Setiap orang memiliki perannya masing-masing di dalam kehidupan. Sadar atau tidak, dalam menjalankan peran tersebut, terdapat keberagaman karena perbedaan peran. Sedari kecil, aku sangat dekat dengan keberagaman dan perbedaan. Aku dewasa di tengah keluarga yang berbeda latar belakang, adat, istiadat, dan agama. Aku tumbuh di tengah keluarga yang sangat toleran dengan tetap menjalankan kewajiban sebagai wujud ungkapan rasa syukur sebagai makhluk Tuhan. Ayahku pernah berkata bahwa Tuhan tidak pernah membedakan makhluk-Nya sehingga kasih Tuhan selalu hadir pada relung-relung jiwa manusia, apapun latar belakangnya. Makanya bagiku, suatu hal yang lumrah apabila keberagaman dan perbedaan itu hadir dalam kehidupan sehari-hari, menjadi bagian dalam hidup dan kehidupan.
Ayahku pernah berkata bahwa Tuhan tidak pernah membedakan makhluk-Nya sehingga kasih Tuhan selalu hadir pada relung-relung jiwa manusia, apapun latar belakangnya.
Aku bersekolah di SD dan SMP Katolik yang dididik dengan disiplin kuat dan ketaatan mendalam pada Tuhan. Segala aturan yang ada baik dalam agama, keluarga, dan sebagainya secara umum merupakan upaya untuk mencapai satu titik bernama kebahagiaan, membuatku sadar aku menjumpai keseharian yang biasa-biasa saja sampai akhirnya berubah ketika aku memasuki bangku SMA. Kehidupan pribadiku mulai disorot oleh teman-temanku yang tidak terbiasa tinggal satu atap dengan perbedaan latar belakang, adat, istiadat, dan agama. Saat itu, aku dituntut untuk menghadapi fase mempertanyakan persamaan karena selama ini perbedaan yang aku rasakan justru menjadi suatu keberkahan. Sisi sensitifku yang sebagian orang menyebutnya sebagai toleransi mulai bergejolak. Aku sampai pada tahap terpaksa menyetujui bahwa perbedaan terutama dari sisi agama belum dapat diterima sepenuhnya di masyarakat yang katanya majemuk ini. Kadangkala, terbesit dalam pikiranku: Apa aku salah berdiri pada satu titik bernama perbedaan?
Aku berpandangan bahwa hidup harus maju ke depan, tidak boleh terkungkung dalam bingkai waktu. Setiap detik, menit, hingga jam yang aku jalani merupakan suatu dimensi baru yang penuh makna. Aku sengat merasakan dimensi baru dalam hidupku tersebut ketika kuliah di salah satu universitas terbaik di negeri ini. Aku melihat Indonesia mini dalam keseharianku di kampus. Aku makin menyadari bahwa keberagaman itu merupakan hal yang tidak bisa ditolak karena dengan keberagaman tersebut, kita dituntut untuk beradaptasi dalam bingkai toleransi. Hal ini semakin mendalam dengan ilmu psikologi yang menjadi fokus studiku. Aku kemudian lebih mendalami mindfulness, yang aku terjemahkan sendiri dalam bahasa sederhana sebagai "di sini dan saat ini". Terpikir dalam benakku kala itu bahwa kalau melaksanakan sesuatu secara simultan, maka lama kelamaan akan terasa biasa. Lebih lanjut, segala sesuatu yang dilakukan lewat pembiasaan, akan menjadi biasa, sehingga menjadi kurang bermakna.
Keberagaman itu merupakan hal yang tidak bisa ditolak karena dengan keberagaman tersebut, kita dituntut untuk beradaptasi dalam bingkai toleransi.
Maka dari itu, aku senantiasa menghadirkan stimulus baru yang positif setidaknya bagi diriku sendiri sehingga apapun yang dilakukan memiliki makna dalam bentuk pengalaman. Hal itu juga yang membuatku tidak mudah menyerah, selalu ingin mencoba hal baru, dan menyukai tantangan. Banyak hal yang aku geluti mulai dari menjadi pemain teater, presenter, aktris, hingga produser. Kesibukanku saat ini justru membuatku semakin ingin mencoba banyak hal dan tidak cepat puas. Hari-hariku kini penuh dengan interaksi bersama orang-orang yang berbeda dalam segala hal, baik latar belakang pendidikan, suku, agama, dan sebagainya. Aku pun semakin menyadari bahwa pengalamanku di masa lalu yang selalu berdamai dengan perbedaan melalui toleransi sangat membantuku untuk bergaul dengan siapapun dan berkembang dalam situasi apapun.
Aku yakin dan percaya bahwa perbedaan dan keragaman akan menghasilkan sesuatu yang positif, setidaknya bagi diriku sendiri. Aku mulai menyebarkan ide dan gagasanku mengenai toleransi dan berdamai dengan perbedaan. Secara kebetulan, aku dipercaya menjadi Duta 100% Manusia Film Festival yang kembali membawaku pada dimensi baru dalam hidup. Bagiku, ini momen yang tepat untuk menyebarkan aura positif dalam upaya berdamai dengan perbedaan di setiap agendaku pada kegiatan 100% Manusia Film Fetsival.
Pada salah satu diskusi dalam kapasitasku sebagai Duta 100% Manusia Film Festival, aku mendapatkan ilmu baru mengenai upaya berdamai dengan perbedaan. Toleransi sebagai upaya berdamai dengan perbedaan merupakan bagian fundamental dalam hidup manusia sehingga mendapatkan toleransi seharusnya menjadi hak asasi bagi setiap manusia. Berbicara mengenai HAM, bagiku HAM merupakan suatu hal yang terkadang membosankan, bahkan cenderung menyeramkan, namun terkadang menjadi seksi dan layak untuk dikonsumsi. HAM pada dasarnya adalah sesuatu yang dekat dengan hidup kita sebagai manusia dan penopang bagi keberlangsungan hidup dan kehidupan kita.
Toleransi sebagai upaya berdamai dengan perbedaan merupakan bagian fundamental dalam hidup manusia sehingga mendapatkan toleransi seharusnya menjadi hak asasi bagi setiap manusia.
Aku kemudian mencoba untuk menghubungkan antara minatku di dunia perfilman dan menyampaikan gagasan mengenai hak asasi manusia, terutama toleransi. Hingga aku sampai pada titik memanfaatkan kapasitasku sebagai Duta 100% Manusia Film Festival untuk menyampaikan gagasan toleransi. Festival film menurutku merupakan momentum yang tepat untuk menyampaikan ide atau gagasan mengenai HAM pada khalayak secara sederhana agar dipahami dan disadari oleh masyarakat. Oleh karenanya, festival film dan isu HAM menjadi layak untuk dikedepankan.
Melalui film, isu HAM diangkat untuk disampaikan pada masyarakat agar lebih mudah dipahami. Selain itu, dengan kemasan hiburan, diharapkan isu ini menjadi semakin mudah untuk tersebar. Masyarakat dapat datang dan menonton film pilihan mereka tanpa paksaan, dan menerima pesan si pembuat film dengan cara yang lebih menyenangkan. Isu HAM yang terkesan jauh dan berat pun, dapat terasa dekat dan ringan – sesederhana datang ke bioskop untuk menonton, dan sedekat jarak mata penonton dengan layar film.