Circle Love & Relationship

Cinta Abadi Itu Ada

Cinta yang tepat dan dirawat baik, akan tumbuh subur dan berbuah terus, bahkan ketika salah satunya sudah tiada. Cinta sejatinya abadi, tak mengenal ruang dan waktu.

Hari-hari ini, barangkali banyak dari kita yang mulai kehilangan keyakinan bahwa cinta sejati itu ada dan bisa ditemukan. Perjalanan memang tak jarang membawa kita pada perjumpaan dan pengalaman yang membuat kita ragu bahwa ada kasih sayang yang dengan tulus diberikan. Dalam hubungan dengan pasangan, pun demikian. Cinta yang fluktuatif bisa berada di titik nadir tanpa kita tahu apa sebabnya. Kita lalu berusaha menciptakan momen-momen spesial, atau bahkan terjebak dengan berbagai komodifikasi yang menganjurkan untuk melakukan ini dan itu untuk merawat cinta dan kasih sayang.

Tentu tak ada yang salah dengan berusaha melakukan hal-hal baik bagi hubungan. Hanya saja, sebaiknya kita pun tak boleh lupa pada hal-hal kecil dan sederhana yang jadi esensi cinta. Bahwa kita sebenarnya tak perlu repot-repot menciptakan momen spesial, karena sebenarnya, cinta bisa dinyatakan kapan saja, setiap saat. Tak ada hari-hari yang spesial, karena setiap hari harusnya jadi spesial.

Perjalanan memang tak jarang membawa kita pada perjumpaan dan pengalaman yang membuat kita ragu bahwa ada kasih sayang yang dengan tulus diberikan.

Soal cinta sejati, terus terang saja saya belajar banyak sekali dari Sophan suami saya. Dia orang yang sangat meyakini bahwa tak hanya tubuh, cinta pun butuh perawatan. Kalau mencintai, ya berarti harus mau merawat. Bukan berarti kami tak pernah punya masalah. Setiap pasangan, tentu saja ada aral dan rintangannya masing-masing. Tapi kesabaran dan cinta Sophan selalu bisa membuat kami mengatasi persoalan bersama-sama. Saya orang yang memiliki ego tinggi. Sepanjang ingatan saya, pertengkaran kami hampir selalu saya yang memulai. Kalau sudah begitu, ya kami saling beradu argumentasi, dan sama-sama merasa sebagai pihak yang paling benar.      

Satu hal yang selalu saya kenang dari Sophan, adalah keteguhannya untuk tidak merasa lelah mencintai dan menyayangi saya. Dia tidak pernah risih menunjukkan sayangnya. Sampai kami tua, dia tidak pernah canggung mencium, memeluk dan bilang cinta pada saya di depan anak-anak atau orang lain. Baginya, menunjukkan kasih sayang itu tidak memalukan. Bagi saya, hal itu seperti air dan pupuk yang terus menghidupkan cinta saya padanya.

Baginya, menunjukkan kasih sayang itu tidak memalukan. Bagi saya, hal itu seperti air dan pupuk yang terus menghidupkan cinta saya padanya.

Dia juga, di tengah berbagai kesibukannya, selalu berusaha ada menemani saya di saat-saat paling genting. Tiap anak-anak lahir, misalnya, dia pasti menemani saya di klinik kecil tempat saya melahirkan dan santai saja tidur di kolong ranjang perawatan saya. Barangkali, Anda akan bilang, “Ah, semua suami juga akan melakukan hal yang sama.” Tapi sampai hari ini, ingatan tentang Sophan yang tidur di kolong ranjang itu selalu membuat hati saya hangat. Juga misalnya, ketika saya menjelang masa menopause dan harus melalui berbagai rasa tidak nyaman karena perubahan hormon. Dia dengan sabar menemani dan memberi perhatian. Dia kipasi saya yang rungsing kegerahan diserang  hot flush sambil mengusap-usap punggung saya dan bilang, “Aduh, kasihan sekali kamu. Sabar ya, Wid.”

Sophan juga selalu melibatkan saya dalam hidupnya. Selalu berkomunikasi untuk sekadar mengabari keadaannya atau menanyakan keadaan saya, meminta pertimbangan dan bantuan saya untuk mengurusi kebutuhannya, juga selalu berusaha membuat saya aman dengan menyediakan semua kebutuhan saya. Dia memanjakan saya luar biasa, membuat saya selalu merasa berlimpah kasih sayang. Tapi di saat yang sama, kami juga memiliki ruang masing-masing sehingga tak perlu merasa kehilangan diri kami. Saya sama sekali tak merasa berlebihan untuk mengatakan, “Sophan itu anugerah untuk Widya.”

Maka ketika kecelakaan motor merenggut Sophan tiba-tiba, rasa sedih itu seperti berubah menjadi kemarahan luar biasa padanya, juga pada takdir yang membiarkan dia pergi duluan. Saya murka pada hidup yang seenaknya merebut sumber kenyamanan dan keamanan yang saya miliki. Saya limbung. Seperti burung yang sayapnya patah sebelah. Sampai dua tahun setelah kepergiannya, rasa kehilangan terus merundung. Saya selalu menangis tiap kali ada hal-hal yang mengingatkan saya padanya. Lagu yang biasa kami nyanyikan sama-sama, musik yang sering mengiringi kami berdansa berdua di kamar, film-film yang kami bintangi bersama saat muda, makanan kesukaan dan tempat-tempat favorit yang biasa kami kunjungi. Ada banyak sekali hal yang membuat saya kesal karena sedih dia pergi.

Amarah itu berangsur-angsur berubah jadi rasa sepi tak terperi. Sampai kemudian saya sadar, saya harus bisa melanjutkan hidup, karena saya punya anak-anak. Pelan-pelan waktu menyembuhkan saya. Anak-anak satu persatu menikah, lalu kemudian satu persatu cucu-cucu saya lahir, dan Tuhan seperti memberi saya kekuatan lewat tawaran kerja yang terus saja Dia berikan pada saya. Terus terang, sangat tidak mudah memulai hidup baru. Tapi pasti Sophan tidak senang kalau saya tumbang. Maka saya memilih bangkit, melanjutkan hidup sambil terus mengenangnya.

Hari ini, sudah 11 tahun dia pergi dan tak pernah terganti. Saya masih selalu kangen sama dia. Dalam doa setelah shalat, namanya selalu saya semat. Makamnya, selalu saya ziarahi bersama anak-anak. Lagu-lagu yang sering kami nyanyikan masih terus saya nyanyikan, musik-musik pengiring kami berdansa pun masih ada dan sering saya putar, film-film kami yang masih saya tonton, makanan dan tempat favorit kami masih ada. Tapi saya tak lagi marah. Saya mengenangnya dengan indah.

Saya memilih bangkit, melanjutkan hidup sambil terus mengenangnya.

Related Articles

Card image
Circle
Perjalanan Menemukan Makna dan Pentingnya Pelestarian Budaya

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, kadang kita lupa bahwa pada akhirnya yang kita butuhkan adalah kembali ke akar budaya yang selama ini sudah ada, menghidupi kembali filosofi Tri Hita Karana, di mana kita menciptakan keselarasan antara alam, manusia, dan pencipta. Filosofi inilah yang coba dihidupkan Nuanu.

By Ida Ayu Astari Prada
25 May 2024
Card image
Circle
Kembali Merangkai Sebuah Keluarga

Selama aku tumbuh besar, aku tidak pernah merasa pantas untuk disayang. Mungkin karena aku tidak pernah merasakan kasih sayang hangat dari kedua orang tua saat kecil. Sejauh ingatan yang bisa aku kenang, sosok yang selalu hadir semasa aku kecil hingga remaja adalah Popo dan Kung-Kung.

By Greatmind
24 November 2023
Card image
Circle
Pernah Deep Talk Sama Orang Tua?

Coba ingat-ingat lagi kapan terakhir kali lo ngobrol bareng ibu atau bapak? Bukan, bukan hanya sekedar bertanya sudah makan atau belum lalu kemudian selesai, melainkan perbincangan yang lebih mendalam mengenai apa yang sedang lo kerjakan atau usahakan.

By Greatmind x Folkative
26 August 2023