Society Health & Wellness

Udara Adalah Nyawa

Budi Haryanto

Akademisi & Peneliti Kesehatan Lingkungan

Fotografi Oleh: Thomas Rene (Unsplash)

Manusia menjadi makhluk hidup yang berbeda dengan makhluk lain karena memiliki akal budi. Akal berarti kita diberikan kemampuan untuk berpikir dan mempelajari sesuatu sedangkan budi adalah akhlak untuk melakukan segala yang dapat bermanfaat tidak hanya untuk diri sendiri tapi orang lain. Dengan mempelajari kesehatan lingkungan dan epidemiologi, saya merasa beruntung bisa membantu masyarakat dalam menjawab berbagai pertanyaan berkenaan dengan isu kesehatan lingkungan.

Epidemiologi sendiri diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang penyebaran penyakit di masyarakat. Fokusnya adalah pada penelusuran penyebab sebuah penyakit dari sumbernya serta perjalanannya sampai menjangkit manusia, dan efeknya terhadap kesehatan. Tidak berhenti di sana, ilmu ini juga dapat membantu memetakan lokasi sumber penyakit hingga lokasi penyebarannya. 

Sewaktu masih kuliah lalu menjadi dosen muda, saya banyak membaca jurnal dan literasi mengenai penyakit akibat pencemaran udara. Saya pun termotivasi untuk mengulik lebih dalam soal ini karena ternyata udara berkontribusi besar menciptakan penyakit yang sering diderita masyarakat di perkotaan. Kurang lebih 50% sumber penyakit berasal dari pencemaran udara sedangkan yang berasal dari sumber lain seperti makanan, minuman atau kulit di bawah persentase tersebut. Akhirnya saya memutuskan untuk berpartisipasi dalam habitat penelitian pencemaran udara di mana belakangan menjadi topik utama di ibukota.

Udara berkontribusi besar menciptakan penyakit yang sering diderita masyarakat di perkotaan. Kurang lebih 50% sumber penyakit berasal dari pencemaran udara.

Untuk memahami penyakit yang diderita akibat pencemaran udara sebenarnya kita harus memahami konsep dasar penyakit. Kita terjangkit suatu penyakit tidak hanya karena satu aspek melainkan banyak. Tak hanya semata-mata kita menghirup virus, bakteri, atau kuman pada waktu tertentu saja. Bisa juga diakibatkan oleh kondisi tubuh yang tidak fit serta frekuensi bernapas. Pada saat berolahraga kita pasti menghirup udara lebih banyak dari seharusnya sehingga memungkinkan virus dan bakteri masuk ke dalam hidung atau tenggorokan. Ini juga alasan mengapa banyak anak-anak yang terserang penyakit akibat kualitas udara yang buruk di Jakarta. Anak-anak yang aktif menghirup udara dengan frekuensi yang lebih banyak dari normal. 

Sebenarnya masalah polusi udara di Jakarta sudah terjadi sejak lama. Tetapi dahulu masyarakat belum bisa mendapatkan akses informasi akan kualitas udara di kota-kota besar. Kini mudah sekali untuk mendapatkan informasi tersebut apalagi ditambah dengan adanya paparan informasi dari media. Seolah-olah kondisinya terlihat amat mengkhawatirkan padahal dari dulu sudah parah. Memang, terdapat peningkatan jumlah pencemar udara yang berasal dari beberapa faktor. Utamanya adalah peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang setiap tahun selalu bertambah.

Para peneliti di Indonesia menemukan kendaraan bermotor berkontribusi sebanyak 60-80% atas pencemaran udara di kota-kota besar. Mengapa peningkatan ini bisa berpengaruh pada polusi udara? Faktanya, kendaraan bermotor: mobil, motor, truk, dan lain-lain bergantung pada bahan bakar. Sedangkan bahan bakar di negara kita berkualitas rendah, mengeluarkan emisi kotor dan menyebabkan pencemaran udara. Standar kualitas emisi yang bisa mencegah berhembusnya elemen pencemar udara dari kendaraan bermotor ada di tingkat Euro IV-IV. Di negara kita bahan bakar tersebut masih di level Euro II sehingga asap yang dikeluarkan dari knalpot kendaraan bermotor berpotensi besar mencemari udara.

Sebenarnya masalah polusi udara di Jakarta sudah terjadi sejak lama. Tetapi dahulu masyarakat belum bisa mendapatkan akses informasi. Kini seolah-olah kondisinya terlihat amat mengkhawatirkan padahal dari dulu sudah parah.

Selain itu kemacetan di Jakarta pun menjadi penyebab yang signifikan. Secara teori pembakaran bahan bakar kendaraan motor terjadi sempurna di kecepatan 30-110 km/jam. Lebih rendah atau lebih tinggi dari itu terjadi pembakaran tidak sempurna di mana kendaraan akan mengeluarkan pencemar udara. Kita temukan setiap hari Jakarta mengalami kemacetan berjam-jam, membuat kendaraan bermotor berjalan lebih rendah dari seharusnya dan secara terus-menerus menghasilkan pencemar udara. Belum lagi dengan kondisi mesin kendaraan. Bahan bakar yang kita miliki tergolong bahan bakar baru. Sementara banyak kondisi mesin kendaraan masih ketinggalan. Masih banyak kendaraan tua yang dipaksa untuk berjalan. Tentu saja mesin tersebut tidak siap ditenagai bahan bakar baru ini dan mengeluarkan pencemar udara. 

Seharusnya dengan mengetahui akar permasalahan pencemaran udara ini kita bisa memiliki solusi yang efektif. Tidak hanya pemerintah saja yang bergerak tapi kita masyarakat juga harus lebih sadar akan penggunaan kendaraan. Pemerintah mungkin dapat mengevaluasi kebijakan untuk mengurangi jumlah kendaraan. Apakah terbukti kebijakan ganjil-genap bisa mengurangi jumlah kendaraan? Kemudian diikuti dengan manajemen transportasi agar kota terhindar dari kemacetan. Sehingga kendaraan bisa berjalan lancar di atas 30 km/jam. Memperbaiki infrastruktur kota dengan penambahan fasilitas umum yang nyaman. Jumlah transportasi umum diperbanyak, dibuat nyaman, dapat diakses mudah oleh masyarakat dari dan ke berbagai lokasi. Tidak hanya di jalan-jalan besar saja. Rasanya jika masyarakat harus bergonta-ganti transportasi tapi bisa diakses mudah dengan berjalan kaki pasti transportasi umum akan banyak dilirik oleh mereka dibanding menggunakan kendaraan pribadi. Nyatanya di negara-negara maju lainnya solusi paling efektif menanggulangi polusi udara adalah dengan pengadaan transportasi umum. Tidak lupa pula perbaikan kualitas bahan bakar yang sudah sempat saya singgung tadi. Paling tidak kita harus memiliki bahan bakar Euro IV. Sedangkan kita masyarakat harus mulai sadar untuk tidak lagi menggunakan kendaraan lama, yang sudah berumur lebih dari 10 tahun harus sudah ditiadakan, diganti. Mulailah kita semua menggunakan akal budi kita sebagai manusia dan bersama-sama memperbaiki kualitas hidup di kota besar.

Related Articles

Card image
Society
Kembali Merangkul Hidup dengan Filsafat Mandala Cakravartin

Mengusahakan kehidupan yang komplit, penuh, utuh, barangkali adalah tujuan semua manusia. Siapa yang tidak mau hidupnya berkelimpahan, sehat, tenang dan bahagia? Namun ternyata dalam hidup ada juga luka, tragedi dan malapetaka. Semakin ditolak, semakin diri ini tercerai berai.

By Hendrick Tanuwidjaja
10 June 2023
Card image
Society
Melatih Keraguan yang Sehat dalam Menerima Informasi

Satu hal yang rasanya menjadi cukup penting dalam menyambut tahun politik di 2024 mendatang adalah akses informasi terkait isu-isu politik yang relevan dan kredibel. Generasi muda, khususnya para pemilih pemula sepertinya cukup kebingungan untuk mencari informasi yang dapat dipercaya dan tepat sasaran.

By Abigail Limuria
15 April 2023
Card image
Society
Optimisme dan Keresahan Generasi Muda Indonesia

Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 2022 lalu, British Council Indonesia meluncurkan hasil riset NEXT Generation. Studi yang dilakukan di 19 negara termasuk Indonesia ini bertujuan untuk melihat aspirasi serta kegelisahan yang dimiliki anak muda di negara masing-masing.

By Ari Sutanti
25 March 2023