Ketika traveling sendiri, kita jadi punya banyak waktu dan mendengar apa yang sedang terjadi di sekitar. Ketika itu pula aku menyadari banyak yang berubah di alam sekitar kita. Aku menyadari di beberapa tempat yang pernah aku datangi dulu, kini sampah yang semakin banyak serta sejumlah pembangunan pariwisata yang merusak alam. Ada beberapa tempat yang tadinya masih pepohonan, sekarang sudah menjadi bangunan. Udara di negara dengan tingginya jumlah kendaraan seperti di India tentu berbeda dengan udara di negara Eropa yang lebih sedikit kendaraan. Akhirnya, aku pun mulai menyadari bahwa segala perubahan yang aku alami selama traveling disebabkan oleh kegiatan manusia yang merusak alam.
Sayangnya, di Indonesia masih banyak tempat-tempat dengan nuansa alam yang juga belum dilestarikan. Terutama tempat-tempat yang didedikasikan untuk pariwisata. Pada dasarnya, tidak masalah jika kita mau menjadikannya pusat pariwisata untuk mendatangkan turis. Tapi menurutku, pemerintah dan warga lokal harus bekerja sama untuk tetap menjaga kebersihan dan alamnya, seperti salah satunya menyediakan lebih banyak tempat sampah. Selain itu, jika terjadi pelanggaran, denda harus benar dijalankan. Kalau tidak masyarakat akan tetap abai pada pelestarian lingkungan wisata.
Beberapa waktu lalu, aku terlibat dalam satu proyek film dokumenter di Muara Gembong. Proyek ini bertujuan untuk menunjukkan kepada masyarakat Indonesia bahwa pesisir pantai Jawa Utara sudah mulai tenggelam dengan permukaan air yang meninggi dan permukaan tanah yang turun. Banyak area yang sudah tidak layak ditinggali tapi warga tetap memaksakan untuk tinggal di sana karena tidak punya pilihan lain. Kondisi ini tidak hanya terjadi di sana tapi di berbagai tempat lainnya. Menurut berbagai studi yang terpercaya, Jakarta sendiri diprediksi akan tenggelam di tahun 2050 jika kita tidak melakukan aksi yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.
Menurut berbagai studi yang terpercaya, Jakarta sendiri diprediksi akan tenggelam di tahun 2050 jika kita tidak melakukan aksi yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.
Saat menyaksikan langsung bagaimana hampir setiap hari warga Muara Gembong harus menormalisasi hidup dengan rumah dibanjiri air, aku sang prihatin. Aku pun mencoba menempatkan diri jika menjadi warga Muara Gembong. Ketika pagi aku duduk di pinggir kali, melihat beberapa warga berusaha untuk tetap bahagia dengan berenang di air pasang. Di satu sisi, aku merasa terharu karena mereka masih mencoba untuk tetap bahagia di keadaan sulit. Tapi di sisi lain, aku merasa kondisi ini tidak layak untuk mereka sehingga harus diperbaiki. Kondisi yang miris itu mendorongku menciptakan lagu “Ibu Pertiwi”.
Di dalamnya terdapat pesan yang menyampaikan bahwa walaupun mereka masih bisa tersenyum, di baliknya ada kesedihan yang mendalam karena tidak tahu apakah esok hari air akan semakin naik atau tidak. Rumahnya bisa bertahan atau tidak. Anak cucunya akan semakin terpuruk dalam penderitaan atau tidak. Lagu “Ibu Pertiwi” menyiratkan tangisan manusia yang sedang merasakan perubahan alam di bumi dan berharap akan ada hari esok yang lebih baik. Manusia yang memohon kepada Ibu Pertiwi karena sudah tak tahu harus ke mana memohon dan meminta. Aku berharap sedikit banyak lagu ini bisa menyadarkan teman-teman yang mungkin belum pernah merasakan atau melihat langsung dampak perubahan iklim karena kerusakan alam.
Salah satu hal yang menurutku sangat dapat berpengaruh untuk mengurangi dampak-dampak krisis alam adalah kesadaran akan apa yang dikonsumsi. Pertama soal konsumsi makanan. Aku tahu memang sulit untuk tidak lagi makan daging. Sebelum aku tidak lagi makan daging, aku juga melalui perjuangan sulitnya menghalau keinginan makan daging. Tidak mudah memang, tapi mungkin bisa dikurangi. Faktanya, bisnis peternakan dampaknya buruk untuk alam. Begitu juga berbagai macam makanan yang diproses dalam kemasan seperti nugget dan lain-lain. Tapi intinya, konsumsi berlebihan dapat memberikan dampak buruk bagi lingkungan kita.
Konsumsi berlebihan dapat memberikan dampak buruk bagi lingkungan kita.
Tidak hanya makanan, konsumsi barang-barang juga perlu diperhatikan. Mungkin sebagian dari kita berpikir beli satu saja tidak akan berpengaruh. Tapi bayangkan jika setiap orang berpikir hal yang sama dalam satu waktu. Dampaknya akan sangat besar untuk lingkungan. Jadi, sudah seharusnya kita mulai sadar sekali dengan apa yang dibeli. Memang tidak bisa berubah 100% tapi bisa dikurangi. Misalnya memilah mana produk yang mungkin sampahnya bisa didaur ulang sehingga tidak akan menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Masalah konsumsi sebenarnya hanya masalah ego. Kalau kita tidak konsumsi daging, misalnya, kita masih bisa hidup. Tapi memang terkadang kita lebih memilih hal yang mudah dan enggan memikirkan dampaknya. Jika begitu, lebih baik jangan dulu memikirkan punya anak, cucu, karena mereka yang akan merasakan dampak buruk saat lingkungan di sekitar kita hancur.
Masalah konsumsi sebenarnya hanya masalah ego.