Ketika kamu sudah dewasa, sedang duduk di meja makan, di depan kamu terhampar aneka makanan rumah dengan segala bentuk dan aromanya. Lalu, tepat di ujung sana, di piring kecil, terdapat semangkuk keripik kentang balado yang jadi favorit sejak kecil. Saat kamu melahapnya, diikuti dengan bunyi kriuk renyah lembaran kentang, seketika itu juga kenangan indah dan lugunya masa kecil membanjiri kepalamu.
Berapa banyak dari kita mengalami hal serupa? Mungkin tak sama persis ceritanya. Mungkin kamu tidak sedang di meja makan. Mungkin kamu sedang sekolah di Jepang atau Amerika. Mungkin kamu adalah anak kos yang merantau ke ibukota untuk bekerja. Ketika kita berada dalam satu kondisi jauh dari zona nyaman, seringnya makanan menjadi cara terbaik untuk membawa kembali kenyamanan tersebut yang tanpa kamu sadari tersegel di dalam tiap racikan resep, dalam tiap lapis rempah dan aroma.
Ketika kita sakit atau jauh, umumnya keinginan untuk makan satu hidangan spesifik kerap muncul. Hal ini dikarenakan memori kita yang berhubungan dalam makanan tersebut. Otak kita yang begitu hebat, berhasil menangkap kenangan lengkap beserta dengan suasananya saat kita makan hidangan tertentu. Ketika otak kita sadar bahwa tubuh sedang dalam kondisi kurang baik, secara otomatis ia akan mencari cara untuk membuat tubuh kita tenang, salah satunya dengan mengeluarkan ingatan tentang makanan dengan tujuan membuat kita nyaman. Menurut Susan Whitborne, professor psikologi dari Universitas Massachusetts, memori tentang makanan adalah yang paling powerful dibanding memori lainnya, dikarenakan untuk makan manusia menggunakan seluruh indra mereka.
Nostalgia tidak bisa dilepaskan dari makanan. Hampir seluruh chef terbaik dunia – dari restoran berbintang di sudut Paris, hingga yang tersembunyi di sudut kecil di Bali, mendapatkan ide untuk menciptakan makanan diawali dengan mengenang memori rasa di momen-momen penting hidup mereka. Ada yang terinspirasi dari harumnya sup di dapur nenek hingga saat bertualang wisata kuliner ke negeri lain. Kenangan yang bertemu dengan inovasi akan menghasilkan hidangan kreatif yang juga inspiratif.
Makanan adalah mesin waktu yang sejati. Contoh, saat kita sedang menguleg sambal, kita sebenarnya sedang melakukan proses yang sama yang leluhur kita lakukan ribuan tahun lalu, dengan alat yang sama kuno yaitu ulekan. When we cook, we are channelling our ancestors. Saat kita menikmati sambal, itu juga sebenarnya kita sedang melahap sejarah. Cerita yang dikandung seonggok pala dan cabai merangkum seluruh saga dan drama kolosal abad kuno, era penjelajahan, kolonialisasi hingga meleburnya dengan budaya lokal dan sampainya ke piring orang Indonesia.
Di Indonesia sendiri, subyek sejarah kuliner atau food history memang masih belum popular, namun bukan berarti tidak ada yang punya minta untuk mendalaminya. Sosok seperti Fadly Rahman, yakni penulis buku Jejak Rasa Nusantara serta Prof. Murdijati Gardjito dari Universitas Gajah Mada adalah dua nama yang erat dengan topik sejarah makanan. Sudahlah banyak kacamata untuk melihat sejarah dunia dari sisi politik, ekonomi hingga agama, mengapa tidak dengan makanan? Jadi, makanan sesungguhnya punya value yang mulia, yaitu sebagai penghubung antara hari ini dan hari kemarin, masa lalu serta masa depan.