Setuju atau tidak, menurut saya masyarakat di Indonesia —Jakarta terutama, masih banyak yang bersifat egosentrik. Terutama dalam kaitannya dengan kelas sosial. Sejumlah orang membeli dan memakai barang mewah bertujuan untuk mendapatkan pengakuan. Sampai-sampai mereka lupa esensi dari fungsi barang itu sendiri untuk apa. Tidak lagi sekadar untuk enak dipandang atau nyaman digunakan. Terkadang alasannya sesimpel keinginan ingin dilihat sebagai anak orang kaya atau bahkan seseorang yang sukses membeli barang dengan harga melejit. Ya, seperti ada kata pepatah bilang, you are what you eat. Begitu juga barang, you are what you wear. Mengenakan barang untuk menyampaikan self-branding. Sebenarnya tidak ada salahnya juga. Kita tidak bisa langsung menghakimi seseorang yang menggunakan barang hype hanya dengan sekali pandang. Padahal mungkin tidak kenal. Bisa jadi dia menggunakan dalam rangka menciptakan impresi tertentu untuk mencapai tujuan bisnis atau sosial. Saya pun begitu. Terkadang saya bisa memakai merek jam yang berbeda untuk bertemu orang dengan latar belakang berbeda. Terkadang ini bisa jadi strategi untuk memunculkan potensi kesempatan baru yang tak terduga.
Kita tidak bisa langsung menghakimi seseorang yang menggunakan barang hype hanya dengan sekali pandang.
Begitu pun dengan kebiasaan saya mengoleksi sneakers. Meski awalnya tidak pernah ada niat untuk berbisnis, namun ternyata saya bisa mendapat rezeki dan jaringan yang lebih luas dari passion tersebut sekarang. Saya sudah mulai koleksi sneakers sejak 2011 yang kemudian menggiring pada observasi lebih mendalam tentang sepatu. Di Indonesia sendiri tampaknya dimulai sejak Kanye West meluncurkan koleksinya beberapa tahun lalu. Kini malah terdapat merek lokal yang bisa menciptakan tren keranjingan sneakers tersebut di ibu kota. Meskipun begitu saya bukan tipe orang yang beli karena siapa yang menggunakan. Melainkan beli karena saya tertarik dengan cerita di belakangnya, dengan modelnya yang unik atau bahkan hanya sekadar nyaman dan pas di kaki. Saya memastikan untuk membeli sepatu karena suka. Bukan karena ingin terkenal atau menciptakan tren baru. Kadang justru brand yang saya incar tidak terkenal.
Niat saya berburu sneakers di awal bukan karena ingin jadi orang yang punya duluan atau karena ingin menjualnya suatu hari nanti. Menurut saya tidak mesti juga kita selalu mengikuti barang apa yang sedang hype dan mengeluarkan uang, tenaga serta waktu hanya untuk tujuan popularitas atau lainnya. Seperti pada saat saya membeli sepatu Air Jordan Off White Chicago. Saya tertarik membeli karena murni ingin menyimpannya sebagai bagian dari warisan Michael Jordan dengan kisahnya yang fenomenal. Sepatu tersebut bisa dibilang salah satu jenis yang mengekspos sang pemain basket ini berkolaborasi dengan brand sepatu ternama. Menurutku ini kejadian langka yang perlu diabadikan. Hingga sekarang pun masih tersimpan rapi di lemari koleksi saya.
Sebelum berkeluarga saya memang bisa lebih banyak membeli sepatu ketimbang sekarang saat sudah memiliki anak. Tapi karena dulu saya merasa mampu membeli, tidak ada dorongan lain selain suka, jadi saya pun rela untuk mengeluarkan banyak upaya mendapatkan. Yang tidak terduga adalah dari kebiasaan dan kesukaan itu saya justru bisa membangun komunitas sepatu yang populer di ibu kota. Menambah teman baru, wawasan baru, dan bahkan kesempatan berbisnis baru. Hanya saja saya tetap mempertahankan kejujuran. Artinya adalah untuk urusan bisnis sekali pun saya akan tetap berkata yang sebenarnya ketika diminta memberikan komentar pada sneakers tertentu. Opini saya tidak bisa dibeli. Itulah yang membuat saya tidak sekadar memiliki keuntungan dari hobi koleksi sneakers.
Yang tidak terduga adalah dari kebiasaan dan kesukaan itu saya justru bisa membangun komunitas sepatu yang populer di ibu kota. Menambah teman baru, wawasan baru, dan bahkan kesempatan berbisnis baru
Rasanya sudah tidak worth it lagi ketika kita mengorbankan banyak hal hanya untuk sebuah barang seharga satu buah motor bahkan rumah. Kita harus tetap ingat bahwa benda tetaplah hal yang fana. Sifatnya sementara. Buat apa membeli barang yang tergolong hype hanya untuk menambah follower Instagram? Saya bahkan lebih bangga jika bisa mendapatkan harga murah untuk sebuah benda bernilai tinggi. Pada akhirnya tidak ada gunanya memamerkan benda hanya untuk terkenal apabila harus menguras tabungan sampai pinjam sana-sini. Kita harus bisa bertanggung jawab dengan apa yang dibeli. Harus tahu juga fungsi dan manfaat benda dalam balutan merek tersebut. Sebelum memiliki barang hype tersebut baiknya sudah paham akan risiko dan konsekuensi sesaat nantinya sudah mengeluarkan upaya lalu tidak mendapatkan sesuai yang diharapkan. Sekali sudah menyisihkan untuk membeli barang hype tak lagi perlu merasa mengorbankan banyak hal. Itu artinya kita belum benar-benar siap dan menghargai nilai barang tersebut.
Rasanya sudah tidak worth it lagi ketika kita mengorbankan banyak hal hanya untuk sebuah barang seharga satu buah motor bahkan rumah. Kita harus tetap ingat bahwa benda tetaplah hal yang fana.