Society Lifehacks

Terjebak Ketakutan

Pernah tidak sewaktu masih kecil diperingatkan oleh orang tua dengan bilang: “Kalau kamu tidak belajar kamu jadi anak bodoh!”? Atau kemarin ketika pemilu presiden di mana negara kita sedang berada dalam kondisi politik yang memanas tiba-tiba ada yang berkata: “Kalau tidak milih pemimpin seiman kamu nanti masuk neraka!” atau baru-baru ini banyak yang bilang, “Kalau keluar rumah nanti kamu kena Covid!”? 

Sebagian dari kita mungkin tidak menyadari bahwa pernyataan-pernyataan yang menjadi momok dalam pikiran kita bisa berdampak pada kemunculan rasa paranoid berlebih dalam diri. Jika pernyataan tersebut terus diulangi hingga tersimpan di dalam benak, kita bisa terserang fear mongering atau propaganda yang menjual ketakutan. Tidak hanya dalam lingkup besar seperti di masyarakat saja, dalam lingkup kecil seperti dalam keluarga pun fear mongering sering dilakukan. Ingat tidak dulu orang tua seringkali menakuti-nakuti agar kita mematuhi perintah mereka? Katanya kalau kita tidak mau berhenti menangis nanti ada hantu yang mendekati. Mungkin orang tua kita juga tidak sadar telah melancarkan fear mongering, tapi dari doktrin yang terus diberikan lama-kelamaan kita bisa benar-benar takut dengan apa yang mereka bilang. 

Secara sederhana, fear mongering biasanya bertujuan untuk memanipulasi, menggerakan atau memotivasi orang lain melakukan sesuatu yang dikehendaki pihak tertentu. Seperti orang tua kita dulu. Mereka ingin kita menuruti apa perintah mereka. Sehingga mereka secara tidak sadar menyerang kelemahan kita. Tujuan yang serupa juga direncanakan oleh pihak-pihak tertentu di masyarakat. Fear mongering bisa bersifat sangat politis sebab propaganda menakuti-nakuti ini bisa jadi strategi yang ampun untuk memengaruhi banyak orang. Apalagi kalau kita menghubungkannya pada teori Maslow tentang Hierarchy of Need atau Hierarki Kebutuhan. Teori ini menyampaikan bahwa seseorang dapat termotivasi untuk melakukan sesuatu demi memenuhi kebutuhan psikologis dasar. Salah satunya adalah kebutuhan akan rasa aman. 

Secara sederhana, fear mongering biasanya bertujuan untuk memanipulasi, menggerakan atau memotivasi orang lain melakukan sesuatu yang dikehendaki pihak tertentu.

Pada dasarnya, manusia butuh merasa aman yang mana kalau kebutuhan ini tidak terpenuhi, ia akan merasa terancam dan terus dalam ketakutan. Berdasarkan teori ini banyak sekali praktik politik yang menggunakan fear mongering untuk menggerakan masyarakat melakukan sesuatu yang dikehendaki. Politisasi agama, misalnya. Dengan ancaman akan masuk neraka atau dosa, seseorang akan terdorong melakukan sesuatu yang dipercaya dapat menjauhi mereka dari ancaman tersebut. Ini sungguh lumrah karena manusia memiliki tendensi ingin merasa aman.

Pada dasarnya, manusia butuh merasa aman yang mana kalau kebutuhan ini tidak terpenuhi, ia akan merasa terancam dan terus dalam ketakutan. Berdasarkan teori ini banyak sekali praktik politik yang menggunakan fear mongering untuk menggerakan masyarakat melakukan sesuatu yang dikehendaki.

Sebenarnya ketakutan yang dimiliki seseorang akibat propaganda fear mongering tidak akan bertahan lama sebab manusia sejatinya memiliki insting untuk bertahan hidup. Ia pasti akan mencari cara untuk beradaptasi dengan ketakutan tersebut. Kecuali kalau secara terus-menerus pernyataan yang menakuti-nakuti itu terus dipaparkan dalam tingkat frekuensi yang sering. Bahayanya, lambat laun ia akan berpotensi mengalami perubahan perilaku. Bahkan perilakunya bisa jadi sangat ekstrim karena ia ingin menghindari “ancaman” atau ketakutan yang diberikan terus-menerus tersebut. Semakin dibuat takut perilakunya akan semakin ekstrim. 

Untuk menghindarinya kita perlu untuk menyadari tanda-tanda fear mongering. Coba tanyakan diri sendiri ketika hendak melakukan sesuatu apakah itu karena kita didorong oleh rasa sakit dan keterancaman atau tidak. Kalau ya maka itu adalah fear mongering. Kita hanya mau bergerak karena ketakutan. Bukan karena motivasi internal dalam diri. Selain itu, untuk menghindari terpapar fear mongering kita juga harus berupaya mengedepankan logika. Pahamilah bahwa ketakutan hanyalah ada di pikiran yang memercik emosi saja. Sehingga aksinya sebenarnya tidak masuk akal. Sadari betul kalau sedang mengalami ketakutan. Berhenti dulu sejenak, lakukan relaksasi, baru kemudian percik kembali logika berpikir untuk membuat keputusan. 

Untuk menghindari terpapar fear mongering kita juga harus berupaya mengedepankan logika. Pahamilah bahwa ketakutan hanyalah ada di pikiran yang memercik emosi saja.

Kalau memang kita masih merasa kesulitan untuk membuat keputusan akibat adanya rasa takut itu, mintalah bantuan pada seseorang yang netral agar kita mengetahui fakta-fakta lain dari pernyataan ketakutan tersebut. Jadi kita tidak akan terkurung oleh ketakutan akibat propaganda menakuti-nakuti tersebut. Sesungguhnya, orang tersebut bisa saja melakukan terapi. Akan tetapi keinginan untuk meniadakan ketakutan harus dimulai dari orang itu sendiri. Ia perlu menyadari sendiri bahwa ia sedang terserang ketakutan semata yang mengaburkan fakta. Contohnya seseorang yang didoktrin agama hingga berperilaku ekstrim. Biasanya emosinya harus dibuat stabil dulu dengan diberikan kenyamanan agar bisa memahami akar ketakutannya. Setelah itu barulah ia bisa mengubah pola pikir dan keluar dari fear mongering.

Related Articles

Card image
Society
Kembali Merangkul Hidup dengan Filsafat Mandala Cakravartin

Mengusahakan kehidupan yang komplit, penuh, utuh, barangkali adalah tujuan semua manusia. Siapa yang tidak mau hidupnya berkelimpahan, sehat, tenang dan bahagia? Namun ternyata dalam hidup ada juga luka, tragedi dan malapetaka. Semakin ditolak, semakin diri ini tercerai berai.

By Hendrick Tanuwidjaja
10 June 2023
Card image
Society
Melatih Keraguan yang Sehat dalam Menerima Informasi

Satu hal yang rasanya menjadi cukup penting dalam menyambut tahun politik di 2024 mendatang adalah akses informasi terkait isu-isu politik yang relevan dan kredibel. Generasi muda, khususnya para pemilih pemula sepertinya cukup kebingungan untuk mencari informasi yang dapat dipercaya dan tepat sasaran.

By Abigail Limuria
15 April 2023
Card image
Society
Optimisme dan Keresahan Generasi Muda Indonesia

Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 2022 lalu, British Council Indonesia meluncurkan hasil riset NEXT Generation. Studi yang dilakukan di 19 negara termasuk Indonesia ini bertujuan untuk melihat aspirasi serta kegelisahan yang dimiliki anak muda di negara masing-masing.

By Ari Sutanti
25 March 2023