Kehidupan dalam pernikahan, dari dulu hingga hari ini sebenarnya tidak jauh berbeda. Bagaikan sebuah sekolah, pasangan tidak pernah berhenti belajar bagaimana saling beradaptasi dengan perbedaan. Keduanya harus terus berupaya untuk bekerja sama menjaga keseimbangan antara kemauan, pikiran, dan perasaan. Faktanya, hubungan tidak mungkin terlepas dari berbagai masalah. Namun seringnya saat sedang terjadi masalah kita kebingungan dan mengambil jalan sendiri-sendiri. Tanpa mencoba berupaya membenahi hubungan. Padahal sebenarnya, ketika sedang dalam kebingungan apalagi sedang marah, sebaiknya jangan mengambil keputusan apa-apa. Lalu apa yang sebaiknya dilakukan?
Bagaikan sebuah sekolah, pasangan tidak pernah berhenti belajar bagaimana saling beradaptasi dengan perbedaan.
Pertama hentikan pembicaraan. Saat sedang terjadi konflik, tentu saja ada keinginan kita untuk membela diri karena manusia memang memiliki kecenderungan untuk merasa benar. Oleh sebab itu, terjadilah argumentasi. Sayangnya, saling berargumen tidak menyelesaikan masalah. Sebaliknya justru meningkatkan emosi. Jadi langkah paling baik saat sedang kebingungan atau marah adalah menghentikan pembicaraan.
Kedua, berikan jeda pada diri sendiri dan pasangan. Dalam momen ini penting sekali kita bisa meluangkan waktu untuk diri sendiri dalam keheningan. Bisa dengan meditasi, praktik berkesadaran, atau kontemplasi. Hal-hal inilah yang membantu kita melakukan inner journey atau perjalanan ke dalam diri. Dalam prosesnya, kita akan banyak melakukan self-talk. Menanyakan kembali apa tujuan dalam hubungan. Bahkan tujuan menikah nantinya. Apakah untuk bahagia? Pelarian? Atau bahkan sekadar menyenangkan orang tua?
Momen-momen berdialog dengan diri sendiri, kita dapat mencari tahu kebutuhan dan keinginan diri sendiri. Kita bisa menanyakan apa kebutuhan diri sebenarnya? Apakah ada aktualisasi yang belum terpenuhi? Atau ada keinginan apa yang belum terlaksana? Segala pertanyaan reflektif ini akan muncul dalam perjalanan ke dalam diri. Barulah kemudian kita akan merasa lebih tenang dan setelahnya mengajak pasangan berbicara untuk menuntun pada resolusi konflik.
Agar resolusi konflik bisa jadi lebih efektif, kita tidak bisa sama-sama berbicara. Kita dan pasangan harus sepakat untuk saling mendengarkan. Itu berarti, kala ada seseorang yang berbicara, yang lain tidak memotong. Biasanya dalam konseling saya sering memperkenalkan teknik dialog imago untuk pasangan bisa saling mendengarkan. Secara sederhana, teknik ini mengajarkan kita untuk bercermin sebab pasangan kita sebenarnya adalah cermin untuk mengenali diri lebih dalam. Begitu pula sebaliknya, kita menjadi cermin bagi pasangan.
Agar resolusi konflik bisa jadi lebih efektif, kita tidak bisa sama-sama berbicara. Kita dan pasangan harus sepakat untuk saling mendengarkan.
Kalau ternyata konflik tidak kunjung selesai, hendaknya carilah bantuan profesional. Entah itu terapis hubungan atau konselor pernikahan yang dapat memberikan ruang mediasi. Dalam konseling banyak diskusi yang dibuka untuk disadari oleh pasangan. Salah satunya dalam sesi konseling saya adalah tentang conscious marriage yang di dalamnya terdapat value-based partnership di mana kedua pasangan mengedepankan kesetaraan dalam hubungan. Nantinya di hubungan pernikahan, pasangan yang menerapkan praktik conscious marriage akan memiliki otoritas yang sama dalam mengasuh anak, mengelola keuangan, dan sebagainya. Tidak ada yang merasa lebih tinggi dari yang lainnya, tidak ada relasi kuasa, penerapan hukum patriarki, dan superioritas. Ketika kita sudah bisa menghadirkan kesadaran dalam pernikahan bahkan sebelum menikah sekalipun, kita bisa menyadari tujuan untuk menikah sesungguhnya.
Ketika kita sudah bisa menghadirkan kesadaran dalam pernikahan bahkan sebelum menikah sekalipun, kita bisa menyadari tujuan untuk menikah sesungguhnya.
Menurut Abraham Maslow, titik kebahagiaan seseorang dalam pernikahan adalah ketika ada esensi love and belonging. Ini juga sejalan dengan berbagai penelitian yang saya temukan bahwa pernikahan bahagia adalah pernikahan dengan jalinan hubungan personal yang intim. Dan untuk mencapai itu, diperlukan kesadaran dalam berhubungan.