Melekat dengan yang terjadi di masa lalu; menduga-duga apa yang akan terjadi di masa depan. Demikianlah cara kita, para manusia, melihat hampir segala hal dalam kehidupan yang dijalani. Disadari atau tidak, keduanya berpengaruh besar dalam pertimbangan dan pengambilan tindakan.
Masa lalu mustahil diubah, tetapi masa depan belum terjadi. Masih menjanjikan segudang kemungkinan dan harapan, sekaligus kebalikannya. Maka, wajar bila manusia terus berusaha mencari dan menciptakan cara-cara untuk memenuhi keinginan tersebut, bahkan sejak awal peradaban. Beberapa di antaranya lestari hingga sekarang, menjadi pseudosciences alias sains-sains semu. Sementara yang lainnya berupa permainan probabilitas semata.
Masa lalu mustahil diubah, tetapi masa depan belum terjadi.
Ramalan bintang selalu dicari setiap bulan, meskipun yang disampaikannya mengawang-awang. Kita juga kerap menilai perilaku dan pembawaan seseorang dari bintang lahirnya. “Ya, begitu, kalau berpacaran dengan Aquarius,” misalnya, dan masih banyak celetukan-celetukan lain yang senada. Kendati begitu, tetap ada saja yang percaya sepenuhnya.
Begitu pula dengan shio, yang narasi peruntungannya selalu ramai berseliweran menjelang Tahun Baru Imlek. Konyolnya, shio disuguhkan dengan pendekatan yang sama seperti astrologi atau ramalan bintang populer ala barat. Setiap bintang sudah memiliki urutannya masing-masing dalam setahun. Sementara satu siklus shio baru akan berulang setelah 64 tahun. Pemilik shio macan yang lahir pada tahun 1998, misalnya, tentu harus mendapatkan narasi yang berbeda dibanding kelahiran 2010.
Pada awalnya pun, shio bukanlah berupa 12 hewan yang urutannya selalu diawali oleh tikus dan ditutup dengan babi, melainkan berupa 12 kategorisasi abstrak dalam pengamatan langit. Sebagai simbolisasi, ke-12 hewan shio disusun dan dilengkapi cerita legendanya. Fiksi, tentu saja. Oleh karena itu, ungkapan bahwa semua pemilik shio ular pasti licik dan jahat seperti ular; atau semua pemilik shio naga pasti cemerlang dan beruntung seperti naga tentunya merupakan anggapan keliru. Lebih berupa efek samping cerita yang semestinya dapat diantisipasi sejak awal.
Kedua cara “membaca masa depan” di atas tersusun atas metodologi. Berawal dari pengamatan benda-benda langit yang faktual, lalu menghasilkan asosiasi-asosiasi peristiwa atau pertanda, hingga akhirnya dikemas sedemikian rupa, dan diturunkan sebagai tradisi. Menggelitik rasa penasaran serta menyuguhkan sedikit rasa nyaman.
Dalam astrologi Yunani, para astronom membaca rasi bintang dan mencatat kedudukannya di langit selama kurun waktu tertentu. Catatan-catatan mereka dijadikan acuan untuk meraba nasib dan kepribadian seseorang sesuai bulan lahirnya. Sekumpulan wawasan dan pandangan ini bergulir, mengalami modifikasi, dan seterusnya hingga sekarang.
Kepler, astronom Jerman pernah menulis bahwa astronomi dan pernujuman bintang merupakan asupan yang disediakan tuhan bagi para pengamat angkasa. Seorang Kepler yang berlatar belakang religius dan ilmiah pun pernah berpandangan demikian. Hal ini menunjukkan bahwa ramalan bintang dan perkara sejenisnya di masa itu memang dianggap penting.
God provides for every animal his means of sustenance. For the astronomer, He has provided astrology.
Apa yang membuat semua sains semu ini begitu menyamankan?
Semua narasi peruntungan tersebut membuat kita seolah-olah punya bekal, pegangan, atau landasan untuk melangkah esok hari. Terlepas dari perkara benar atau salah, ramalan menjadi kenyataan atau tidak. Sedikit tenang dan tenteram.
Sebagai makhluk dengan akal dan perasaan, kegelisahan sangat menyiksa kita. Menghasilkan ketidaknyamanan yang sama seperti ketika kita harus berjalan dalam gelap tanpa sedikit pun penerangan, atau berlayar tanpa kompas pada malam hari di bawah awan mendung berangin kencang sembari khawatir: “Apakah badai akan datang? Kapan?” Secara alamiah, kita akan berusaha sekeras mungkin untuk terhindar dari kegelisahan dan hal-hal yang menyebabkannya.
Semua narasi peruntungan membuat kita seolah-olah punya bekal, pegangan, atau landasan untuk melangkah esok hari.
Dari kegunaannya, sedikit rasa nyaman yang dihasilkan dari ramalan dapat memudahkan kita melangkah. Alih-alih mencurahkan perhatian dan tenaga untuk takut, kita bisa lebih fokus menjalani apa yang ada di depan mata. Bersikap bijaksana, hasil-hasil ramalan tersebut bisa dijadikan laiknya tongkat pembantu berjalan, dan digunakan seturut waktunya. Cukup didengar dan dipahami, tak perlu sampai harus merasa terikat, apalagi justru dipengaruhi oleh ramalan-ramalan tersebut.
Pergunakan sebagaimana mestinya. Sebab masa depan tetap akan jadi misteri sampai kapan pun juga.