Berhubungan dengan seseorang membuat kita terkadang ingin melibatkannya dalam segala hal. Keinginan untuk tahu segalanya tentang pasangan. Bahkan terkadang tentang finansial. Sebenarnya selama hanya masih dalam tahap pacaran, membicarakan masalah uang sah-sah saja. Dengan catatan kita tetap dapat memerhatikan koridornya. Membicarakan topik yang umum seperti bertanya, “Menurut kamu mengatur keuangan bagaimana caranya?” atau “Kamu tipe orang yang seperti apa dalam mencari uang?” Justru pertanyaan tersebut harus diajukan untuk bisa membuat kita memahami dirinya lebih baik. Nantinya pemahaman atau pengetahuan finansial pasangan bisa jadi elemen penting dalam membuat visi hubungan. Hanya saja diskusi soal keuangan harus dibicarakan sambil berjalan dari masa ke masa. Jangan juga terdengar seolah seperti sedang melakukan investigasi. Mungkin ketika hubungan sudah terlihat mulai serius. Tidak juga semerta-merta baru memulai hubungan langsung ditanyakan.
Hanya saja diskusi soal keuangan harus dibicarakan sambil berjalan dari masa ke masa. Jangan juga terdengar seolah seperti sedang melakukan investigasi.
Yang perlu diperhatikan juga adalah ke mana arah diskusi tersebut. Sebenarnya lebih baik jangan sampai mengarah untuk membuat tabungan bersama alih-alih sebagai bukti komitmen. Memang sebenarnya itu kembali ke nilai yang dianut masing-masing pasangan. Namun rasanya selama belum ada ikatan pernikahan secara hukum rasanya berlebihan kalau sampai harus menabung bersama untuk kebutuhan primer. Sekadar mengetahui pin ATM satu sama lain saja bisa tergolong too much shared information. Beda cerita kalau kalau memang menabung bersama untuk kebutuhan liburan. Suatu hal yang temporer, jangka pendek. Mungkin tidak akan terlalu masalah. Sekalipun sudah merencanakan pernikahan, menurut saya sebaiknya jangan dulu terlalu terbuka segala-galanya soal finansial atau aset yang dimiliki.
Saya pernah mengetahui sebuah kasus di mana sepasang pria dan wanita yang hendak menikah lalu bermasalah karena terlalu terbuka masalah finansial. Sang pria sudah membagikan berbagai informasi tentang keuangannya pada pihak wanita. Mereka juga sudah menabung bersama untuk pernikahan di mana si wanitalah yang memegang tabungan tersebut. Ternyata menjelang hari pernikahan, si wanita ketahuan berselingkuh dan uang tabungan bersama pun kandas. Jadilah menciptakan drama yang tentu saja membuat salah satu pihak dirugikan. Ini alasannya saya tidak merekomendasikan pasangan yang belum ada ikatan pernikahan untuk mengelola keuangan bersama. Di sini saya berbicara soal hukum. Masalah uang bisa jadi sensitif sekali. Kalau belum ada ikatan atas nama hukum, timbulnya masalah uang tidak bisa diselesaikan secara hukum juga. Meskipun misalnya bukan salah satu dari pasangan membawa lari uang, mengetahui terlalu banyak soal kondisi finansial pasangan ketika belum menikah bisa menimbulkan masalah baru yang kadang malah tidak ada kaitan dengan hubungan.
Masalah uang bisa jadi sensitif sekali. Kalau belum ada ikatan atas nama hukum, timbulnya masalah uang tidak bisa diselesaikan secara hukum juga.
Berbeda kalau sudah menikah. Setelah menikah, justru sebaiknya pasangan memiliki satu tabungan bersama. Sudah tidak relevan kalau penghasilan disimpan untuk masing-masing. Buat apa menikah kalah begitu? Pacaran saja. Secara legal, menikah membuat kondisi finansial kedua belah pihak terikat pula. Contoh sederhana saat mengajukan kredit rumah. Tentu butuh identitas keduanya. Tidak lain masalah warisan. Kalau salah satunya meninggal sudah pasti kepemilikannya jatuh ke pasangan. Rasanya konyol kalau sudah menikah tapi masih memisah-misahkan ini uang siapa, itu uang siapa. Sudah kewajiban bersama untuk mengelola bersama. Dan tidak ada cara paling efektif dalam pengelolaan selain keterbukaan dari awal. Jika dari awal belum terbuka maka sekaranglah saatnya terbuka. Coba bayangkan kalau kita tidak terbuka dengan pasangan lalu suatu saat pasangan meninggal tiba-tiba. Bagaimana caranya mencairkan uang pasangan kalau tidak tahu pin ATM-nya? Yang perlu diingat adalah pengeloaan tersebut tetap harus dilengkapi dengan adanya kesepakatan. Buatlah aturan-aturan bersama soal pengeluaran pribadi, bersama hingga bujet menabung dan investasi.
Selain itu siapa yang mengatur keuangan juga harus dipikirkan. Sekarang sepertinya sudah tidak zaman uang harus diatur istri. Susah juga nantinya kalau istrinya boros. Pihak ketiga seperti konsultan keuangan bisa menjadi pilihan yang baik kalau-kalau pasangan tersebut memiliki masalah kepercayaan soal uang. Tapi jangan salah. Peran konsultan keuangan bukanlah sebagai pengatur. Melainkan sebagai juri. Yang mengatur tetap kedua pasangan. Jika kedua pihak setuju mengatur sendiri, saya tidak menyarankan hanya salah satu pihak yang punya kuasa penuh atas kondisi keuangan rumah tangga. Kurang bijak rasanya. Masing-masing harus punya porsi yang pas untuk bisa mengatur keuangan rumah tangga. Tidak berbeda dengan kondisi rumah tangga dengan satu sumber penghasilan saja. Misal suami saja yang bekerja, istri menjadi ibu rumah tangga. Malah sebenarnya penting sekali untuk tidak memberikan kuasa penuh pada satu pihak dalam situasi ini. Kalau si pemegang kuasa penuh tersebut meninggal atau terlibat masalah keuangan, pasangan yang tidak bekerja jadi tetap bisa memahami kondisi keuangan rumah tangga mereka seperti apa.
Saya tidak menyarankan hanya salah satu pihak yang punya kuasa penuh atas kondisi keuangan rumah tangga. Kurang bijak rasanya. Masing-masing harus punya porsi yang pas untuk bisa mengatur keuangan rumah tangga.
Pada kondisi tertentu pasangan menikah pun membutuhkan perjanjian pra-nikah. Bukan untuk mendoakan bercerai lalu melindungi aset dan harta masing-masing. Ini adalah pemahaman yang keliru. Perjanjian pra-nikah bukanlah untuk menyembunyikan kondisi keuangan kita dari pasangan. Istri tetap tahu suaminya punya aset di mana saja dan berapa jumlahnya. Begitu pun sebaliknya. Namun untuk beberapa profesi yang kemungkinan melibatkan adanya campur tangan hukum seperti pengusaha atau pengacara, memiliki perjanjian pra-nikah dapat melindungi pasangannya dari kemungkinan penyitaan. Apabila suatu saat suami atau istri terlibat hutang piutang atau mungkin kasus korupsi, salah satu dari mereka bisa tetap hidup dengan harta yang tidak terhitung dalam kasus tersebut. Perjanjian pra-nikah dapat dipertimbangkan sebagai bentuk tanda sayang yang dewasa. Karena kita sayang dengan pasangan maka kita harus melindungi mereka dari risiko yang mungkin terjadi atas kondisi keuangan nantinya.