Sadar atau tidak kehidupan kita sejak dulu kala telah diliputi dengan beraneka macam propaganda. Apa yang kita gunakan, konsumsi, semuanya berasal dari sebuah merek. Entah “termakan” rayuan iklan atau memang kenal betul dengan produk atau servis yang ditawarkan kita tak pernah berhenti mengonsumsi barang atau jasa tertentu. Alasan inilah yang membuat sebuah produk atau jasa melancarkan berbagai strategi yang kian hari terus diperbaharui. Seringnya mengikuti tren yang marak diperbincangkan oleh masyarakat demi menyebarkan kesadaran pada masyarakat akan identitas sang brand dalam rangka meningkatkan penjualan. Tidak jarang segala hal dilakukan. Dari pemasaran door-to-door sampai menjalankan sebuah gimmick heboh yang menggugah minat masyarakat untuk mendapatkan pengalaman menggunakan brand tersebut.
Disebut-sebut playful marketing, strategi pemasaran yang belakangan menuai banyak perhatian ini memang cukup dianjurkan oleh para ahli di bidangnya. Pada dasarnya playful marketing adalah bagian dari experiential marketing di mana strategi pemasaran sebuah brand terfokus pada pengalaman yang ditawarkan pada calon pengguna. Ya, seseorang akan lebih cepat tertarik untuk menggunakan sebuah produk atau jasa saat ia bisa mengalami sensasi yang berbeda. Terutama di masa yang sekarang ini yang selalu menitik-beratkan pada pengalaman. Masyarakat tidak suka membaca sebuah iklan. Jika ada iklan yang terlalu terlihat jelas berusaha menjual (hard-selling) seseorang malah akan menghindarinya. Makanya lambat laun banyak brand yang mengarahkan pemasarannya pada soft-selling di mana konten menjadi salah satu alat perangnya. Contoh kehadiran podcast. Masyarakat akan lebih tertarik untuk menyimak sebuah konten audio yang memulas propaganda amat tipis ketimbang membaca brosur dengan pemasaran terang-terangan. Padahal mungkin isi pesannya mirip. Alasannya karena playful advertising memudahkan mereka untuk berkenalan dan mendapatkan pengalaman berbeda menggunakan produk. Misalnya sekarang ini sudah ada aplikasi yang bisa memperlihatkan bagaimana sebuah produk kosmetik dapat digunakan secara virtual lewat smartphone lalu bisa langsung dibeli secara online. Di dalamnya ada hal unik dan menyenangkan sekaligus alasan untuk membeli.
Seseorang akan lebih cepat tertarik untuk menggunakan sebuah produk atau jasa saat ia bisa mengalami sensasi yang berbeda.
Diperkirakan nantinya pergerakan masyarakat yang lebih maju pun seakan mendorong bisnis-bisnis untuk mempertimbangkan strategi ini. Nyatanya, hampir semua brand bisa mengaplikasikan playful marketing. Sangat disayangkan kalau harus tertinggal dan terpaku pada strategi yang itu-itu saja hanya karena terlalu mempertimbangkan baik dan benar. Akhirnya tidak menambah calon pengguna baru. Tapi tentu saja sebuah brand juga harus pintar-pintar memutar otak dalam berkreasi. Penting memang bisa berpikir out of the box asalkan tetap memerhatikan karakter dan identitas brand itu sendiri. Jangan sampai karena melihat satu fenomena yang sedang mencuat di permukaan lalu buru-buru ikutan tanpa memikirkan jangka panjang. Tujuan yang jelas dan terukur harus dibentuk terlebih dahulu sebelum melakukan eksekusi. Jangan juga keinginan menjadikan sebuah konten viral mengesampingkan visi utama. Tidak bisa tiba-tiba datang ke agensi marketing atau ke tim internal dan bilang “Pokoknya brand saya harus viral”. Jangan terjebak ingin viral saja. Viral itu hasil dari kreativitas kita yang sedemikian baru dan sedemikian berbeda.
Begitu juga dengan platform yang ingin digunakan. Tidak semua perangkat teknologi bisa cocok dengan strategi pemasaran. Seperti baru-baru ini ada iklan di YouTube yang bisa diintegrasikan dengan smart speaker di dalam rumah. Sehingga saat sang penghuni menanyakan sebuah brand yang diunggulkan ia akan menyebutkan produk yang diiklankan di YouTube tersebut. Keunikan seperti inilah yang membuat masyarakat tidak bisa menahan diri untuk menceritakan pengalamannya kemudian menjadi konten yang viral. Bukan hanya karena heboh, konten pembodohan atau yang menjual duka. Produk atau jasa menjadi viral karena punya makna khusus. Sehingga kesadaran masyarakat akan produk atau jasa itu pun lebih bertahan lama. Butuh kreativitas serta pemanfaatan teknologi yang ada. Bukan hanya sekadar informatif tapi juga menyediakan unsur “bersenang-senang”.
Tujuan yang jelas dan terukur harus dibentuk terlebih dahulu sebelum melakukan eksekusi.
Ingatlah juga segmen pasar yang dituju. Beda brand beda cara pendekatan terhadap pasar. Dulu saya pernah membuat playful marketing dinamakan Destination Nowhere untuk sebuah majalah. Jadi pelanggan harus membeli majalah kemudian berkesempatan jalan-jalan tanpa mengetahui destinasinya. Sehingga mereka harus mempersiapkan segala kemungkinan yang terjadi. Di sanalah unsur “bersenang’-senang” itu bermain. Meskipun playful tapi tetap ada segi inspiratif dan insightful. Sarat dengan makna sesuai dengan brand philosophy yang dimiliki. Konsep tersebut juga cocok dengan pangsa pasar yang dituju yaitu anak muda. Rasa ingin tahu dan eksploratif sangatlah lekat dengan target pasar. Sehingga gimmick marketing seperti ini pas dengan perilaku mereka. Jika majalahnya tergolong hard news belum tentu akan berhasil. Ketepatan observasi ini juga yang nantinya membuat pelanggan menjadi amat setia karena bisa mengenang pengalaman yang didapatkan bersama sang brand.