Circle Lifehacks

Ketulusan Seorang Ibu

Diberikan kesempatan untuk memerankan sosok ibu dalam beragam film membuat saya bisa memahami apa yang ibu saya rasakan pada kehidupan nyata. Saya juga terlahir dari seorang ibu yang Alhamdulillah masih sehat dan kini sudah berusia 86 tahun. Setelah ayah saya tidak ada, saya sudah kembali tinggal serumah bersama Ibu sejak 10 tahun yang lalu. Melalui film dan peran yang saya mainkan, secara tidak langsung saya juga belajar untuk memahami perjuangan menjadi Ibu, bukan lagi dari sudut pandang anak melainkan sudut pandang ibu.

Melalui film dan peran yang saya mainkan, secara tidak langsung saya juga belajar untuk memahami perjuangan menjadi Ibu, bukan lagi dari sudut pandang anak melainkan sudut pandang ibu.

Dalam kehidupan nyata saya pun menjalankan banyak peran sebagai ibu rumah tangga dan juga bekerja di industri perfilman. Hal ini, harus saya akui, membuat saya menjadi kurang sabar ketika menghadapi ibu kandung saya sendiri. Apalagi selama pandemi, saya juga masih harus melakukan kegiatan di luar rumah yang membuat ketegangan di rumah menjadi lebih tinggi. Ketika di rumah, saya berharap untuk tidak lagi memikirkan banyak hal, tapi ini tentu tidak mungkin mengingat peran saya sebagai anak, istri, dan ibu. Saya memang tidak memiliki anak biologis, tetapi saya saya dititipkan banyak sekali anak yang sudah menganggap saya sebagai ibunya sendiri. Sebaliknya saya juga dengan tulus dan ikhlas memberikan kasih sayang sebanyak yang saya bisa.

Saya juga selalu mencoba untuk menjaga kesabaran tapi terkadang tidak bisa terhindari konflik-konflik kecil terjadi antara ibu dan saya walaupun saya rasa sebenarnya ibu saya hanya kangen, ingin ngobrol. Saya paham, pasti kangen ingin berbagi cerita karena walaupun satu rumah terkadang saya terlalu sibuk dan tidak bisa benar-benar berbicara satu sama lain. Dalam film Just Mom, saya memerankan sosok Ibu Siti. Seorang ibu yang kesepian karena kedua anak kandung dan cucu yang ia cintai sudah memiliki tanggung jawab dan kehidupan masing-masing. Melalui film ini saya seperti bercemin dengan kehidupan saya, sekaligus menajdi peringatan bagi saya. Jujur, kalau saya mau pergi ke luar kota untuk bekerja misalnya, saya sering kali saya mencium kaki ibu kandung saya karena saya merasa meskipun tinggal serumah saya justru sibuk dengan peran saya sebagai ibu rumah tangga dan juga pekerjaan saya yang menyangkut masyarakat luas.

Saya juga selalu mencoba untuk menjaga kesabaran tapi terkadang tidak bisa terhindari konflik-konflik kecil terjadi antara ibu dan saya walaupun saya rasa sebenarnya ibu saya hanya kangen, ingin ngobrol. Saya paham, pasti kangen ingin berbagi cerita karena walaupun satu rumah terkadang saya terlalu sibuk dan tidak bisa benar-benar berbicara satu sama lain.

Seperti yang sudah saya sebutkan, saya memang tidak memiliki anak biologis tetapi perempuan sepertinya tetap punya rasa keibuan yang penuh dengan cinta kasih. Kasih sayang ini kemudian saya coba berikan dengan seikhlas-ikhlasnya kepada siapapun yang membutuhkan. Ketika saya bermain film Daun di Atas Bantal, sutradara Mas Garin, yang terlibat dalam film itu semua adalah anak-anak jalanan. Pada saat film selesai saya berpikir anak-anak ini bukan properti yang saat film selesai produksi bisa dibiarkan begitu saya. Saya melihat mereka adalah anak-anak yang cerdas dan memiliki moral tinggi. Sampai akhirnya ada dua anak yang saya ajak untuk tinggal bersama walaupun setahun setelahnya mereka memutuskan untuk kembali hidup mandiri. 

Dengan berperan sebagai seorang ibu, khususnya di film Just Mom saya jadi lebih paham perasaan dan kegelisahan ibu kandung saya sendiri. Itu sebabnya, tanpa ada alasan saya mencium tangan ibu dan meminta maaf kalau saya kurang sabar sebagai seorang anak. Saya belajar bahwa sebagai seorang anak yang masih memiliki ibu, saya juga harus memerhatikan segala keperluan yang ia butuhkan, bukan hanya masalah makanan tetapi juga kebutuhan psikologis yang ingin berbincang bersama anak-anaknya. Seperti yang juga dirasakan dalam film Just Mom oleh Ibu Siti, persamaan yang saya rasakan adalah keikhlasan untu merawat anak yang bukan anak kandungnya dengan penuh kasih sayang.

Saya belajar bahwa sebagai seorang anak yang masih memiliki ibu, saya juga harus memerhatikan segala keperluan yang ia butuhkan, bukan hanya masalah makanan tetapi juga kebutuhan psikologis yang ingin berbincang bersama anak-anaknya.

Related Articles

Card image
Circle
Perjalanan Menemukan Makna dan Pentingnya Pelestarian Budaya

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, kadang kita lupa bahwa pada akhirnya yang kita butuhkan adalah kembali ke akar budaya yang selama ini sudah ada, menghidupi kembali filosofi Tri Hita Karana, di mana kita menciptakan keselarasan antara alam, manusia, dan pencipta. Filosofi inilah yang coba dihidupkan Nuanu.

By Ida Ayu Astari Prada
25 May 2024
Card image
Circle
Kembali Merangkai Sebuah Keluarga

Selama aku tumbuh besar, aku tidak pernah merasa pantas untuk disayang. Mungkin karena aku tidak pernah merasakan kasih sayang hangat dari kedua orang tua saat kecil. Sejauh ingatan yang bisa aku kenang, sosok yang selalu hadir semasa aku kecil hingga remaja adalah Popo dan Kung-Kung.

By Greatmind
24 November 2023
Card image
Circle
Pernah Deep Talk Sama Orang Tua?

Coba ingat-ingat lagi kapan terakhir kali lo ngobrol bareng ibu atau bapak? Bukan, bukan hanya sekedar bertanya sudah makan atau belum lalu kemudian selesai, melainkan perbincangan yang lebih mendalam mengenai apa yang sedang lo kerjakan atau usahakan.

By Greatmind x Folkative
26 August 2023