Terkadang kita manusia khawatir berada dalam tekanan. Merasa tekanan seperti ancaman yang hanya akan membuat kita berada dalam keadaan sulit. Padahal tekanan bisa membuat kita lebih maju, lebih kuat. Saya ingat ada yang bilang bahwa ketika kita keras pada diri sendiri dunia menjadi lebih lembut. Sedangkan kalau kita lembut pada diri sendiri dunia bisa terasa lebih keras. Menurut saya itu yang membedakan kita manusia dengan benda mati. Batu diteteskan air setiap hari lama-lama bisa berlubang. Kita manusia kalau dipukul setiap hari —selama tidak membuat kita mati, justru bisa membuat kebal, lebih kuat.
Terkadang kita manusia khawatir berada dalam tekanan. Merasa tekanan seperti ancaman yang hanya akan membuat kita berada dalam keadaan sulit. Padahal tekanan bisa membuat kita lebih maju, lebih kuat.
Bekerja di industri tambang bisa dibilang memberikan tekanan yang cukup berat terhadap kehidupan saya. Apalagi bisnis batu bara selalu menjadi bisnis yang kontroversial. Kecaman dari berbagai pihak karena dianggap mencemari lingkungan sering dilemparkan. Seolah-olah kami yang bekerja di sana pun tidak peduli. Meskipun begitu saya justru tidak terlalu memikirkan tekanannya karena percaya akan apa yang saya ketahui tentang batu bara adalah sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi banyak orang. Bahkan sebenarnya dari batu bara saya belajar tentang salah satu sifat manusia yaitu menjadi rendah hati. Atas prosesnya yang amat panjang —membutuhkan waktu ratusan juta tahun, tekanan besar yang diberikan agar dapat menghasilkan energi untuk memajukan peradaban manusia, ia tetap sering dihujat karena mengotori lingkungan. Namun ia tidak berhenti membantu menerangi malam, membantu manusia mencari informasi dari dunia maya, bahkan membantu memenuhi kebutuhan asupan kita.
Bahkan sebenarnya dari batu bara saya belajar tentang salah satu sifat manusia yaitu menjadi rendah hati.
Memang, tidak bisa dipungkiri batu bara memang berkontribusi dalam mencemari lingkungan. Tapi kita sering tidak menyadari bahwa selalu ada masa untuk segala sesuatu di muka bumi. Terkadang kita tidak tahu asal muasal sesuatu dan langsung menghakimi hasilnya saja. Semua hal pasti punya sisi baik dan buruknya. Misalnya tubuh kita. Paras yang cantik atau tampan, penampilan rapi dan tubuh nan wangi akan selalu enak dilihat. Tapi satu paket itu juga lengkap dengan sesuatu yang buruk di dalamnya. Manusia juga memiliki bagian untuk membuang kotoran. Kalau tidak, manusia tidak akan hidup. Dan itulah siklus kehidupan akan ada yang baik dan buruk berputar di dalamnya. Setiap hari kita nyaman dengan keberadaan listrik dengan hanya perlu menekan satu tombol. Tapi terkadang kita lupa dari mana asalnya. Bahkan bisa dibilang tidak mau tahu asalnya dari mana. Padahal batu bara yang dibilang “kotor” itu telah menggerakan kehidupan kita sehari-hari.
Sejatinya manusia sering lebih mudah terpengaruh dari apa yang dekat dengannya. Berpikir secara mikroskopik karena manusia cenderung selalu lebih mudah terlibat dengan apa yang ada di dekatnya. Sehingga sulit melihat gambaran besar dari satu hal. Hanya melihat satu sisi saja dan mengabaikan sisi lainnya. Padahal kalau kita mau melihat lebih jeli manfaat yang diberikan oleh batu bara jauh lebih banyak daripada kerusakan yang dibuatnya. Manfaat dari listrik yang digunakan untuk produktivitas manusia berdampak lebih besar ketimbang dampak negatif yang berasal dari emisi karbon yang dihasilkannya. Mungkin yang harus kita lihat ke depan adalah menemukan teknologi yang membuat batu bara jadi tidak mencemari lingkungan. Bukan meniadakannya. Kecuali kalau memang kita sudah punya sumber daya yang memiliki fungsi sama. Sehingga kita bisa melakukan transisi energi tersebut.
Sejatinya manusia sering lebih mudah terpengaruh dari apa yang dekat dengannya. Berpikir secara mikroskopik karena manusia cenderung selalu lebih mudah terlibat dengan apa yang ada di dekatnya.
Selama belum ada penggantinya, kita masih butuh energi “kotor” itu untuk mendukung terjadinya perubahan. Semua pasti ada masanya. Dulu saja ketika minyak ditemukan kita berpikir inilah solusi yang tepat untuk bumi, dapat menjadi penggerak peradaban. Lambat laun manusia menemukan minyak bisa mencemari lingkungan lalu mulai berpikir ke arah lain. Begitu juga dengan plastik. Dulu orang berpikir penemuan plastik adalah sesuatu yang fenomenal, sebuah solusi kehidupan. Sebab sebelumnya manusia harus menebang pohon atau membunuh hewan dulu untuk membuat wadah. Namun ternyata setelah pengetahuan kita lebih banyak, kita menemukan plastik menjadi sumber pencemaran lingkungan. Inilah yang terjadi dalam siklus peradaban manusia. Dampak positifnya adalah kita terus menggali pengetahuan untuk mencari solusi yang lebih baik.
Berangkat dari pemikiran ini kalau memang kita mau menghendaki batu bara yang kotor itu harus dihentikan kita juga harus siap dengan segala konsekuensinya. Karena sebenarnya kita harus bisa melihat secara proporsional. Apakah memang batu bara menjadi sumber penghasil polusi terbesar di dunia atau sebenarnya ada yang lebih besar namun tidak kelihatan? Apakah kita mau lebih rendah hati melihat gambaran besar atas manfaat yang diberikan batu bara dan bukannya langsung menjatuhkannya tapi justru berupaya mencari jalan terbaik untuk semua?