Tidak sampai hati rasanya melihat perempuan-perempuan di pedesaan ternyata memiliki akses sangat terbatas terhadap permodalan. Bukan hanya akses, pengetahuan mereka tentang permodalan juga terbatas. Mereka tidak punya pilihan karena pilihan itu sebatas yang terdekat dan yang mereka tahu, yakni pinjaman uang dengan bunga yang sangat tinggi. Pinjaman yang diberikan tentu saja bersifat instan tetapi dengan risiko yang tinggi, sehingga mereka pasti akan kesulitan untuk mengembalikan pinjaman.
Atas dasar itulah kemudian muncul pemikiran untuk menciptakan alternatif pembiayaan yang diberikan pada perempuan di pedesaan yang bisa dijangkau dengan cara yang mudah meski bertahap. Tentu saja tidak tiba-tiba bisa diberikan dalam jumlah yang besar. Hingga sembilan tahun berjalan memberikan permodalan, menjadi semangat bagi saya dan teman-teman di Amartha untuk menjangkau lebih banyak lagi perempuan di pedesaan.
Senang rasanya saat melihat perempuan-perempuan di pedesaan semakin mandiri dan mampu membantu keuangan keluarga mereka. Percayalah, apa yang dilakukan, harus bisa dilihat lebih jauh lagi daripada sekadar uang untuk modal pinjaman yang harus kembali. Dengan pinjaman usaha perempuan di pedesaan ini semakin bertumbuh sehingga keluarganya lebih mandiri dan berdaya.
Ada cerita unik selama bergelut dengan permodalan yang mungkin terdengar “to good to be true”. Ada seorang ibu yang sudah mendapatkan pembiayaan dari Rp 500 ribu dan kemudian meningkat sampai pinjaman ketujuh. Sekarang apa yang terjadi? Dari yang awalnya mustahil menjadi bisa. Bisa punya rumah, misalnya. Itu seperti membuat hidup orang menjadi berbeda dari sebelumnya.
Ada juga yang awalnya hanya membuat keripik pisang untuk dititip jual ke warung depan rumahnya akhirnya berkembang secara produksi dan distribusi hingga akhirnya menjadi besar dan bahkan bisa mempekerjakan dan membuat perempuan di sebuah desa itu berdaya. Permintaan yang semakin banyak dan luas, bahkan ‘memaksa’ suaminya yang awalnya bekerja di Jakarta untuk mengundurkan diri dan membantu produksi keripik pisang. Ini artinya dari dana pinjaman tersebut, secara tidak langsung turut membangun desa juga.
Tidak melulu soal uang, ada pendampingan juga yang dilakukan melalui kerjasama dengan sektor swasta dan institusi pendidikan. Ada yayasan yang tergerak untuk ikut membantu memberikan kacamata gratis karena perempuan senior di pedesaan sulit mendapatkan akses kacamata. Padahal hal tersebut menjadi penting karena mereka memerlukannya agar lebih teliti melihat saat memasang payet. Kacamata ini akhirnya mampu membuat ibu-ibu lebih produktif karena bisa melakukan aktifitas itu lebih produktif.