbangan sehari-harinya. Untungnya lagi pekerjaanku mengharuskan untuk membuat dan merencanakan strategi. Sehingga aku pun menerapkan kebiasaan tersebut dalam keseharian. Semua terjadwal dengan baik. Aku tidak suka dengan jadwal spontan, semua harus aku atur sedemikan rupa. Memang otak jadi terus dibuat berpikir sampai-sampai aku seringkali harus mengingatkan diri, “Tenang, tidak usah perfeksionis. Dijalani saja. Semua jadwal tidak bisa selalu sesuai dengan yang diharapkan.” Selain itu aku juga menerapkan kerja sama tim dengan suamiku agar bisa tetap menjalankan karier dan rumah tangga dengan baik. Biasanya ketika sedang ada promo film aku jadi punya banyak pikiran sampai sering sampai di rumah pun masih kepikiran. Sedangkan sesampai di rumah ada anak-anak yang mau main sama aku. Lalu aku biasanya akan meminta tolong pada suamiku untuk menemani anak-anak bermain sebentar selagi aku tidur sejenak. Setelah tidur aku bisa ceria lagi, merasa present dan menyadari saat di rumah berarti waktunya untuk anak-anak.
Aku tidak suka dengan jadwal spontan, semua harus aku atur sedemikan rupa. Memang otak jadi terus dibuat berpikir sampai-sampai aku seringkali harus mengingatkan diri.
Untuk sebagian orang mungkin bertanya-tanya bagaimana aku bisa menjadi keduanya; ibu dari tiga anak dan wanita karier. Mereka juga banyak yang mengira aku pasti pusing dan stres sekali. Nyatanya, aku sangat menikmati waktu bekerja. Untuk diriku yang seorang dengan kepribadian ENTJ (Extroversion, Intuition, Thinking, Judgemental) ini prestasi adalah penggerak hidup. Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa target dan prestasi. Sudah pasti aku jadi tidak bisa memenuhi jiwa dan hasrat hidup. Bukan berarti menjadi seorang ibu bukan sebuah prestasi. Buatku menjadi seorang ibu juga sebuah prestasi besar. Maksudnya adalah kalau aku tidak menggunakan kemampuan dan memanfaatkan potensiku, rasanya pasti aku justru akan stres.
Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa target dan prestasi. Sudah pasti aku jadi tidak bisa memenuhi jiwa dan hasrat hidup.
Menurutku tidak adil kalau menikah dan berkeluarga harus mengubah diri kita. Aku percaya pria dan wanita saat sudah bersatu tidak harus mengubah hidupnya untuk pasangannya. Aku dan suami tidak pernah berharap untuk mengubah satu sama lain dan memang tidak perlu. Meskipun ibuku yang masih punya pikiran tradisional selalu mengingatkan bahwa sebagai wanita mau punya prestasi sebesar apa di luar sana, di dalam rumah perannya sebagai istri dan ibu tetap harus dilakukan. Biasanya kalau aku mau pergi dia ingatkan, “Sudah bilang suamimu belum?” Jadi tidak semerta-merta aku sebagai wanita modern lupa menghargai suami. Semua tetap berada dalam keseimbangan agar dapat berjalan baik-baik saja.
Pria dan wanita saat sudah bersatu tidak harus mengubah hidupnya untuk pasangannya.