Circle Love & Relationship

Kekuatan Mengontrol Gairah

Zoya Amirin

@zoyaamirin

Seksolog

Fotografi Oleh: Charles (Unsplash)

Sadar tidak menjelang pemilihan presiden semua orang seakan mulai berbicara tentang politik? Seolah-olah mereka paham soal politik dan mulai berargumen tanpa berfondasi yang kuat. Tapi saking terlalu fokus dengan politik dalam pemilihan presiden masyarakat luput akan undang-undang negara yang berhubungan dengan seksualitas yang hingga kini belum disahkan seperti undang-undang tentang penghapusan kekerasan seksual.

Begitu juga dengan hukuman untuk para pemerkosa yang menurut saya belum efektif. Undang-undang memberlakukan hukuman penjara pada pemerkosa hingga maksimal 15 tahun. Tapi pada pelaksanaannya banyak yang hanya mendapatkan kurang dari 15 tahun. Hanya dalam waktu tiga hingga lima tahun saja sudah bisa membuat mereka menghilangkan niat untuk melakukan pelecehan seksual lagi? Yakin? Kemudian yang paling mengejutkan (terlebih untuk saya) adalah adanya wacana untuk keberadaan undang-undang tentang keperawanan.

Ya, bicara soal hukum dan diskusi yang berbau politik di Indonesia bisa membuat kita sakit kepala. Apalagi untuk kita yang awam soal hukum dan politik. Tapi sebenarnya secara tidak sadar, keseharian kita penuh dengan hal-hal politis. Mulai dari pekerjaan hingga kehidupan pribadi termasuk kehidupan seks dengan pasangan. Bagaimana bisa? Ingat tidak saat kita (para wanita) berpura-pura orgasme untuk menyenangkan hati para pria sehingga mereka dengan alasan untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka. Ingat juga ketika bagaimana para pria mencoba merayu wanita untuk berhubungan meski mungkin sebenarnya sang wanita sedang tidak ingin. Nah, inilah praktek politik dalam hubungan seks.

Politik memiliki arti yang amat luas. Tidak hanya soal hukum perdata dalam elegi pemerintahan tapi sesimpel menyusun strategi untuk bernegosiasi demi mendapatkan keinginan pun dapat didefinisikan sebagai perilaku politis. Kita tidak akan sadar — atau sadar tetapi tidak mau mengakuinya — ketika berpolitik dalam hubungan percintaan. Akan tetapi “kekuatan” yang kita miliki saat berhasil mengontrol situasi sesuai yang kita atau pasangan inginkan itulah yang sebenarnya dibutuhkan dalam kehidupan seksual.

Saat awal berhubungan, misalnya. Kita harus jujur terhadap pasangan akan orientasi seksual yang dimiliki. Jika sudah tidak perawan, jika kita orang yang pasif dalam hubungan seksual, bicarakanlah dengan membuka ruang untuk mencari solusi. Ingatlah bahwa mustahil kita akan bertemu dengan seseorang yang berpandangan selaras soal seks. Pada dasarnya setiap orang memiliki pandangan yang berbeda tentang semua hal. Tidak perlu soal seks, soal pemilihan makanan saja bisa menjadi masalah jika tidak ditemukan solusi bertemu di tengah.

Misalnya sang wanita sedang ingin makan seafood sedangkan sang pria alergi hidangan laut. Bukan berarti sang pria harus mengalah makan seafood meski wajahnya akan bengkak-bengkak demi menyenangkan hati sang wanita, kan? Bisa saja mereka makan di restoran seafood tapi sang pria tidak makan seafood. Bukan harus selaras tapi harus mempertemukan kebutuhan keduanya dan bernegosiasi untuk menghasilkan solusi. Akhirnya politik dalam seks itu berarti negosiasi dan kompromi. Mengapa? Sebab jika kedua pihak bisa mengkomunikasikan kebutuhan masing-masing dengan baik, permasalahan hubungan yang banyak diakibatkan tidak bertemunya pemahaman akan kebutuhan seks satu sama lain dapat dihindari. Jadi seperti politik di pemerintahan, undang-undang dikeluarkan untuk memberikan kebiijakan pada masyarakat demi menjaga keseimbangan kehidupan bermasyarakat.

Politik dalam seks itu berarti negosiasi dan kompromi.

Begitu pula saat misalnya kita memiliki gairah yang tinggi soal seks tetapi tidak dapat berhubungan. Benar adanya bahwa seks itu bisa diibaratkan seperti obat-obatan terlarang. Aktivitas seksual dapat memberikan efek kecanduan karena hormon dopamin yang dilepaskan oleh tubuh. Hormon dopamin berpengaruh pada perasaan gembira dan saat sistem dopamin aktif tubuh kita seakan terbang ke langit ketujuh. Itulah yang akan dirasakan selagi beraktivitas seksual. Tapi sebagai pribadi yang intelek kita pasti paham kecanduan itu tidak pernah berakhir baik. Sesuatu yang berlebihan tidak akan menuntun pada kebahagiaan. Lalu bagaimana caranya untuk dapat mengontrol gairah kita yang berlebihan? Bernegosiasilah dengan diri sendiri.

Semisal seseorang sedang lajang tapi sudah pernah merasakan aktivitas seksual secara aktif. Kemudian ia mulai berpikir untuk memuaskan diri dengan memilih pasangan seksual secara acak hanya untuk satu malam saja. Nah, bagaimana agar dapat mengontrol gairah tersebut? Berdialog dengan diri sendiri dengan memberi pemahaman atau sugesti bahwa dopamin yang dilepaskan saat melakukan aktivitas seksual akan maksimal jika kita melakukannya dengan investasi emosi di dalamnya. Bayangkan peerasaan bahagia yang dirasakan nantinya akan berlipat ganda. Itulah mengapa menunggu sejenak hingga bertemu dengan orang yang layak mendapatkan investasi emosional dan seksual akan membuat penantian tersebut tidak sia-sia.

Belum lagi dengan kemungkinan seks yang berisiko dari berganti-ganti pasangan atau aktivitas seks dengan orang asing. Masalah penyakit seksual memang harus menjadi pertimbangan utama. Pertimbangan lainnya adalah timbulnya degradasi keiintiman pada diri. Seks berkaitan erat dengan intimasi. Ketika seseorang tidak berinvestasi emosional pada hubungan seks, dia akan terus memberikan toleransi pada diri sendiri untuk tidak memaksimalkan gairahnya sehingga sulit untuk mendapatkan kepuasan yang maksimal juga. Nantinya akan berpengaruh pada hubungan serius yang mungkin dijalani di masa depan. Dia akan sulit merasakan emosi dengan pasangan dan hanya memikirkan frekuensi seks saja dibanding kualitasnya.

Jadi, jangan bangga jika bisa menjadi alpha dog (individu yang dominan) dalam berhubungan seks. Memiliki ukuran penis yang besar atau berhasil membuat pria ejakulasi dalam posisi women on top bukan berarti memberikan kita kekuatan penuh. Tapi bagaimana kita bisa mengendalikan gairah dan berkompromi dengan diri sendiri dan/atau pasangan untuk mencapai keseimbangan, itulah yang membuat kita memiliki kekuatan lebih.

Bagaimana kita bisa mengendalikan gairah dan berkompromi dengan diri sendiri atau pasangan untuk mencapai keseimbangan, itulah yang membuat kita memiliki kekuatan lebih.

Related Articles

Card image
Circle
Kembali Merangkai Sebuah Keluarga

Selama aku tumbuh besar, aku tidak pernah merasa pantas untuk disayang. Mungkin karena aku tidak pernah merasakan kasih sayang hangat dari kedua orang tua saat kecil. Sejauh ingatan yang bisa aku kenang, sosok yang selalu hadir semasa aku kecil hingga remaja adalah Popo dan Kung-Kung.

By Greatmind
24 November 2023
Card image
Circle
Pernah Deep Talk Sama Orang Tua?

Coba ingat-ingat lagi kapan terakhir kali lo ngobrol bareng ibu atau bapak? Bukan, bukan hanya sekedar bertanya sudah makan atau belum lalu kemudian selesai, melainkan perbincangan yang lebih mendalam mengenai apa yang sedang lo kerjakan atau usahakan.

By Greatmind x Folkative
26 August 2023
Card image
Circle
Berdaya dan Berkontribusi

Ketertarikanku untuk berbagi mengenai pengalaman dan tips pengembangan diri sebenarnya dimulai ketika aku bekerja di salah satu perusahaan konsultan keuangan di Jakarta. Saat itu, banyak yang bertanya melalui media sosial mengenai kiat untuk bisa bekarir di perusahaan tersebut. Lalu setelahnya, aku juga mulai berbagi mengenai topik pengembangan diri dan karir.

By Lavina Sabila
20 May 2023