“Kamu kenapa? Marah ya sama aku?” - Tidak. Aku gak apa-apa.
“Kamu kenapa? Marah ya sama aku?” - Kamu pikir saja sendiri. Harusnya kamu tahu aku kenapa.
Percakapan seperti ini rasanya sering sekali terjadi di dalam hubungan. Entah masih ada perasaan tidak enak untuk memberitahu yang sebenarnya atau malah bermain pasif agresif. Padahal keterbukaan dengan cara penyampaiannya yang tepat adalah kunci menjaga sebuah hubungan harmonis. Tapi faktanya masih banyak dari kita yang lupa untuk menjadikan komunikasi fondasi dari hubungan. Akhirnya mulai bermunculan konflik yang berawal dari salah paham. Lalu munculah energi negatif dari salah satu atau bahkan keduanya. Saling menggunakan kata-kata yang tidak enak didengar sampai menyampaikan pesan dengan nada tinggi. Perlahan konflik pun jadi berlipat ganda karena tidak dibicarakan dengan baik. Sebab tidak diselesaikan dengan komunikasi yang baik, keintiman antar pasangan juga berkurang. Lambat laun masalah kecil menggulung bak bola salju dan menjadi besar.
Faktanya masih banyak dari kita yang lupa untuk menjadikan komunikasi fondasi dari hubungan.
Memahami pola komunikasi dua arah sebenarnya tidak terbatas pada bahasa verbal saja. Sayangnya, banyak orang yang salah mengartikan komunikasi itu sendiri. Kalau ditanya bagaimana pola komunikasi dalam hubungan, mereka menjawab semua baik-baik saja. Biasanya mereka bertolak hanya pada intensitas percakapan sehari-hari. Saling mengabari dari bangun tidur sampai hendak kembali ke kasur. Padahal komunikasi dalam hubungan bermakna amat luas. Tidak hanya sekadar bertanya sedang apa atau sudah makan belum.
Nyatanya, pola komunikasi yang baik adalah pola di mana kita bisa memahami karakter orang yang diajak berbicara. Dalam hal ini berhubungan erat dengan kepribadian pasangan. Misalnya kalau pasangan kita memiliki tendensi untuk menghindar ketika punya masalah. Berarti jangan malah terus-terusan memaksa dia bicara. Berikan saja dia waktu untuk mereda. Tapi jangan sampai juga benar-benar terlihat tidak peduli dan malah menghindarinya. Mintalah untuk tetap berkomunikasi dengan intensitas lebih rendah. Lewat chat saja, contohnya. Tanpa bertanya banyak tapi mengingatkannya bahwa dia dapat tetap berkomunikasi dengan kita meski tidak terus-menerus.
Ingatlah juga bahwa setiap orang berbeda dalam menyampaikan perasaannya. Ada orang yang lebih mudah membicarakan perasaan. Ada yang tidak. Jangan paksakan kehendak satu sama lain jika memang kalian berdua berbeda dalam mengungkapkan perasaan. Tapi jangan malah jadi membiarkannya saja. Justru keterbukaan untuk bilang bagaimana kalian menyampaikan perasaan penting untuk didiskusikan. Sehingga kalian bisa berkompromi satu sama lain. Lakukanlah evaluasi hubungan. Tanyakan pada pasangan bagaimana caranya meluapkan emosi, buat dirimu memahami benar seperti apa pasanganmu mengolah perasaan. Utarakan juga padanya bagaimana caramu. Kemudian ambil jalan tengah. Tidak perlu ada salah satu yang mengalah. Kamu tetap bisa menjadi orang sensitif dan membicarakan perasaan atau bisa jadi orang yang memendam perasaan. Yang terpenting kalian berdua sudah sepakat untuk menerima dan tahu bagaimana menghadapi satu sama lain ketika memang sedang bertemu dalam kondisi emosional.
Ingatlah juga bahwa setiap orang berbeda dalam menyampaikan perasaannya. Ada orang yang lebih mudah membicarakan perasaan. Ada yang tidak.
Selain berkata jujur satu sama lain soal bagaimana cara efektif mengungkapkan perasaan, kejujuran akan masa lalu juga penting untuk didiskusikan. Terkadang seseorang sulit untuk berkomunikasi sebab pernah merasakan trauma di masa lalu yang mungkin tidak terselesaikan dengan baik. Misalnya saja sebelumnya di hubungan kalian pernah ada salah paham di mana salah satu dari kalian menyakiti perasaan karena pernah membohongi. Lalu tidak dicari solusinya dan dibiarkan begitu saja sampai akhirnya kini ada keterbatasan komunikasi di antara kalian. Yang satu merasa dibohongi sehingga sulit percaya lagi. Yang satu merasa bersalah membohongi sehingga amat hati-hati dalam menyampaikan sesuatu. Lalu bagaimana? Satu-satunya cara hanyalah untuk membukanya, menerima rasa sakit atau tidak menyenangkan itu dan mencoba mengembalikan kepercayaan. Dan satu lagi yang tidak kalah penting adalah kemauan untuk saling memaafkan.
Selain berkata jujur satu sama lain soal bagaimana cara efektif mengungkapkan perasaan, kejujuran akan masa lalu juga penting untuk didiskusikan.
Namun dari semuanya, komunikasi yang efektif hanya akan terbentuk jika kedua arah sudah punya itikad untuk memberitahu satu sama lain bagaimana kalian mengartikan komunikasi. Jangan main tebak-tebakan pikiran apalagi merasa ingin dikejar sehingga merasa pasangan sudah harus tahu apa yang harus dilakukan. Komunikasi seperti ini tidaklah sehat dan hanya akan memunculkan asumsi-asumsi personal yang keliru. Kalau memang merasa ada yang salah, utarakan secepatnya dengan intonasi yang baik tanpa perlu menekankan sesuatu. Cobalah untuk menenangkan diri sebelum mengungkapkan perasaan. Dan berpikirlah obyektif dan sebisa mungkin berpikir netral terlebih dahulu saat ada sebuah argumen yang sedang didiskusikan. Pahamilah bahwa setiap orang punya opininya sendiri dan bukan berarti berbeda pendapat berarti dia tidak menyayangi kita.