Circle Love & Relationship

Melalui Pernikahan Beda Agama

Della Dartyan (D): Halo, saya Della Dartyan, dan saya pemeran utama dalam film Akhirat. Sekarang kita akan bahas mengenai topik beda agama ini bersama Mbak Ira dan Mbak Dini. Nah, sekarang siapa dulu nih yang menceritakan bagaimana sih kisah percintaan kalian masing-masing. Oke, Mbak Ira dulu?

Ira (IR): Saya Ira, saya sudah menikah 12 tahun. Pacaran sebenarnya 6 bulan, karena pada saat itu saya merasa dia orang yang tepat. 

Satu-satunya orang yang bisa menjawab ke depannya bagaimana dengan perbedaan kita. Hanya dia yang bisa jawab, jadi tidak perlu waktu lama tapi Puji Tuhan sampai sekarang kita masih bersama dengan 2 anak.

DD: Wow, jadi dari awal sudah ada rasa klik gitu, ya? Jadi nggak mikirin perbedaan apa pun yang terjadi. Oke mbak sorry, jadi Mbak Ira ini?

IR: Saya Kristen.

DD: Suaminya?

IR: Aah.. Muslim.

DD: Wow, oke. Mbak Dini?

Dienita Ambarsari (DA): Saya Dienita Ambarsari, saya menikah baru 6 tahun, setengah dari Mbak Ira dan belum dikaruniai anak. Kita pacaran 4 tahun, cukup lama mbak, kalau aku mempertimbangkannya cukup lama dan sampai aku akhirnya bilang oke itu karena memang dari awal aku juga udah bilang ke suami aku bahwa aku bukan mencari pacar jadi mencari pasangan hidup aku. 

Jadi, di situ dia bisa menjawab juga, sama, dengan yakin bahwa kita akan bisa bersama dalam biduk rumah tangga. Oh, yaudah berarti selanjutnya kita akan ngobrolin gimana step selanjutnya untuk bisa kita mewujudkan itu.  

DD: Kalau untuk Mbak Ira, apa yang membuat Mbak Ira merasa klik dan melupakan segala perbedaan yang ada?

IR: Sebenarnya  saya sudah terbiasa untuk dekat dengan lawan jenis yang berbeda agama. Ayah saya sendiri, almarhum, Muslim. Kami dari keluarga campur. Jadi dengan keluarga Mama juga beda-beda, jadi saya terbiasa dengan segala tradisi, segala pengetahuan. Pada saat itu hanya dia yang berani menjawab bahwa saya akan berkorban untuk kamu, bagaimana caranya agar kita bisa bersatu, itu kita jalanin.

DD: Jadi dari awal, tuh, udah berkompromi tentang perbedaan ini atau gimana?

IR: Iya, dari awal kita dekat saya sudah bilang, sama seperti Mbak Dini, saya bukan cari pacar umur saya sudah cukup untuk saya nikah saya mencari pasangan dan dia bilang oke terus bagaimana dengan ini? 

Awal-awal sebulan, dua bulan pacaran masih lucu-lucu ya tapi setelah beberapa bulan, sampai 5 bulan akhirnya dia memutuskan untuk ayo kita jalani.

DD: Oke, berati dari awal memang sudah berkomitmen nih untuk ayo kita jalan.

IR: Kalau nggak, nggak diterusin.

DD: Bener, nah kalau Mbak Dini nih kayaknya lebih menarik nih jadi 4 tahun, tuh, pasti akan ada banyak apa ya, pemikiran-pemikiran yang mungkin “Ah maju nggak nih, maju nggak nih”

Mungkin gitu ya? Coba diceritain Mbak, gimana perjuangan untuk bisa akhirnya menemukan titik tengah, ayuk kita jalan, kita komit dengan hubungan ini.

DA: Aku ya itu kan dari awal juga memang kita sudah tahu bahwa memang kita beda kan. Nah, terus gua bilang, ini kalau mau dilanjutin ini harus ke arah yang serius dia bilang oke aku siap ke arah yang serius. 

Berjalannya waktu sampai akhirnya aku bilang sama dia umur aku di situ 28, aku bilang aku tidak mau menikah lewat dari umur 28, nah itu udah berjalan 4 tahun dia bilang oh yaudah oke kita putusin kita menikah “Aku izin dulu ke orang tua” katanya gitu dan di situ aku bilang “Jangan dulu ngomong ke orang tua tentang kita gimana?”

Nggak mungkin dong ujug-ujug dateng ke orang tua terus bilang “Pah saya mau nikah” “Lah kamu udah (hilang akal)?” mungkin gitu kan. 

Jadi kan yaudah akhirnya kita ngobrol dulu panjang lebar sampai akhirnya suami aku bilang yaudah kita nikah secara Islam dan dia memutuskan masuk Islam. 

DD: Akhirnya? Wow. seru banget nih ya. Berarti sekarang sama-sama Muslim?

DA: Nggak, jadi menikah secara Islam hanya untuk menikah aja.

DD: Oh gitu.

DA: Karena di Indonesia belum bisa kan. Jadi kita untuk menikah aja secara Islam tapi sekarang yaudah kita berjalan masing-masing.

DD: Oke-oke. Pasti akan ada dalam pikiran kalian mungkin sebelum menikah walaupun. Ah, sebelum menikah atau sesudah menikah gimana caranya kalian kan ibadahnya berbeda-beda ya, gimana caranya  kalian bisa menjunjung tinggi toleransi ketika beribadah? Mbak Dini dulu?

DA: Kalau aku sih sama kayak Mbak Ira, nggak ada pemaksaan juga, baik dari pihak keluarga dia untuk aku ikut mereka nggak. Dari pihak Mama aku juga, Mama aku mengatakan, aku sorry aku sukunya Betawi, jadi kalau Betawi kan agama itu hem (kuat) gitu ya kayak wow gitu. 

Jadi tapi di situ aku juga takjub ngeliat Mama yang bilang setelah prosesi pernikahan pesta tuh selesai Mama cuma bilang “Pesen Mama cuma satu kamu harus ingat sampai kapan pun itu jangan pernah memaksa Jerry untuk belajar dan masuk Islam biarkan dia sendiri itu keinginannya jadi jangan pernah memaksa sampai kapan pun” 

Jadi sampai detik ini aku pun tidak pernah memaksa, orang tua aku pun tidak memaksa. Jadi yaudah aku seperti biasa layaknya Muslim pada umumnya waktunya sholat ya sholat, selesai sholat ya ngaji dia pun kalau di rumah ketika aku ngaji lagi mendengarkan musik dia ngecilin kadang dimatiin semua toleransi segala macam. 

Kalau misalnya ada Misa ya dia pergi sama keluarganya aku di rumah aja gitu sih. Nggak ribet sih pas udah menikahnya cuman pas sebelum menikahnya itu kayak wow gitu.

DD: Pas belum menikah kan gimana ya jadinya kita jadi belajar satu sama lain kan tentang agama satu sama lain juga. Saling mengerti untuk bisa bertoleransi.

DA: Dan masing-masing agama kan juga tidak mengajarkan keburukan ya, jadinya yaudah aku di keluarganya merasa diterima, dia pun di keluarga aku merasa diterima jadi yaudah sama-sama menghargai. 

Jadi kalau pun kita travel ke mana-mana misalnya lagi jalan sama keluarga aku adzan berkumandang gitu dzuhur itu dengan sendirinya yang mau itu ke Masjid dulu nggak, mau melipir ke Masjid dulu nggak mau sholat nggak Mama kamu pada mau sholat dulu nggak? 

Oh iya dong, boleh ke rest area dulu untuk sholat jadi waktunya sholat pun dia tahu itu bahwa harus melipir untuk sholat.

DD: Tapi aku ingin nanyain sesuatu nih, biasanya itu kan perempuan itu pasti punya banyak penilaian dari pada laki-laki kan biasanya kalau agama itu kan perempuan ikutnya laki-laki tapi apa yang membuat kalian tetap menjunjung, istilahnya aku nggak mau pindah agama untuk suami aku, aku tetap pada kepercayaanku?

IR: Kalau buat saya ya, asumsi wanita lebih banyak terima penilaian jelek menurut saya nggak ya, ini 2000 coy, ya kan. Feminis sekali kan? Tapi buat kami, kami humanis. People equal itu laki-laki ya (sama dengan) perempuan. 

Memang dalam agama laki-laki yang utama itu di dalam keluarga, saya tetap menjunjung tinggi dia sebagai kepala keluarga tapi untuk kesamaan hak menurut saya sama. Malah sebenarnya karena mungkin suami saya laki-laki dan mayoritas, dia yang lebih banyak menerima penilaian dibanding saya karena “Lo kepala keluarga masa lo nggak bisa sih bawa keluarga lo?” gitu.

Dan itu juga yang jadi dasar kakak ipar saya untuk tidak tegur kami selama satu tahun karena dia merasa kecewa bahwa adiknya yang terakhir laki-laki yang seharusnya bisa membawa keluarganya kok lo malah ikut gitu dan itu kita buktikan. 

Selama satu tahun kami tidak bisa bicara sama mereka, ya itu dan dari lingkungan juga lebih ke suami saya yang lebih banyak terima penilaian sebenarnya mungkin ya itu dia mayoritas dan juga kepala keluarga gitu. 

Kalau saya sebenarnya orang (bilang) gile lo bisa juga ya gitu, malah saya yang saya terima itu seperti itu “gila lo, laki lo bisa ikut ya, hebat juga lo. Peletnya apa, bu?” ya kan?

Kalau buat saya ya, asumsi wanita lebih banyak terima penilaian jelek menurut saya nggak ya. Feminis sekali kan? Tapi buat kami, kami humanis. People itu equal laki-laki sama dengan perempuan. 

DA: Atau ditanya dukunnya di mana kan?

IR: Gitu, jadi minta nomornya, sis. Jadi lebih ke situ, tapi kalau misalnya dibilang laki-laki dan perempuan kalau dari kasus saya sebenarnya lebih ke suami saya yang lebih banyak gitu

DD: Kalau Mbak Dini?

Dini: Kalau dari saya nggak ada sih dari pihak suami juga kalau pas udah menikah mah udah ya udah mau gimana lagi? Keluarganya juga mau gimana dari keluarga aku juga mau gimana lagi gitu kan yang penting udah sesuai dengan yang legal aja di Indonesia. 

Ya sama, sama Mbak Ira kalau di lingkungan temen-temen mah kayak yang “Coy gila punya masjid lu di akhirat” katanya gitu karena bisa narik suami lu katanya ya kan belum tentu juga kan karena kan belum secara Muslim kan sejatinya gitu tapi kan udah dijanjiin sama Allah ya aamiin karena dia bilang gitu jadi ya udah nggak ada sih lebih ke kayak wah gila takjub sih bisa bisa membawa sebegitunya karena kan kebanyakan temen aku, jadi temen aku juga ada beberapa yang di bawah (usia) aku ada tiga orang lah konseling pengen pernikahan beda agama tapi aku kasih cara yang aku mereka selalu hmm nggak nggak bisa tuh kayak gitu jadi mereka memilih cara lain gitu sih. 

Jadi yaudah, mereka sih selalu bilang, selalu bilang ke aku tuh kalau hebat banget bisa bawa ya kebanyakan kan emang katanya laki-laki yang bisa bawa gitu.

DD:  Oke, nah aku ada satu pertanyaan nih, kan kalian punya kepercayaan yang berbeda dengan suami. Menurut kalian nanti akhiratnya akan sama-sama nyatu nggak?

IR: Ini semua di tangan Tuhan sih jadi nggak pernah kepikiran buat saya ibadah semua pribadi mau sama atau beda, hanya Tuhan yang bisa nilai, itu aja sih. Di akhiratnya sama atau tidak kita serahkan sama yang di atas cuma Dia yang tahu.

DD: Kalau Mbak Dini gimana nih? Kan siapa tahu kita kan nggak pernah tahu apa yang terjadi di akhirat nanti karena kepercayaan kita masing-masing nih apakah nanti di sana kita kan ketemu atau nggak kan masih menjadi sebuah tanda tanya kalau menurut Mbak Dini ketika dihadapkan  ah nanti kita pisah nih di sana karena kita punya kehidupan yang berbeda-beda itu gimana?  

DA: Kalau aku ya tetep mengacu sama Agama sih sebenernya karena kan kalau katanya tuh di Islam itu kan bilang kalau seorang perempuan itu nantinya akan bertemu dengan suami terakhirnya di akhirat nanti yaudah aku percaya Insya Allah nanti kita ketemu.

DD: Aah, aduh ini seru banget ngobrol-ngobrol sama Mbak Dini sama Mbak Ira terima kasih ini membuka mataku juga mengenai perbedaan keyakinan dan aku sih percaya ya bahwa cinta itu universal sih justru cinta itu yang merekatkan segala perbedaan yang ada. Terima kasih Mbak Dini, Mbak Ira sudah mau berbagi bersama kami. 

Related Articles

Card image
Circle
Perjalanan Menemukan Makna dan Pentingnya Pelestarian Budaya

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, kadang kita lupa bahwa pada akhirnya yang kita butuhkan adalah kembali ke akar budaya yang selama ini sudah ada, menghidupi kembali filosofi Tri Hita Karana, di mana kita menciptakan keselarasan antara alam, manusia, dan pencipta. Filosofi inilah yang coba dihidupkan Nuanu.

By Ida Ayu Astari Prada
25 May 2024
Card image
Circle
Kembali Merangkai Sebuah Keluarga

Selama aku tumbuh besar, aku tidak pernah merasa pantas untuk disayang. Mungkin karena aku tidak pernah merasakan kasih sayang hangat dari kedua orang tua saat kecil. Sejauh ingatan yang bisa aku kenang, sosok yang selalu hadir semasa aku kecil hingga remaja adalah Popo dan Kung-Kung.

By Greatmind
24 November 2023
Card image
Circle
Pernah Deep Talk Sama Orang Tua?

Coba ingat-ingat lagi kapan terakhir kali lo ngobrol bareng ibu atau bapak? Bukan, bukan hanya sekedar bertanya sudah makan atau belum lalu kemudian selesai, melainkan perbincangan yang lebih mendalam mengenai apa yang sedang lo kerjakan atau usahakan.

By Greatmind x Folkative
26 August 2023