Society Art & Culture

Pendidikan dan Perubahan

Kita mungkin sudah sering mendengar bila pendidikan adalah salah satu kunci untuk mengatasi sejumlah permasalahan. Mulai dari perubahan iklim, kemiskinan, dan lain sebagainya. Hal ini bukannya tidak berdasar, karena pendidikan memang membentuk cara berpikir serta membuka cakrawala pengetahuan, sehingga  kita memiliki kemampuan memahami suatu isu atau permasalahan dengan lebih baik. Terkait dengan perubahan, pendidikan mungkin bukan satu-satunya cara untuk mengubah perilaku. Akan tetapi, untuk menerima dan menghadapi perubahan, kita membutuhkan pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan. Tidak ada perubahan bila tidak ada pengetahuan. Oleh karenanya, pendidikan di sini penting karena menyediakan pengetahuan untuk  mengetahui suatu sebab akibat serta implementasi dari perubahan yang dikehendaki.

Pendidikan mungkin bukan satu-satunya cara untuk mengubah perilaku. Akan tetapi, untuk menerima dan menghadapi perubahan, kita membutuhkan pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan.

Berbicara mengenai pendidikan, sebenarnya tidak terbatas pada institusi pendidikan formal saja. Intervensi pendidikan dapat juga berasal dari institusi informal, seperti lingkungan pergaulan, komunitas, dan keluarga. Inilah mengapa disebutkan pendidikan seseorang dimulai dari rumah. Karena dari keluarga lah nilai-nilai yang dianut satu individu terbentuk.

Tidak ada perubahan bila tidak ada pengetahuan.

Dalam menyampaikan sebuah inisiatif atau gerakan yang mengajak seseorang untuk melakukan perubahan perilaku, tentu perlu edukasi atau pendidikan yang terkait dengan konteks. Namun, dari sisi si pembuat inisiatif atau gerakan, kadangkala kita mendapati suatu social movement kurang berhasil atau kurang terdengar. Bagi saya, terdapat tiga hal yang dapat menjelaskannya.

Pertama, objektif yang hendak dituju tidak jelas dan tidak untuk visi jangka panjang. Setiap gerakan, apapun itu, kita harus terlebih dahulu menentukan apa yang hendak dicapai. Dari sini, kita baru dapat membuat turunan akan rencana untuk meraihnya, hingga matrix untuk melihat apakah objektif tersebut sudah tercapai atau belum. Misalnya gerakan terkait perubahan iklim. Visi jangka panjangnya mungkin untuk menyelamatkan bumi. Tapi dalam gerakan atau campaign yang dibuat, kita harus tentukan, tujuan apa yang ingin disasar. Apakah awareness, perubahan perilaku, atau mungkin agar aksi ini mampu melipatgandakan gerakan sejenis? Tentukan salah satunya.

Kedua,  gerakan tersebut tidak genuine. Namanya gerakan sosial, kita tidak hanya perlu menyentuh logika berpikir (people’s logic), namun juga perasaan (people’s heart). Sebab, tidak ada hal komersil yang memberi efek moneter langsung pada orang yang terlibat. Pada akhirnya, kita harus menggabungkan kedua ini. Menyentuh aspek logika dapat dicapai dengan memberi penjelasan (reasoning) dan menunjukkan fakta pendukung. Akan tetapi, bila gerakan ini tidak genuine, bagaimana kita bisa membuat gerakan ini relatable atau sesuai ke banyak orang? Ketika hal ini tidak tercapai, makan gerakan yang kita inisiasi menjadi tidak action-driven.

Ketiga, komunikasi gerakan ini sporadis. Memang baik gerakan kita dapat terlihat di banyak tempat. Akan tetapi, kadangkala ketika pesan komunikasinya menjadi sporadis, pesan yang ingin disampaikan menjadi tidak jelas. Apabila orang-orang yang terlibat dalam gerakan pun tidak memiliki sinergi atau kolaborasi akan apa yang mereka kerjakan, hal ini juga dapat membuat gerakan tersebut menjadi tidak terlihat karena tidak jelasnya sampaian pesan.

Tentu saja selain ketiga hal ini, ada sejumlah masalah lain seperti sustainability campaign, logistik, dan lain sebagainya yang dapat mempengaruhi berhasil atau tidaknya sebuah gerakan. Meski demikian, bila dikaitkan dengan gerakan sosial, biasanya ketiga hal inilah yang seharusnya dapat diatasi.

Terkadang, untuk mencapai apa yang hendak dituju, perlu gerakan yang komprehensif, memiliki daya tahan, dan juga sustainable. Oleh karenanya, banyak gerakan seringkali dimulai dari suatu hal yang terasa personal bagi si pembuat. Sebab, bila tidak menjadi suatu yang personal, daya tahan kita jadi cenderung rendah dan gerakan yang coba kita inisiasi menjadi kurang bertahan. Namun, bila gerakan ini menyinggung aspek personal, mau tidak mau kita harus mencapai tujuan gerakan ini untuk menyelesaikan permasalahan yang kita miliki atau rasanya. Ini adalah salah satu faktor yang mendukung keberlangsungannya suatu gerakan.

Selain itu, ketika objektif yang hendak dicapai terlalu besar, kita bisa memecah gerakan kita menjadi lebih kecil cakupannya. Salah satu alasannya adalah agar kita merasakan adanya progres atau kemenangan kecil (small wins), yang berguna bagi kita untuk mempertahankan gerakan yang diinisiasi. Bayangkan bila kita langsung menuju objektif besar lalu bertahun-tahun merasa belum mampu mencapainya, tidak menutup kemungkinan kita akan merasa frustasi, bukan? Showcasing impact pada akhirnya penting agar setiap orang yang terlibat merasa memiliki ‘bensin lebih’ untuk terus bergerak.

Orang dapat selalu mengontrol masalah atau isu yang menciptakan perilaku. Jadi, suatu isu yang biasanya diangkat dalam suatu gerakan, akan selalu berkompetisi dengan isu lainnya. Misalnya isu perubahan iklim akan berkompetisi dengan isu kesehatan. Seperti mungkin kita menghindari penggunaan plastik, tapi di masa pandemi, untuk menjaga kebersihan suatu benda, penggunaan plastik menjadi banyak digunakan. Atau isu pendidikan akan berkompetisi dengan kemiskinan. Bagaimana seseorang bisa fokus meraih pendidikan bila untuk memenuhi hidup atau bekerja saja sulit? Bagaimana kita bisa memberi pendidikan bila yang menjadi prioritas seseorang adalah pemenuhan kebutuhan dasar untuk mendapatkan makan?

Dengan memahami adanya kompetisi ini, kita dapat melibatkan faktor lain dalam gerakan yang kita buat, atau membuatnya secara tidak langsung menanggulangi atau menyelesaikan prioritas lain yang mungkin timbul dan bersaing. Sehingga pada akhirnya, gerakan ini akan menjadi lebih relevan dan efektif. Memenangkan tujuan dari sebuah gerakan perubahan mungkin tidak serta merta dicapai sempurna. Tapi selama kita dapat memahami apa yang tengah menjadi masalah dan prioritas, memahami bagaimana orang bersikap, menciptakan sesuatu yang membuat orang melihat serta menyukai gerakan kita, tidak menutup kemungkinan suatu saat kita berhasil mengajak banyak orang untuk mengikuti arah perubahan yang diinginkan.  

***

Tulisan ini diperoleh dari hasil interview Iman Usman pada acara Coundown oleh TedxJakarta. Simak selengkapnya di kanal IGTV TedXJakarta.

 

 

Related Articles

Card image
Society
Kembali Merangkul Hidup dengan Filsafat Mandala Cakravartin

Mengusahakan kehidupan yang komplit, penuh, utuh, barangkali adalah tujuan semua manusia. Siapa yang tidak mau hidupnya berkelimpahan, sehat, tenang dan bahagia? Namun ternyata dalam hidup ada juga luka, tragedi dan malapetaka. Semakin ditolak, semakin diri ini tercerai berai.

By Hendrick Tanuwidjaja
10 June 2023
Card image
Society
Melatih Keraguan yang Sehat dalam Menerima Informasi

Satu hal yang rasanya menjadi cukup penting dalam menyambut tahun politik di 2024 mendatang adalah akses informasi terkait isu-isu politik yang relevan dan kredibel. Generasi muda, khususnya para pemilih pemula sepertinya cukup kebingungan untuk mencari informasi yang dapat dipercaya dan tepat sasaran.

By Abigail Limuria
15 April 2023
Card image
Society
Optimisme dan Keresahan Generasi Muda Indonesia

Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 2022 lalu, British Council Indonesia meluncurkan hasil riset NEXT Generation. Studi yang dilakukan di 19 negara termasuk Indonesia ini bertujuan untuk melihat aspirasi serta kegelisahan yang dimiliki anak muda di negara masing-masing.

By Ari Sutanti
25 March 2023