Disadari atau tidak, semua yang ada di dunia ini merupakan hasil dari sebuah rancangan. Mulai dari alarm yang membangunkan kita di pagi hari, baju yang kita kenakan, aneka perabot di rumah, mobil di garasi, jadwal kereta, materi pelajaran sekolah anak, program berita di TV, hingga sistem pemerintahan – tidak ada satu pun yang luput dari peran cetak biru buah pikiran manusia dalam merancang segala sesuatu yang dibutuhkan dalam hidup.
Cindy Adams, dalam sebuah buku yang berisi wawancaranya dengan Presiden Soekarno, mengutarakan sekelumit bait yang menyinggung sisi kreatif sekaligus jiwa seniman sang Presiden, dalam kaitannya dengan peran dirinya membangun bangsa yang baru saja memperoleh kemerdekaannya:
"Irama suatu-revolusi adalah menjebol dan membangun. Pernbangunan menghendaki jiwa seorang arsitek. Dan di dalam jiwa arsitek terdapatlah unsur-unsur perasaan dan jiwa seni. Kepandaian memimpin suatu revolusi hanya dapat dicapai dengan mencari ilham dalam segala sesuatu yang dilihat. Dapatkah orang memperoleh ilham dalam sesuatu, bilamana ia bukan seorang manusia-perasaan dan bukan manusia-seni barang sedikit?"
Merancang, membangun, memimpin, hingga membuat kebijakan – pada hakikatnya seluruhnya memiliki satu akar, yaitu melibatkan sebuah desain dalam penerapannya. Ya, desain atau rancangan sesungguhnya lebih dari apa yang selama ini kebanyakan orang anggap hanya sekedar estetika belaka. Lebih dari apa yang ditampilkan di permukaan, terdapat kedalaman pemikiran yang terkandung di dalamnya, yang sebenarnya merupakan esensi penting dari semuanya.
Di balik setiap penciptaan desain, terdapat proses design thinking yang bermula dari kejelian seorang designer melihat sebuah permasalahan yang ingin diselesaikan, memikirkan siapa penggunanya, merancang solusi yang dimungkinkan, hingga melakukan uji coba solusi untuk memastikan hasil yang tepat. Dapat dikatakan, desain juga berperan sebagai guideline yang mengarahkan penggunanya untuk mencapai sebuah tujuan tertentu, dan menawarkan jalan keluar dari beragam situasi di kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, design thinking sebenarnya dapat diaplikasikan pada segala bidang. Mulai dari hal-hal kasatmata seperti rumah, kendaraan, dan pakaian, hingga nilai-nilai intangible yang melekat pada diri manusia seperti moral, budaya, pola pikir, dan ajaran agama yang kita anut.
Di dalam design thinking sendiri, terdapat komponen-komponen vital seperti berpikir kritis, kepekaan terhadap permasalahan, dan empati untuk merasakan kendala yang dialami oleh si pengguna yang bersangkutan. Keseluruhan aspek di atas perlu dipenuhi bilamana seseorang berniat menawarkan sebuah solusi dari permasalahan yang ada. A designer should be able to put their feet into user’s shoes to understand the real problem. Mendesain tidak seharusnya didasari oleh perasaan self-centered, apalagi dengan menggunakan pola pikir kapitalis, karena desain semestinya menyelesaikan masalah, bukan sekadar cara untuk mendapat keuntungan.
Dalam skala lebih luas, pola pikir design thinking yang sudah seharusnya dimiliki oleh seorang designer sebenarnya dapat diterapkan untuk merancang budaya atau pola pikir baru, yang mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Seperti dalam hal mencintai lingkungannya, berbuat baik pada sesama, menjaga tradisi dan budaya lokal, dan lain sebagainya. Selain itu, terlepas dari segala titel profesi yang menyertai, setiap orang sejatinya adalah perancang atau designer. Siapa saja memiliki andil dalam menentukan dan merancang hal-hal yang terjadi di sekelilingnya. Dengan demikian, desain apa saja yang tercipta dan ada dalam kehidupan bermasyarakat, sudah seharusnya menjadi tanggung jawab moral bersama. Berani bertindak, berani bertanggung jawab.
Contoh sederhana yang kita temui sehari-hari akan peran kita sebagai perancang adalah di saat bagaimana kita berusaha merancang masa depan untuk anak kita. Dengan memasukannya ke sekolah tertentu atau menyertakannya dalam kegiatan pilihan kita sendiri, secara langsung kita telah melakukan salah satu bagian pekerjaan dari seorang designer, dengan membentuk harapan dan tujuan agar kelak ilmu serta pengalaman yang anak kita peroleh tersebut akan berguna baginya suatu saat nanti. Pertanyaannya adalah, apakah kita telah memasukkan elemen design thinking di dalam setiap keputusan yang kita ambil tersebut? Apakah masa depan anak yang coba kita bentuk menyelesaikan salah satu permasalahan negara ini terkait generasi mudanya – seperti penanaman rasa cinta tanah air dan sopan santun? Oleh karena penerapannya yang luas, pola pikir design thinking perlu dipelajari dan diadopsi oleh siapa pun, serta ditanamkan sejak dini pada anak-anak kita untuk kehidupan masa depannya sekian tahun lagi.
Di Indonesia sendiri, terdapat banyak masalah dan tantangan dalam kehidupan bermasyarakat yang dihadapi di pusat-pusat urban. Mulai dari bagaimana mendapatkan kualitas hidup yang baik, menjaga keamanan dan kenyamanan lingkungan, sistem politik yang adil, lingkungan hidup dan budaya tradisional yang terjaga, edukasi yang baik, hingga perekonomian yang sehat. Dengan sejumlah masalah yang perlu diselesaikan, negara kita membutuhkan lebih banyak orang yang dapat memberi saran daripada komentar, berpikiran terbuka daripada resisten, serta lebih banyak bertindak daripada menunggu. Kita membutuhkan lebih banyak perancang dengan pola pikir design thinking di segala bidang, serta kreativitas berpikir di segala aspek, untuk kemajuan bangsa negara ini ke depannya.
Lantas, mari kita tengok ke luar. Permasalahan apa saja sih yang perlu kita selesaikan saat ini?